Menu

Mode Gelap
Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat (25) NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan? Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!! Ngaji Burdah syarah Mbah Sholeh Darat  ( 2 )

Kabar · 3 Apr 2023 04:01 WIB ·

Beda Gus Miek – Beda Mbah Shobib, Ihwal “Mendidik-Anak” dan “Membangkitkan Ekspresi-Kerinduan” yang Mendalam


 Beda Gus Miek – Beda Mbah Shobib, Ihwal “Mendidik-Anak” dan “Membangkitkan Ekspresi-Kerinduan” yang Mendalam Perbesar

Oleh Murtadho Hadi*

nujepara.or.id – Mendiidik anak-anak  dengan cara “mengambil jarak” dan membangkitkan “ekspresi kerinduan” yang mendalam di hati mereka (yang saya tahu) pernah dipraktekkan oleh dua sufi besar tanah Jawa : yaitu Gus Miek (KH. Hamim Jazuli) dan Syaikh Shobiburrohman (Mbah Shobib-Jepara).

Cara dua sufi besar tersebut hampir mirip, dan menurut cara pandang teori pendidikan modern sangat aneh, dan tidak lazim. Namun bisa dimengerti dalam kacamata Syara’ dan logika para sufi. Pada akhirnya, tidak banyak orang yang berani mempraktekkan ini. 

Baiklah tentang Gus Miek dan Mbah Shobib sedikit kami ceritakan (di momentum 7 Ramadhan 1444 H; yaitu Haul wafat Mbah Shobib yang ke-13 kali ini, sekaligus mengingat sosok Gus Fattah yang wafat dan belum genap setahun) ; 

Syahdan, suatu hari salah seorang dari putra Gus Miek (sebutlah Gus R) ketika masih remaja telah bertahun-tahun rindu ketemu sang ayah, dan ketika tiba waktunya bisa mendapati sang ayah di hari yang sangat di tunggu-tunggu (di sebuah acara,  di sela-sela Jadwal Gus Miek yang padat,  bukan di rumah Gus Miek  seperti lazimnya).

 Gus Miek mendapati putranya dengan wajah yang  sudah mengharu-biru, antara takut, gemetar karena perbawa (haebah) dari Gus Miek, namun juga hati telah  dibakar kerinduan, tapi Gus Miek hanya datar dan  dingin-dingin saja. 

Kepada Gus R,  seolah tidak mengenali, Gus Miek hanya bertanya ;

“Kamu anaknya siapa?”

Sang anak berusaha meyakinkan bahwa dirinya adalah putra Gus Miek. Dan jangan membayangkan pertemuan itu dengan “peluk cium” seperti lazimnya drama-drama layar kaca yang hujan tangis dan  mengharu biru. Gus Miek pun masih datar (dengan wajah yang diliputi sejuta misteri) namun serius bertanya, 

“Agamamu apa?”

Dan pertanyaan-pertanyaan yang (menurut sebagian besar orang sekarang, sangat aneh dan  tidak lazim!). 

Dan, oleh sikap Gus Miek itu , maka jadi pecahlah tangis sang anak. Namun lebih aneh lagi adalah sikap Gus Miek yang masih datar tidak datang membelai atau sekedar…, tapi kepada pendhereknya meminta tolong, ” Tolong, ini R (tidak menyebut Gus) diajak dulu keluar, kalau sudah reda tangisnya boleh menghadap!”

Nah, itulah Gus Miek. Apakah beliau kurang dan tidak sayang pada putra-putranya?

Lain Gus Miek, lain pula cara Mbah Shobib merawat dan mendidik putranya (Gus Fattah). Kepada putranya, Mbah Shobib seolah membuat “jarak”, aturan-aturan, dan “garis demarkasi” yang masing-masing tidak boleh dilanggar. 

