Oleh : Muhammad Rosyif Arwani*
nujepara.or.id – Perkembangan pondok pesantren di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah penyebaran agama Islam di Tanah Air. Dimulai oleh Walisongo hingga berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Proses itu juga mempengaruhi penyebaran dan eksistensi pondok pesantren di berbagai berbagai daerah, tidak terkecuali di wilayah Kabupaten Jepara.
Pada Oktober tahun 2022, jumlah pondok pesantren se Kabupaten Jepara yang sudah punya Ijin Operasional (IJOP) tercatat sebanyak 228 lembaga dengan lebih dari 24000 lebih santri dan 1224 guru.
Dari jumlah pondok pesantren itu, bisa dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yakni pondok pesantren kategori besar. Kelompok ini adalah pondok pesantren yang memiliki lebih dari 1000 santri, seperti Pondok Pesantren Roudhotul Mubtadiin Balekambang, Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri,Pesantren Darul Falah (Amsilati) Bangsri dan lainnya.
Lalu, kelompok pondok pesantren menengah. Pondok pesantren kategori ini memiliki sekitar 300 santri, seperti Pesantren Al Falah Gotri Kalinyamatan, Pesantren Darut Ta’lim Bangsri, Pesantren Dzilalul Qur’an Raguklampitan, Pesantren Darussa’adah Bugel, Pesantren Daruttauhid Jepara dan lainnya.
Setelah itu, kelompok pesantren kategori kecil. Pondok pesantren ini jumlah santrinya di bawah kategori menengah.
Dari sekian jumlah pondok pesantren tersebut yang sudah memiliki Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP) ternyata masih bisa dihitung dengan jari. Beberapa di antaranya seperti Pesantren Nurul Hikmah Tengguli Bangsri yang menjalankan usaha produksi madu; Pesantren Amsilati Bangsri yang memiliki usaha percetakan; Pesantren Al Anwar Mantingan yang menjalankan usaha produk Air Mineral AHQ. Lalu ada juga Pesantren Athfal Islam Pecangaan dengan usaha AImart dan koperasi;Pesantren Al Husna Mayong dengan usaha Toko Al Husna dan lainnya.
Tapi jika dibandingkan, jumlah pesantren yang belum memiliki BUMP masih lebih banyak dibanding yang belum punya. Kondisi itu tentu sedikit banyak ada pengaruhnya pada aktivitas usaha yang bisa dilakukan pesantren untuk menopang kegiatan operasionalnya, hingga berpengaruh ada tidaknya penanaman nilai-nilai dan jiwa entrepreneurship yang bisa diajarkan kepada para santrinya.
Berpijak dari realitas itu, Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Jepara memiliki mimpi indah ingin membuat pondok pesantren di Kota Ukir lebih sejahtera. Caranya tentu bertahap. Pintu masuknya ponpes harus memiliki Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP).
Selain itu, FKPP juga menggandeng Bank BSI Cabang Jepara, HPN Cabang Jepara, dan lembaga lembaga lain yang peduli dengan perkembangan ekonomi pesantren.
Jika mimpi indah itu bisa direalisasikan, FKPP yakin manfaatnya tak hanya sekadar pemberdayaan pesantren namun juga berimbas pada lebih tegaknya syiar Islam di Kabupaten Jepara, bahkan Indonesia.
Langkah penataan ekonomi seperti ini sudah dicontohkan oleh para kyai-kyai kita sebelum mendirikan NU. Para sesepuh kita terlebih dahulu membuat jam’iyyah Nahdhotut Tujjar yang bergerak dalam bidang perekonomian. Upaya ini juga selaras dengan salah satu progam besar yang dicanangkan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang mendorong kemandirian ekonomi NU.
Mudah mudahan momentum Hari Santri nasional (HSN) tahun ini memberi motivasi kepada pesantren untuk lebih bergerak aktif dalam bidang perekonomian untuk menyempurnakan nasyrul ‘ilmi di tengah masyarakat yang terus berubah seiring perubahan zaman.
- Koordinator Forum Komunikasi Pondok Pesantren Kabupaten Jepara