Oleh Kiai Hisyam Zamroni*
nujepara.or.id – Keimanan bukan sesuatu yang “pasif” atau “mabni”. Olehnya keimanan harus diimplementasikan dalam “perilaku” yang baik dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana Sabda Rosulullah SAW: “La yu’minu ahadukum hatta yuhibba liakhihi ma yuhibbu linafsihi.”
Konteks hadits di atas, memberikan apresiasi kepada kita bahwa other- love is self- love. Mencintai orang lain, baik seagama maupun tidak seagama, -berarti sama persis mencintai diri sendiri yang terbingkai dalam keimanan. Atau dengan kata lain iman-ku, iman-mu dan iman kita semua.
Dari sana menunjukkan bahwa Rosulullah SAW menanamkan kepada umatnya bahkan kepada seluruh umat manusia tentang “teologi kemanusian” artinya bahwa keyakinan memiliki daya dorong yang kuat bahkan “harus” untuk bisa diwujudkan misi kemanusian yaitu “persaudaraan dunia” yang lintas batas pribadi, agama, suku, ras, bangsa dan negara.
Sentuhan awal yang ditawarkan dan dibentuk dalam hal ini adalah terletak pada “interaksi self and other” yaitu antar pribadi atau personal by personal, nafs lin nafs.
Nah, setidaknya kita harus berfikir ulang, kadang kala kita dengan tanpa merasa “bersalah” seakan-akan merasa “keimanan” kita ini yang “paling iman” sendiri”.
Padahal justru pikiran seperti ini bisa “mencederai” keimanan kita sendiri karena memiliki dua “kegagalan” paham, pertama; merasa paling benar berimannya dan kedua: mencederai implementasi keimanan yaitu mencintai saudaranya adalah harus seperti mencintai dirinya sendiri.
Kita memang harus banyak introspeksi diri atau bahasa populer agamanya muhasabah dan beristighfar.
Kemanusian “orang lain” adalah juga kemanusian “kita’. Olehnya jangan mencederai kemanusian orang lain karena dengan itu sama saja dengan mencederai kemanusian diri kita sendiri.
Semoga Gusti Allah SWT memberikan sifat asah asuh dan asih kepada diri kita dan kepada orang lain. Aamiin Aamiin Aamiin
*Sekretaris Pengurus Syu’biyah Jatman Jepara