nujepara.or.id – Publik baru-baru ini dihebohkan oleh cuplikan video yang memperlihatkan Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) saat berceramah.
Dalam video tersebut, Gus Miftah terlihat melontarkan pernyataan yang dianggap menghina seorang pedagang es teh bernama Sonhaji, yang tengah menawarkan dagangannya kepada jamaah.
Menanggapi peristiwa ini, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur), menyampaikan bahwa ceramah sebaiknya disampaikan dengan bahasa yang santun.
Selain itu, penceramah juga perlu mempertimbangkan konteks para jamaah yang hadir.
“Pada dasarnya dakwah harus mengutamakan kelembutan dan adab sebagaimana tauladan Rasulullah saw,” kata Gus Fahrur kepada NU Online, Rabu (4/12/2024).
Menurut Gus Fahrur, kejadian tersebut memberikan sejumlah pelajaran penting. Ia menekankan bahwa seorang penceramah harus mampu memahami situasi dan kondisi audiens untuk mencegah kegaduhan serta menunjukkan empati terhadap orang lain.
“Kasus ini menjadi pelajaran bagi mubalig lainnya agar lebih berhati-hati dalam bercanda agar tidak menimbulkan kegaduhan dan melukai perasaan orang lain,” jelasnya.
Lebih lanjut, pengasuh Pondok Pesantren An-Nur 1 Malang itu menganjurkan para dai untuk meneladani akhlak mulia dalam berdakwah, seperti menjaga konsistensi antara perkataan dan perbuatan, bersikap lemah lembut, pemaaf, musyawarah, tawakal, dan tawadhu’.
Hal ini, lanjutnya, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam QS. Ash-Shaaf ayat 2-3, QS. Ali Imran ayat 159, dan QS. Al-Furqan ayat 63. Gus Fahrur juga mengingatkan masyarakat untuk bersikap bijak dalam menanggapi peristiwa apa pun.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak terjebak dalam polemik yang berkepanjangan.
Peristiwa ini, menurutnya, mencerminkan sisi manusiawi yang tidak lepas dari kekurangan, sehingga menjadi kesempatan untuk saling mengingatkan dan mendukung dalam kebaikan.
“Mari saling mendukung dan mengingatkan untuk kebaikan dakwah umat Islam,” pungkasnya.
Sumber: https://jateng.nu.or.id/nasional/belajar-dari-kasus-gus-miftah-dakwah-harus-mengutamakan-akhlak