JEPARA – Undang-undang (UU) No 6/2014 tentang Desa baru diberlakukan mulai dua tahun. Desa yang semula masih sering menjadi objek pembangunan, sesuai undang-undang baru tersebut diberi banyak kewenangan untuk menentukan nasibnya, sekaligus ditopang dengan dana yang lebih besar. Masih banyak kekurangan di desa dalam pelaksanaannya, namun desa mesti dibantu agar bisa kreatif dan inovatif.
Hal itu diungkapkan Satgas Desa pada Kementerian Desa Arie Sujito saat menjadi fasilitator dalam workshop desa inklusi yang diselenggarakan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lekpesdam) NU Jepara di hall Resto Maribu, Sabtu (10/9). Peserta acara tersebut di antaranya para petinggi (kepala desa) se-Jepara, lembaga swadaya masyarakat, perwakilan pemerintah, juga tokoh dari kelompok-kelompok masyarakat seperti petani dan nelayan. Fasilitator lain dalam workshop itu adalah Kepala Bagian Bapermades Setda Jepara Deni Hendarko.
“Bantu desa. Jangan malah ditakut-takuti masalah hukum. Mereka baru dua tahun diberi kewenangan penuh. Supervisi pemkab penting. Naikkan kualitas sumber daya manusianya. Mereka bisa belajar dan jika sudah ketemu jalurnya, mereka bisa kreatif dan inovatif,” kata Arie Sujito yang juga sosiolog dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu.
Dia mengatakan, selama ini ada kesan rasa takut berlebihan dari perangkat desa tentang kerja-kerja administratif keuangan karena beragam aturan yang memandu untuk mencegah penyimpangan. Kata Arie Sujito, masalah administratif itu bisa dilatih dan tak butuh waktu lama. “Yang sulit itu bagaimana kepala desa atau petinggi menjadi pemimpin, yang bisa menangkap permasalahan di desanya, lalu bermusyawarah dan bisa memecahkannya. Undang-undang memungkinkan untuk menyokong itu,” lanjut dia.
Ketua Lakpesdam NU Jepara Ahmad Sahil mengatakan, workshop itu digelar di antaranya untuk memberikan gambaran ke penyelenggara pemerintahan desa dan kelompok masyarakat tentang perang masing-masing agar seluruhnya bisa optimal.
Sri Hana, salah seorang pendamping desa asal Kecamatan Kedung, Jepara mengatakan, berdasarkan pengalamannya mendampingi desa-desa, ia menyebut asistensi ke desa dari pemkab maupun kalangan profesional sangat penting dalam segala hal. Baik administratif, pengambilan kebijakan, dan pemberdayaan di berbagai bidang.
Choirul Anam, mantan koordinator fasilitator desa tingkat Kabupaten Jepara mengatakan, di luar pentingnya mendorong kreativitas dan inovasi dari internal desa sendiri, pihak desa juga butuh teladan dari pemkab. Hal itu dibenarkan Legini, petinggi Desa Sekuro Kecamatan Mlonggo. “Kami butuh contoh. Misalnya mana badan usaha milik desa yang sudah maju, sehingga kami bisa belajar,” kata dia.
Deni Hendarko mengakui, selama pelaksanaan UU Desa, pihaknya bekerja keras aar pemerintah desa siap menjalankan. Desa yang semula hanya ditopang dengan alokasi dana desa (ADD) yang rata-rata Rp 150 juta/tahun, kini mendapatkan tambahan dengan adanya dana desa (DD) yang membuat APBDes bisa mencapai lebih dari Rp 1 miliar/tahun. “Kami bisa berpikir bagaimana uang itu produktif di desa. Perputaran uang di desa bisa dirasakan manfaatnya di desa,” kata dia. Saat ini Bapermades sedang menyiapkan peraturan bupati (perbup) tentang ADD dan DD agar dana itu bisa tepat sasaran dan produktif. Kami menunggu masukan masyarakat secara tertulis untuk kami analisis dan menjadi bahan pertimbangan penyusunan perbup,” kata Deni. (ms)