Baiklah! Sekedar menyingkat, Gus Fattah adalah satu-satunya putra laki-laki dari Mbah Shobib dengan Ibu Subekti yang tinggal (dan hidup sederhana) di Semarang. Jauh secara fisik di masa-masa kecil bahkan remaja, karena sering ditinggal bepergian oleh Mbah Shobib (sekali lagi ini yang bisa dilihat oleh kacamata orang awam), dan ketika beberapa kali Gus Fattah sambang ke Jepara (ingin bertemu Mbah Shobib) dalam beberapa kesempatan Mbah Shobib melarangnya. Bahkan pernah suatu kali, Gus Fattah belum sampai melewati pintu, Mbah Shobib dengan “nada tinggi” langsung menyuruhnya pulang. 

Ada sebagian orang yang tidak paham: beranggapan, bahwa Mbah Shobib “mengusir” Gus Fattah.

Aneh. Itulah Mbah Shobib. Satu hal yang mengganjal dan jadi pertanyaan: apakah Mbah Shobib kurang dan tidak menyayangi putranya?

Orang boleh berpikir macam-macam, tapi itulah cara dan strategi Mbah Shobib merawat dan mendidik Gus Fattah sehingga menjelma jadi sosok yang bijaksana, kalam yang “lembut”, wajah yang teduh dan “ketenangan” (yang bukan instan), melainkan pancaran sepiritualitas dari para pemilik “arbabul-bashiroh” dan “shohibus-sirri”.

Sebagai kata penutup: dari dua Sufi Besar (Gus Miek dan Mbah Shobib) bisa dipetik “i’tibar” dan “pelajaran” yang berharga yaitu;

1. Mereka berdua telah berhasil menanamkan “ekspresi kerinduan” yang mendalam di hati  putra-putra beliau, dalam bingkai “haebah” dan “ta’zhim”, sehingga “perintah” dan satu kata dari sosok yang dirindukan adalah menggerakkan semuanya.

2. Gus Miek hanya memastikan (secara syare’at) sudahkah anak-anaknya (Gus Dewa, Gus Sabuth, Gus Robet, ..) berada di “jalur yang benar”, sudahkah  beragama tauhid (seperti washiyat Nabiyullah Ibrohim A.S; “ma ta’buduna min ba’di”: Tuhan siapakah yang kamu sembah sepeninggal ku?) Tapi menurut telinga orang-orang yang membayangkan anak-anaknya ingin jadi ini ingin jadi itu pasti pertanyaan Gus Miek terdengar aneh!

3. Dengan berjarak,  Mbah Shobib dan Gus Miek, benar-benar memposisikan putra-putra mereka dalam penuh kesederhanaan, serba terbatas (dan ini adalah mujahadah, sekaligus tirakat yang tidak disadari bagi putra-putri mereka)

4. Mbah Shobib adalah sosok yang kaya. Di rumahnya banyak berjajar mobil. Di  banyak tempat dan kesempatan; masyhur sering bagi-bagi uang. Dari kantong jasnya mengalir uang, tapi tahukah anda, jika saku seragam Gus Fattah di Sekolah Dasar (SD) dan SMP sering-sering kosong tak seperti lazimnya anak-anak yang berlebih?

5. Mbah Shobib dan Gus Miek benar-benar “ketat”, meskipun kaya tapi tetap mengambil dan “menerapkan” jalan kefakiran bagi anak-anak dan keluarga mereka.

*Sastrawan dan Budayawan, Pengurus LTN-NU Jepara

Artikel ini telah dibaca 1,081 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat (25)

5 April 2024 - 15:18 WIB

Kiai Hisyam Zamroni (Wakil Ketua PCNU Jepara), Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat.

Tidak Pandang Suku, Agama dan Ras, NUPB Jepara Siap Bantu Korban Bencana

31 Maret 2024 - 21:57 WIB

NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang

20 Maret 2024 - 19:56 WIB

Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan?

19 Maret 2024 - 13:50 WIB

Kisah Raden Kusen, Senopati Terakhir Majapahit Saat Menghadapi Gempuran Demak (2)

18 Maret 2024 - 23:03 WIB

Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!!

16 Maret 2024 - 23:52 WIB

Trending di Kabar