Oleh Kyai Hisyam Zamroni*
nujepara.or.id – Kepercayaan (iman) dan kebaikan perbuatan (amal) yang kita lakukan kadang menjadikan “pongah” sehingga menafikan keimanan dan kebaikan perbuatan orang lain. Bahkan kita merasa paling beriman sendiri dan paling baik sendiri.
Hal ini digambarkan secara apik oleh al Qur’an: “Ana khoirun minhu” yang artinya, “Saya lebih baik darinya.”
Kadang kita menuduh bahwa “perjelekan” adalah bagian dari “godaan syetan” yang sifatnya eksternal. Padahal jika kita memahami penggalan ayat di atas bahwa sifat syetan yang menyatu dalam diri manusia adalah “ke-diri-an” atau “ego” yang merasa “serba paling benar dan baik” daripada orang lain bahkan merasa “serba paling” dalam “beragama”. Atau lebih khusus lagi merasa “paling beriman” daripada orang lain.
Padahal Islam mengajarkan sifat “rendah diri” atau tawadu’ yaitu berupa sifat kemanusiaan manusia yang memanusiakan manusia dimana keberadaan manusia adalah sebagai mahluk sosial yang bermartabat sesuai dengan agama, budaya, kompetensi dan kepercayaannya masing masing.
Filosofi ini memunculkan norma dan etika dalam melakukan aktivitas dan berinteraksi sosial sehari-hari dilandasi dasar pergaulan yang harmonis, santun, saling menghormati, saling mengasihi dan saling menolong satu sama lain.
Kebalikan dari sifat “rendah hati” atau tawadu’ adalah sifat “congkak” atau “sombong” karena merasa “serba paling benar dan baik” daripada orang lain.
Olehnya, nampak sekali pembedanya sangat tipis antara sifat “kemanusian” dan sifat “kesyetanan”. Karena sifat kesyetanan yaitu merasa “serba paling benar dan baik” daripada orang lain.
Semoga kita semua dijaga oleh Gusti Allah SWT dari godaan sifat merasa “serba paling benar dan baik”. Aamin Aamiin Aamiin.
*Sekretaris Pengurus Syu’biyah Jatman Jepara