Oleh: Zakariya Anshori
nujepara.or.id- Peredaran minuman beralkohol atau yang secara umum disebut sebagai minuman keras (Miras) telah mencapai titik darurat yang paling memprihatinkan di Kabupaten Jepara. Sangat ironis sekali, produsen minuman keras, Kawa Kawa Anggur Hijau, secara terang-terangan menjadi sponsor utama Parade All Star Muria Raya di Pantai Kartini Jepara pada Sabtu, 1 Februari 2025 lalu.
Ini bukan hanya sekadar pelanggaran norma sosial dan keagamaan, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap upaya pemberantasan minuman keras yang selama ini digaungkan oleh berbagai pihak, termasuk Polres Jepara.
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2013 sebagai perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2001 tentang Larangan Minuman Beralkohol seolah dikebiri dan dianggap tidak pernah ada.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi sebagai bentuk keprihatinan sebagai warga Jepara dan tidak mewakili sikap politik maupun aksi keprihatinan dari pihak manapun.
Pada 20 Desember 2024, Polres Jepara melakukan pemusnahan 3.766 botol minuman keras berbagai merek dan 1.117 liter minuman keras oplosan. Langkah ini seharusnya menjadi bukti komitmen tegas untuk menekan peredaran miras di wilayah Jepara ini.
Namun, kehadiran produsen miras sebagai sponsor event besar di lokasi wisata milik pemerintah kabupaten justru memberikan sinyal bertentangan, bahwa miras masih memiliki tempat dalam ruang publik Jepara.
Realitas ini diperparah dengan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah. Pada Agustus 2024, Kepala BNN Jateng, Brigjen Pol Agus Rohmat, menyebutkan bahwa Kabupaten Jepara masuk dalam 20 besar daerah dengan pengungkapan kasus narkotika terbanyak di Jawa Tengah pada tahun 2023.
Lebih parahnya lagi, terdapat lima desa di Jepara yang dikategorikan sebagai Desa Bahaya Narkoba, yakni Desa Ngabul dan Desa Tahunan di Kecamatan Tahunan, Desa Mulyoharjo di Kecamatan Jepara, serta Desa Banyumanis dan Desa Tulakan di Kecamatan Donorojo. Selain itu, terdapat satu desa berstatus waspada narkoba dan 131 desa berstatus siaga.
Kecamatan Tahunan menjadi salah satu titik merah dengan dua desa yang menyandang status bahaya narkoba. Hal ini pernah menjadikan geram Rais Syuriyah MWC NU Tahunan, KH. Aly Masykur, sembari mengungkapkan keprihatinannya terhadap semakin merajalelanya peredaran narkoba dan miras di wilayah tersebut.
Namun, yang lebih mengherankan adalah belum adanya sikap resmi dari Dewan Pimpinan Daerah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jepara, Pengurus Cabang Nahdaltul Ulama (PCNU) Kabupaten Jepara dan organisasi kemasyarakatan keagamaan lainnya dalam menyikapi fenomena ini.
Bagaimana mungkin institusi keagamaan yang seharusnya menjadi benteng moral masyarakat justru memilih diam ketika produsen miras tampil sebagai sponsor utama dalam acara public menjelang bulan suci Ramadan?
Parade All Star Muria Raya yang diselenggarakan di Pantai Kartini, yang notabene milik pemerintah kabupaten, seharusnya menjadi ajang hiburan yang mendidik dan menyehatkan bagi masyarakat.
Namun, dengan kehadiran sponsor utama dari industri minuman keras, diiringi para sales-girls yang menawarkan atau memamerkan produk minuman keras, acara ini justru memberi pesan yang salah kepada publik, terutama generasi muda.
Pemerintah Kabupaten Jepara dan aparat penegak hukum perlu segera mengambil tindakan untuk mencegah hal serupa terulang di masa depan. Memang tidak mudah memberantas miras di wilayah hukum Kabupaten Jepara.
Seorang mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pernah bercerita kepada penulis tentang kesulitan tersebut. Secara administrasi, ketika Satpol PP akan melakukan operasi yustisia bersama pihak terkait dan aparat penegak hukum (APH) tentu diperlukan dasar hukum surat-menyurat.
Jika surat tersebut dibuat dan diedarkan kepada pihak terkait sehari sebelumnya, maka sudah bisa dipastikan operasi itu pasti bocor. Seluruh bukti material berupa miras sudah diamankan dan disembunyikan oleh pelaku.
Pengalaman yang sama juga diceritakan oleh seorang Camat di wilayah Kabupaten Jepara. Dia harus menandatangani dan mengedarkan surat perintah operasi yustisia peredaran miras di wilayahnya pagi-pagi benar agar tidak bocor ke penjual miras. Itupun sasarannya tidak bisa lebih dari 2 titik, agar pedagang dan penjual miras tidak sempat memindahkan miras sebagai bukti material.
Sudah saatnya menjelang datangnya bulan suci Ramadan 1446 seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, akademisi, dan pemangku kebijakan, bersatu dalam satu sikap tegas dalam menolak segala bentuk normalisasi peredaran minuman keras. Termasuk adanya upaya revisi kembali Perda Larangan Minuman Beralkohol. Jika tidak ada langkah nyata, maka upaya pemberantasan miras hanya akan menjadi wacana tanpa makna. Jepara membutuhkan komitmen nyata, bukan sekadar retorika!
Bagaimanapun miras adalah pintu masuk pada kejahatan lainnya, baik narkoba, judi togel, judi online maupun pidana berat lainnya.
Penulis adalah pengamat masalah sosial, Pengurus Rabithah Ma’ahidil Islamiyyah (RMI) MWCNU Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara