Oleh : Murtadho Hadi
nujepara.or.id- Sebenarnya, Bukhori Masruri muda sudah beringsut hendak meninggalkan makam, yaitu maqbaroh (pekuburan Syaikh Muhyiddin Pamijahan, JABAR) ketika itu. Pertanda tawassulan dan ziarahnya sudah selesai.
Namun ketika hendak keluar dari maqbaroh, mendadak hujan lebat, jembatan terputus dan listrik pun padam pula. Suasana di maqbaroh jadilah gelap gulita. Apalagi di Era th 80-an fasilitas penerangan serba minim.
Beruntung, tak berselang lama datanglah sosok nenek-nenek yang membawa lampu ke area pemakaman, suasana makam mendadak terang, dan tak bisa tidak, Sosok aktivis muda NU : Sang agitator dan orator ulung yang kerap menghipnotis massa dengan ceramah-ceramahnya itu pun akhirnya kembali bertawassul.
Di luar hujan masih lebat. Hendak keluar jelas tidak mungkin. Dari tawassul, lalu berlanjut membaca Al-Qur’an. Hanya itu yang bisa dilakukan sang aktivis muda NU itu.
(Halnya Bukhori Masruri sendiri menjadi berubah , dari sosok sang aktivis yang agak hedonis, , lalu kemudian menjadi gemar berziarah, menempuh perjalanan dari makam ke makam, tak lain karena perjumpaannya dengan Syaikh Shobiburrohman. Rupanya Bukhori Masruri begitu “kesengsem” dengan Sang Presiden Sarkub: yaitu Mbah Shobib dari Jepara ini).
Dan di malam itu, karena saking lelahnya membaca Al-Qur’an, Sang Aktivis Muda NU itupun terlelap, ketiduran! Sampai akhirnya bermimpi dirawuhi Mbah Hasyim Asy’ari (Sang Pendiri Nahdhatul Ulama) yang menanyakan ahwal dan kondisinya.
Tanya Mbah Hasyim, “Kerja kamu apa, RI?”
Dan, Sang Aktivis Muda NU itu pun dengan bangganya menyebutkan aktivitas yang dianggapnya sebagai “pekerjaannya”. Maka ia pun dengan mantabnya menyebutkan: “Konstituene, Mbah!”
Jadi aktivis organisasi apalagi duduk di parlemen, sudah pasti tertopang secara finansial. Tapi yang dikehendaki Mbah Hasyim adalah “Tholabul-Ma’isyah” (pengupo-jiwo, atau “mata pencaharian”) yang bisa menaikkan derajat dan martabat di mata Allah, seperti lazimnya tradisi ulama-ulama NU yang walaupun aktivis organisasi (ustadz ataupun kyai) tapi tetap punya usaha :yaitu kerja-kerja (“Tholabul-Ma’isyah”) sebagai sarana nafaqoh keluarga & mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.
Maksud Mbah Hasyim hanya dengan cara itu, maka hati menjadi lembut, ada peluang terbuka pintu makrifat, istri dan terutama anak-anak tetap di relnya yaitu:; jalan yang ditempuh para santri dan kyai…
(Wallohu A’lam. Seperti dituturkan dan diceritakan Mbah Maimoen Zuber, di kediaman Mbah Shobib Jepara. Dan, mohon maaf Ihwal tokohnya saya tidak mengkonfirmasi ke Mbah Maimoen: apakah yang dimaksud adalah KH. Bukhori Masruri Pengurus Wilayah NU Jateng / Sang Pengarang lagu kasidah yang pernah hit, “Th 2000”. Tapi kalau di NU tidak ada aktivis lain yang punya nama sejenis, maka tentu saja itulah orangnya).
(Murtadho Hadi, Sastrawan dan Penulis NU. Anggota LTN NU tinggal di Jepara)