(Catatan Kecil dari Halalbihalal NU-Muhammadiyah)
Oleh Muhammadun Sanomae
PEMANDANGAN yang belum pernah terlihat di masa sebelumnya. Ribuan warga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah berkumpul jadi satu dalam satu acara dan satu kepanitiaan di pendapa Kabupaten Jepara. Mereka berhalalbihalal, Minggu (18/7). Tak semata-mata bersilaturahmi dengan berkumpul dan berjabat tangan. Lebih dari itu, unsur-unsur perwakilan dari dua ormas itu menandatangani komunike bersama di bidang keagamaan, pendidikan, ekonomi, sosial budaya, dan politik.
Melalui pimpinan masing-masing, dua ormas berbendera hijau ini bersepakat untuk mengawal perjalanan Jepara di bidang-bidang tersebut. Strategisnya, kesekapatan-kesepakatan tertulis yang ditandatangani maupun yang tidak tertulis dan disampaikan melalui pidato, didengar dan disaksikan bupati dan wakil bupati, tokoh-tokoh birokrasi pemkab, dan tokoh politik dari semua lapisan mulai tingkat kabupaten, kecamatan hingga kelurahan dan desa.
Setidaknya, publik menilai, jika ukurannya kasat mata kebersamaan, itu adalah fenomena positif. Karena sebelum ini, dua ormas yang dalam perjalanannya di tingkat nasional disebut sebagai paling berkeringat dalam sejarah perjuangan sebelum dan sesudah kemerdekaan itu sering berkiprah di internal masing-masing. Amat jarang mereka berkolaborasi, sekalipun besarnya manfaat dari kiprah masing-masing walau tak berkolaborasi, tak bisa dipungkiri dan luar biasa. Di Jepara misalnya, NU mengelola ratusan madrasah dengan ribuan siswa, juga memiliki lebih dari 300 pesantren dengan ribuan santri. Muhammadiyah, selain berkiprah di bidang pendidikan, juga banyak yang diketengahkan ke masyarakat di bidang kesehatan. NU yang kuat dan konsisten menjaga nilai-nilai tradisi positif di masyarakat dengan ide Islam Nusantara-nya, dan Muhammadiyah dengan Islam Berkemajuan-nya, selama ini melakukan kegiatan sendiri-sendiri, sebelum akhirnya, khusus di Jepara, mereka saling bergandengan.
Setelah kemesraan mereka apungkan dalam kemasan halalbihalal itu, hal yang bisa didiskusikan berikutnya adalah bagaimana efektivitasnya. Setelah syiar kebersamaan itu mengapung dan jadi buah bibir, mampukah kedua ormas itu menjaga kedalaman komunikasi untuk merealisasikan kiprah (dalam bingkai kebersamaan keduanya). Dengan dua ormas itu berjalan sendiri-sendiri, manfaatnya sudah besar. Bagaimana jika keduanya bergandengan. Hal itu penting untuk menegaskan sekaligus membuktikan, kebersamaan yang dijalin bukan instan dan pragmatis.
Problem Masyarakat
Sebelum halalbihalal bersama itu, dua ormas ini sudah dua kali bertemu secara kelembagaan, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Awalnya seluruh pengurus teras Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jepara bersilaturahmi ke gedung NU pada Maret lalu, yang kemudian dibalas dengan kunjungan para pengurus NU ke gedung Muhammadiyah saat Ramadan lalu. Pada pertemuan kedua inilah muncul gagasan membentuk satu kepanitiaan untuk halalbihalal yang akahirnya terealisasi.
Kebetulan pengurus dua ormas itu masih baru. Mereka saling mengucapkan selamat dan mendukung. Berlanjutlah ke diskusi-diskusi kecil dan terbatas dan membicangkan permasalahan kompleks di Jepara.
Agak sulit untuk tidak mengaitkan pertemuan-pertemuan dua ormas itu dengan situasi terkini yang terjadi di Jepara. Selain masalah hubungan pemerintah dengan masyarakat dalam hal pelayanan yang terus didorong untuk ditingkatkan, juga soal menghangatnya dinamika politik menjelang pilkada yang akan berlangsung Februari 2017 mendatang, termasuk didalamnya iklim penyeimbang maupun kontrol jalannya pemerintahan yang masih kurang.
NU dan Muhammadiyah, dalam anggaran dasarnya sama-sama memiliki identitas sebagai ormas yang mengedepankan dakwah dengan amar makruf nahi mungkar. Hal itulah yang melatarbelakangi mereka sama-sama bersepakat untuk bekerja sama ketika warganya, dan masyarakat lainnya dihadapkan pada persoalan kompleks.
Beragam hal yang bisa dilakukan dua ormas itu sesuai kapasitas dan fungsinya. Isu-isu pembangunan infrastruktur, rendahnya daya serap anggaran daerah, masalah-masalah klasik yang tak teratasi di bidang pertanian dan kelautan, improvisasi kepariwisataan, pelayanan kesehatan, masalah rendahnya kesejahteraan guru madrasah (guru swasta), hingga yang kerap muncul, yaitu soal lingkungan. Badan otonom seperti Gerakan Pemuda Ansor milik NU dan Pemuda Muhammadiyah misalnya bisa berkolaborasi untuk isu-isu kepemudaan, dunia usaha atau perekonomian. Demikian halnya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) dengan Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (IPM) untuk saling mengisi dalam merespons masalah-masalah keremajaan baik di masalah moral dan pendidikan. Sedangkan organisasi induknya, NU dan Muhamamdiyah bisa terus melakukan upaya kerja sama bersama pemkab, dalam menangkal potensi radikalisme yang menjadi akar terorisme, pelayana publik dan isu strategis lain yang bertalian dengan rakyat . Potensi besar juga ada di badan otonomo keperempuanan Muslimat dan Fatayat NU serta Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah.
Iklim kontrol pelayanan publik di Jepara sedang stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Upaya-upaya untuk memotivasi dan mendorong inovasi di masyarakat juga sangat diperlukan. Partisipasi publik dalam beragam agenda perencanaan juga masih lemah. Beragam rancangan peraturan daerah (perda) yang bertalian dengan hajat hidup orang banyak pembahasannya kurang terakses luas. NU dan Muhammadiyah perlu memiliki tim solid yang bisa menjadi penyeimbang untuk hal-hal di atas. Identitas yang kuat dipegang dua ormas itu, memungkinkannya untuk menjadi mitra strategis pemerintah. Kelompok-kelompok masyarakat lain juga bisa diajak berkomunikasi dalam posisi yang serupa.
Komitmen yang mengemuka dalam halalbihalal NU dan Muhammadiyah Jepara: jangan diam, harus bergerak efektif jika ingin Jepara maju dan sejahtera. Dua ormas ini, bersama yang lain mesti bisa berkolaborasi mengawal bagaimana efektivitas anggaran daerah senilai Rp 2,1 triliun. Jangan sampai angka anggaran terus meningkat, tetapi manfaat ke 1,2 juta jiwa penduduk Jepara biasa-biasa saja. Ratusan ribu warga NU dan Muhammadiyah di Jepara pasti akan menanti buah yang bisa diunduh dari kemesraan yang sudah ditunjukkan ormasnya, sekaligus menjadi teladan di tempat lain.
(*Penulis adalah ketua Pengurus Cabang Lembaga Ta’lif wa Nasyr/LTN NU Jepara)