agenda perdana Selapanan Ahad Legi Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Cabang Jepara
Jepara,
nujepara.or.id Salah satu komunitas seni Jepara, Teater Sumeh SMK Islam Jepara turut memeriahkan agenda perdana Selapanan Ahad Legi Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Cabang Jepara, berlangsung di Gedung NU, Jalan Pemuda 51 Jepara, Sabtu (20/2) malam.
Malam itu pegiat teater yang berjumlah enam orang mendramatisasi puisi karya Oki Setiawan berjudul
Kiri-Kanan. Dramatisasi yang berdurasi 8 menit digarap apik oleh sang sutradara Oki yang juga Wakil Ketua Lesbumi Jepara ini.
“Kiri/ kanan/ kiri/ kanan/ kiri/ kanan,” kata itu ditegaskan berulang-ulang para pemain sembari membawa senter. Secara pribadi mereka mencari arah yang dituju.
“Arah/ kemana/ arah/ kemana/ arah/ kemana.”
“Aaaaaliran.”
“Aku aliran A.”
“Aku aliran B.”
“Aku aliran C.”
“Aku aliran D.”
“Aku aliran mmm… apa ya? Loh ya, anu …mmmm apa ya? Enggak deh.”
“Pilihlah sesuai pilihanmu/ pilihanmu jangan sampai salah memilih/ boleh kiri/ boleh kanan/ boleh arah mana saja/asal jangan menikung alias mengafirkan diri.
Itulah penggalan pementasan kiri-kanan yang dipersembahkan pelajar sekolah kejuruan ini. Ditanya, tentang pesan dari pentas ini, Oki menerangkan bahwa kita bebas untuk memilih sesuai dengan pilihan kita masing-masing.
Dalam berdemokrasi menurutnya tidak boleh kebablasan tetapi ada aturan main yang harus ditaati. Ia yang juga menjadi pengajar di SMK Islam Jepara ini meneguhkan boleh berbeda asal tidak menyakiti satu sama lain. “Jangan mengubah Nusantara/ jangan mengubah Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya mengutip potongan drama ini.
Dalam kegiatan yang bersamaan dengan serah terima jabatan Lesbumi dari M Nuh Thobroni, ketua demisioner ke ketua baru Ngateman, Mustaqim Umar selaku Dewan Penasihat memberikan PR kepada pengurus baru.
“Sudah saatnya “kiai” menikmati pagelaran seni. Mereka tidak marah tetapi mendapat ilmu,” katanya.
PRnya lanjut Wakil Ketua PCNU Jepara ini Lesbumi membuat naskah setelah fix para kiai diundang untuk menikmati pentas bareng. Untuk nilai apa yang termaktub dalam pagelaran, imbuhnya kiai diharapkan bisa menerimanya.
Lelaki yang kerap disapa Pak Mek ini menyebut masih ada sebagian kiai yang melarang penggunaan alat musik. Kiai misal dia hanya membolehkan main rebana. Tetapi hal ini berbeda dengan sosok Habib Luthfi yang tidak melarang bermain musik.
Dari dua kutub yang berbeda ini, Kabid Dikmen Dikpora Jepara ini malah
trenyuh ketika dirinya mengikuti sebuah diklat di Semarang belum lama ini. Pada sebuah sesi pemateri seorang kristiani memutarkan pembacaan puisi Gus Mus tentang membaca Indonesia yang waktu itu diselenggarakan di salah satu kampus katolik. Dari pemutaran pembacaan puisi ini mendapatkan aplous dari peserta diklat.
Alhasil tugas seniman yang bergerak di Lesbumi ialah menemukan kutub tradisional dan modern ini agar keduanya saling bersinergis.
(mtq)