nujepara.or.id – Ajaran Islam yang berada di Indonesia tidak berdiri dengan sendiri namun ditemani erat dengan budaya atau kultur setempat. Pernyataan tersebut diungkapkan KH Ahmad Muwafiq saat menyampaikan mauidlah hasanah dalam Ngabuburit Ansor bareng Gus Muwafiq yang di pusatkan di aula gedung MWCNU Kalinyamatan, Jepara, pada Senin (26/4) sore.
Dicontohkan Gus Muwafiq ibadah shalat biasa disebut dengan sembahyang. Ajaran tersebut sebutnya tidak langsung berdiri tegak. “Makanya ada yang berdiri (shalat, red.) setahun sekali, seminggu sekali, shalat Maghrib dan Isya’ saja,” katanya.
Pelaksanaan zakat lanjut kiai muda NU itu juga erat dengan makanan lokal, beras. Puasa juga demikian. “Dalam agama Budha sudah terbiasa upawasa tidak makan dan minum. Ajaran puasa dalam Islam hampir sama. Selain itu sebelum puasa ada tradisi padusan (mandi) agar siap lahir batin menghadapi puasa,” jelasnya.
Ditambahkan, sebelum hari raya Idul Fitri tradisi halal bihalal ada menyulut mercon, tongtek, takbiran dan lain-lain.
“Sebelum menunaikan ibadah haji ke Makkah latihan manasik haji di alun-alun. Saat pemberangkatan dianter sampai asrama haji. Yang nganter mampir kebun binatang,” tambah Gus Muwafiq sembari disambut tawa hadirin.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan Majelis Dzikir dan Shalawat Rijalul Ansor Akbar PAC GP Ansor Kalinyamatan, mantan asisten pribadi Presiden KH Abdurrahman Wahid itu mengatakan sebuah ajaran diibaratkan seperti tanaman. Dan tanaman tersebut ditanam di bumi atau jazirah yang berbeda.
“Tanaman tersebut ada yang menanam. Dari Nabi, sahabat, tabiit tabiin, dan diteruskan ulama sebagai pewaris para Nabi, warasatul anbiya,” tambahnya.
Kepada ratusan kader NU yang memadati aula, kiai muda kelahiran 2 Maret 1974 itu menegaskan bahwa Islam hadir di Nusantara disebarkan oleh para wali.
“Kita mesti punya kesadaran dan keyakinan bahwa secara epistimologi dan psikologi Islam hadir di Indonesia disebarkan para wali bukan para saudagar. Sebagaimana tradisi agama Hindu di Nusantara yang berhak ngomong agama adalah kasta brahmana. Tidak mungkin dari kasta Sudra yang tidak boleh ngomong agama. Bramana adalah konsep para wali yang sesuai landasan la khoufun alaihim wa la hum yahzanun,” tandasnya.
Untuk itu lanjutnya patut berterima kasih kepada para wali. “Kita mesti berterima kasih kepada pemilik wilayah karena sudah menempati wilayah. Karena tanaman yang di wilayah ini di tanam para wali,” lanjutnya.
Di akhir mauidlah Gus Muwafiq menandaskan bahwa Banser, Ansor dan Nahdlatul Ulama tidak pernah dengan bangsa karena mengerti desain para wali sebagai pemilik wilayah.
“Sedangkan kelompok yang konslet dengan NKRI karena tidak sesuai desain para wali,” pungkasnya.
Hadir dalam Ngabuburit Bupati Jepara H Dian Kristiandi, Ketua PC GP Ansor Jepara H Syamsul Anwar, Pengurus MWCNU Kalinyamatan, Camat, dan Kapolsek Kalinyamatan. (sm)