Menu

Mode Gelap
NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan? Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!! Ngaji Burdah syarah Mbah Sholeh Darat  ( 2 ) Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat ( 2 )

Opini · 9 Feb 2020 05:12 WIB ·

Pemimpin, Sebenarnya Menjadi Pelayan dan Pengemong


 Pemimpin, Sebenarnya Menjadi Pelayan dan Pengemong Perbesar

Oleh : M. Miqdad Sya’roni, Alumnus Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Unisnu Jepara

Jika Anda mampu, jadilah pemimpin masyarakat. Jikalau tidak, jadilah pemimpin bagi diri sendiri. Karena kita diciptakan sebagai pemimpin.

Kita harus saling memaafkan dan kemudian melupakan apa yang telah kita maafkan. Janganlah pendendam, karena itu nafsu amarah dan sejelek-jeleknya nafsu.

Ini sama halnya dengan orang yang belajar, awal mulanya ia hanya diam. Dalam artian ia mengamati/melihat terlebih dahulu, karena masih dalam proses awal, bukan lantas diam terus seperti “patung” yang menjadi tontonan, tapi harus segera berlanjut pada proses yang kedua, yaitu mendengar dengan penuh tekun.

Orang yang belajar, adalah pendengar setia, mendengarkan nasihat guru dan pembimbingnya. Setiap ucapan dan perkataan guru adalah ilmu, begitu kurang lebih prinsipnya. Jika sudah berprinsip begitu, maka yang perlu diingat adalah memegang teguh prinsip dengan penuh keyakinan dalam hati, bukan lantas hanya mendengarkan terus, lebih-lebih malah menutup “telinga” (anti kritik).

Jadikan mendengar untuk memahami dan dihafal, itulah proses yang ketiga. Karena menjalani proses ketiganya merupakan rangkaian yang perlu dilalui, namun jika seorang yang belajar sudah paham dan hafal, janganlah “pelit”, dan menjadikan apa yang sudah diamati, didengar, dipahami dan dihafal hanya menjadi konsumsi sendiri lalu teruskan tahap berikutnya.

Pada tahap ke empat yaitu mengamalkan (aktualisasi), menjadikan wujud dari apa yang sudah diamati, didengar, dipaham dan dihafal. Kita berbicara tentang esensi atau hakikat bermanfaat, walaupun itu sederhana, jika bermanfaat maka akan lebih baik, jika itu yang terbaik, namun hanya untuk diri sendiri dan tak ingin dimiliki oleh orang lain, maka itu belum bisa dikatakan yang bermanfaat.

Dari dirinya sendiri untuk orang lain itulah bermanfaat, manfaatkan apa yang sudah didapat untuk masyarakat dan ummat, karena orang yang paling baik adalah yang bermanfaat untuk manusia lain.

Proses ke lima adalah menyebarluaskan, bisa dikatakan sebagai publikasi, atau menjadikan semua itu untuk orang banyak, agar orang disekitar bisa merasakan kemanfaatan tersebut. Apalagi di era digitalisasi yang serba cepat, manfaatkan media untuk menyebarluaskan dan mempublikasikan.

Manfaatkan media untuk hal yang baik dan positif, untuk menyebarluaskan hal yang bermanfaat, bukan malah menyebar hoax, fitnah, berita bohong, mengadu domba, atau menebar kebencian. STOP.

Dalam tahap menyebarluaskan ini perlunya penyampaian (Public Speaking) yang tertata bagus, secara komunikasi personal maupun publik. Karena bisa jadi salah penyampaian lisan atau tulisan akan menjadikan kefatalan dikemudian hari.

Jadikanlah media untuk menyebarluaskan kemanfaatan, agar semua orang bisa melihat, mendengar, memahami, menghafal, dan memanfaatkan.

Cari dan pilih pemimpin seperti orang yang belajar. Bisa saja mencari pemimpin dengan cara lihat 5 M, melihat dan mendengar, memahami, menghafal, mengamalkan dan menyebarluaskan.

Pemimpin harus memiliki jiwa asih, asah dan asuh. Asih berkaitan kasih sayang, perhatian, saling memberi dan menerima, cinta terhadap orang lain. Asah berarti mengembangkan potensi diri untuk tujuan karier, sosok sang pemikir dan penggerak. Asuh memiliki arti memelihara dan merawat atau dalam bahasa Jawa, ngemong (mengayomi).

Pemimpin itu orang yang ikhlas berjuang, jujur, ahli dan berinovasi. Yang terpenting paham akan posisi, senang bertirakat dan prihatin untuk sebuah pengabdian. Karena sebenarnya pemimpin itu pelayan dan seperti halnya sang pemelihara (cah angon) yang memiliki posisi di belakang dan jika di depan pun menghadap ke belakang, sekaligus sebagai pengontrol barisan dari depan hingga ke belakang.

Sekali lagi, pemimpin adalah Khodimul ummat, pelayan bagi umat masyarakat yang terus belajar, untuk melihat dan mendengar, paham dan hafal, aktual beramal. Tapi memiliki jiwa asah, asih, asuh.

Semoga kita bisa berusaha menjadi pemimpin diri sendiri, untuk keluarga, untuk sahabat dan ummat masyarakat. (*)

Artikel ini telah dibaca 20 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Akselerasi Khidmah NU dan Keberjamaahan

17 Februari 2023 - 05:47 WIB

Hari Santri Nasional Dan Pembangunan Peradaban

24 Oktober 2022 - 04:21 WIB

Shiddiqiyah : Thoriqoh Yang Mu’tabar (otoritatif) ataukah yang “nrecel” (Keluar Jalur) ?

15 Juli 2022 - 07:58 WIB

Jepara, Investasi Agrobisnis dan Jihad Pertanian NU

30 Mei 2022 - 02:50 WIB

Santri dan Filologi Islam Nusantara

25 April 2022 - 03:21 WIB

Mengurai Kontroversi Zakat Fitrah dengan Uang

25 April 2022 - 03:14 WIB

Trending di Hujjah Aswaja