Menu

Mode Gelap
Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat (25) NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan? Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!! Ngaji Burdah syarah Mbah Sholeh Darat  ( 2 )

Kabar · 20 Sep 2022 05:52 WIB ·

Ini Asal Usul dan Amalan yang Dilakukan Saat Rebo Wekasan


 Ini Asal Usul dan Amalan yang Dilakukan Saat Rebo Wekasan Perbesar

nujepara.or.id – Umat Islam khususnya di wilayah Jawa mengenal istilah Rebo Wekasan. Tradisi turun temurun ini digelar setiap Rabu terakhir di bulan Safar (setelah Muharram) dalam kalender Islam atau Hijriah. Tradisi Rebo Wekasan tahun ini akan dilaksanakan nanti malam.

Lalu kapan tradisi Rebo Wekasan mulai dilakukan? Dan apa amalan yang bisa dilakukan saat Rebo Wekasan?

Dikutip dari PP Al Anwar Sarang, Rembang, asal Usul amalan Rebo Wekasan bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitabnya yang berjudul ” Fathul Malik Al-Majid Al Mu-allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbarin ‘Anid” (sering disebut dengan nama Mujarrobat Ad-Dairobi). Anjuran serupa juga dapat ditemui dalam kitab “Jawahir Al Khumus” karya Syeikh Muhammad bin Khatiruddin Al ‘Atthar (w.970 H) dan juga berbagai kitab lainnya.

Ada sejumlah versi terkait tradisi Rebo Wekasan di Indonesia. Salah satunya yakni tradisi ini pertama kali dilaksanakan pada masa penyebaran dakwah Wali Songo. Saat itu banyak ulama yang menyebutkan jika pada bulan Safar, Allah SWT menurunkan lebih dari 500 macam penyakit.

Untuk mengantisipasi terjangkitnya penyakit dan agar terhindar dari segala musibah, ulama kemudian melakukan tirakat dengan banyak beribadah dan juga berdoa. Harapannya lewat tirakat dan doa itu Alloh SWT menjauhkan dari segala penyakit dan malapetaka yang dipercaya diturunkan ketika hari Rabu terakhir di bulan Safar.

Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tradisi Rebo Wekasan muncul pada awal abad ke-17 di Aceh, Sumatera, Jawa, Kalimantan. Bahkan disebutkan tradisi itu juga ada di kawasan Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga Maluku. Dengan kata lain, tak hanya wilayah Jawa saja yang menggelar tradisi Rebo Wekasan, namun juga umat Islam di luar Jawa.

Ini salah satu amalan saat Rebo Wekasan.

Setiap hari malam Rebo Wekasan , Syaikhona Maimoen Zubair bersama para santri melanggengkan amalan berupa sholat hajat untuk menolak bala’. 
Adapun caranya adalah =

*1. Sholat Sunnah Hajat agar menolak bala’ (hajat lidaf’il bala’).
Sholat dilaksanakan empat roka’at, dengan tahiyat awal , sebagaimana sholat isya’ , dengan niat:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلهِ تَعَالَى

Setelah membaca Al-Fatihah, kemudian membaca Surat Al-Kautsar 17x, Surat Al-Ikhlash 5x, Surat Al-Falaq 1x dan Surat An-Nas 1x.

Hal ini dilakukan tiap rokaat. Artinya setiap rokaat membaca semua surat tersebut.
Selesai sholat empat rokaat, kemudian membaca do’a ini: 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ.وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.اللّٰهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى، وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ، يَا عَزِيْزُ، ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ. اِكْفِنَا مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ. يَا مُحْسِنُ، يَا مُجَمِّلُ، يَا مُتَفَضِّلُ، يَا مُنْعِمُ، يَا مُكْرِمُ، يَا مَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 
اللّٰهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ، وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ، اِكْفِنَا شَرَّ هٰذَا الْيَوْمِ، وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ، يَا كَافِيْ، فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ. وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

2. Membaca Surat Yasin,
 sampai pada ayat “Salâmun Qoulan Min Robbil Rohîm” dibaca sebanyak 313 X lalu dilanjutkan ayat setelahnya sampai selesai.

Kemudian membaca do’a
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ وَتَقْضِـيْ لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَـى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِيْ الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. اللهم اصْرِفْ عَنَّا شَرَّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ، وَمَا يَخْرُجُ مِنَ الْأَرْضِ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

*3. Air Salamun

Air Salamun adalah air yang dimasuki ayat salamah untuk diminum agar terhindar dari bala’ yang akan turun dalam masa setahun. Ayat-ayat tersebut ditulis pada kertas putih kemudian dicelupkan ke air dan diminum dengan niat TABARRUK ( mengharapkan berkah ) dan hati tetap meminta kepada Allah.

Di antara ulama’ kudus – sebagaimana riwayat KH. M. Sya’roni Ahmadi pada saat ngaji tafsir Jum’at Fajar (11/11/2016) – yang rutin mengamalkan air salamun adalah Mbah Arwani Kajeksan, Mbah Ma’mun Langgardalem, Mbah Hisyam Janggalan dan Mbah Siraj Undaan.

Disebutkan dalam kitab Kanzun Najah was Surur :” Barang siapa yang menulis ayat salamah tujuh yaitu tujuh ayat Alqur’an yang diawali dengan lafal Salaamun:

سَلاَمٌ قَوْلاً مِنْ رَبٍّ رَحِيْمٍ، سَلاَمٌ عَلَى نُوْحٍ فِي الْعَالَمِيْنَ، سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، سَلاَمٌ عَلَى مُوْسَى وَهَارُوْنَ، سَلاَمٌ عَلَى إِلْيَاسِيْنَ، سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوْهَا خَالِدِيْنَ، سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

kemudian tulisan tersebut dilebur/direndam dengan air, maka barang siapa yang meminum air tersebut akan diselamatkan dari baliyyah/bala’ yang diturunkan. (Dikutip dari berbagai sumber)

Artikel ini telah dibaca 370 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat (25)

5 April 2024 - 15:18 WIB

Kiai Hisyam Zamroni (Wakil Ketua PCNU Jepara), Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat.

Tidak Pandang Suku, Agama dan Ras, NUPB Jepara Siap Bantu Korban Bencana

31 Maret 2024 - 21:57 WIB

NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang

20 Maret 2024 - 19:56 WIB

Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan?

19 Maret 2024 - 13:50 WIB

Kisah Raden Kusen, Senopati Terakhir Majapahit Saat Menghadapi Gempuran Demak (2)

18 Maret 2024 - 23:03 WIB

Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!!

16 Maret 2024 - 23:52 WIB

Trending di Kabar