Menu

Mode Gelap
Pesan dari Bandungharjo untuk Jepara: Pertebal Cinta Tanah Air Lewat Kirab Merah Putih, Malam Hari Langitkan Doa untuk Bangsa Bersama Habib Umar Muthohar dan Gus Muwafiq Lakpesdam PCNU Gandeng UNISNU Lakukan Riset Dampak Industrialisasi di Jepara Koreksi Master Kalender 2024, Lembaga Falakiyah NU Jepara Pastikan Sesuai Perhitungan Siswi MA Nahdlatul Ulama Tengguli Sabet Harapan 2 Ajang Lomba Esai Se-Jateng dan DIY Garam : “Misi Suci” Yang Sering Terkapitalisasi!

Esai · 21 Apr 2022 08:38 WIB ·

Spiritualitas RA Kartini : Relasi Sosial dan Kontekstualisasi Al Qur’an


 Ilustrasi RA Kartini dan ayat-ayat Alquran (dok.detiknews) Perbesar

Ilustrasi RA Kartini dan ayat-ayat Alquran (dok.detiknews)

Oleh: KH. Hisyam Zamroni

nujepara.or.id- Jepara memiliki sejarah ke-perempuan-an yang membanggakan, diawali dari Ratu Shima, Ratu Kalinyamat dan Raden Ajeng Kartini.

RA. Kartini memiliki darah inteltektual yang komplit yaitu dari jalur ayah melalui Bupati RM. A.A. Sosroningrat Bupati Jepara, RA. Kartini mewarisi intelektual sosial, budaya dan politik sedangkan dari jalur ibu yaitu Ibu Nyai Ngasirah, RA. Kartini mewarisi intelektual bidang agama yang mumpuni sehingga kecerdasan RA. Kartini secara inhern dan geneologis sudah menjadi pembawaannya.

Para sejarawan menulis RA. Kartini mayoritas lebih condong pada pendekatan “kebangsaan” dan relasi intelektual “sekuler” yang jarang sekali memahami RA. Kartini dari sisi spiritualitasnya yang justru dijadikan analisis dan pijakan oleh RA Kartini dalam memahami realitas dan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan politiknya saat itu yang menjadi kritis dan tajam.

RA. Kartini dalam darahnya mengalir nasab seorang ulama yaitu dari pihak ibunya Ngasirah binti Kyai Madirono sehingga sejak kecil RA. Kartini bersama kakaknya RM. Sosrokartono sudah diantar mendapatkan pendidikan agama dari Simbah Abdul Qodir dan Istrinya di Mushalla Syaripan. RA. Kartini belajar membaca al Qur’an dengan Istri Simbah Abdul Qodir yang menjadi dasar intelektualnya dalam menelusuri pemahaman al Qur’an selanjutnya melalui gurunya ke dua yaitu Simbah Sholeh Darat Semarang.

Simbah Sholeh Darat Semarang adalah seorang ulama besar kelahiran Jepara yang memiliki santri terkenal alim allamah yaitu Mbah Yai Ahmad Dahlah pendiri Muhammadiyah, Mbah Yai Hadratusy Syech Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama dan RA. Kartini Penggerak Emansipasi Wanita Indonesia.

Pertemuan RA. Kartini dengan Simbah Sholeh Darat Semarang memberi kesan yang mendalam kepada gurunya karena tanpa terduga RA. Kartini memohon kepada Simbah Sholeh Darat Semarang untuk menterjemahkan al Qur’an ke dalam bahasa Jawa dengan alasan yang sangat rasional: bagaimana mungkin orang orang Islam bisa memahami al Qur’an jika tidak tahu dan paham arti dan maksudnya. Permohonan RA. Kartini dikabulkan oleh Simbah Sholeh Darat Semarang yang kemudian menulis tafsir yang terkenal dengan nama “Tafsir Faidhur Rohman”.

Ide Cerdas RA. Kartini dalam permohonannya kepada Simbah Sholeh Darat Semarang untuk menafsirkan al Qur’an dengan bahasa “pegon” Jawa ini adalah hasil dari dialektika antara teks dan konteks yaitu relasi antara al Qur’an dan realitas sosial yang menjadikan al Qur’an bisa “nyambung” dan “tersampaikan” kepada masyarakat melalui “bahasanya ibunya” sehingga masyarakat dapat melaksanakan dan mengamalkan isi al Qur’an dalam kehidupan sehari hari.

Dari kitab Tafsir Faidhur Rohman ini memberikan inspirasi besar pergerakan sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan politik yang ada pada diri RA Kartini dalam mendobrak “ke-akut-an” budaya yang “closed” dan pola pikir masyarakat dan bangsanya yang “terbelakang” yang beliau bingkai dalam satu visi yaitu “habis gelap, terbit lah terang” yang dalam al Qur’an termaktub jelas: “minadz-dzulumat ilan-nur”.

Kontekstualisasi RA. Kartini ini tidak hanya menjadi inspirasi “pergerakan” kemerdekaan dan kebangsaan yang bersamai terus menerus, melainkan juga menginspirasi proses “keberagamaan” yang diharapkan selalu kontekstual melalui “menafsir” al Qur’an yang terus menerus sesuai tantangan dan harapan masyarakat “lizamanin wa makanin” sehingga proses “keberagamaan” mampu menciptakan kebudayaan dan peradaban baru yang berkelanjutan.

Ahirnya, selamat hari Kartini.. semoga kita mampu meneruskan perjuangan beliau menjadikan Indonesia terlepas dari kegelapan menjadi bercahaya yang mempesona.

(KH. Hisyam Zamroni, Wakil Ketua Tanfizdiyah PCNU Jepara, tinggal di Desa Ngabul)

Artikel ini telah dibaca 238 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Gebyar Maulid Nabi Muhammad SAW, sebagai Ajang Kreativitas Kader IPNU-IPPNU Petekeyan

22 September 2023 - 10:11 WIB

Catatan Silaturahmi PCNU-MWCNU-PBNU Se-Eks Karisidenan Pati bersama KH Yahya Cholil Staquf

22 September 2023 - 01:17 WIB

Haul Sayyid Muhammad bin Syekh bin Abdurrahman bin Yahya, alias Mbah Daeng

22 September 2023 - 00:29 WIB

Ketua Lakpesdam PCNU Jepara, Terpilih Jadi Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah

19 September 2023 - 08:16 WIB

Pesan dari Bandungharjo untuk Jepara: Pertebal Cinta Tanah Air Lewat Kirab Merah Putih, Malam Hari Langitkan Doa untuk Bangsa Bersama Habib Umar Muthohar dan Gus Muwafiq

8 September 2023 - 01:54 WIB

Mas Wiwit dan Dandim 0719/Jepara Letkol Inf Husnur Rofiq menyapa warga saat Kirab Merah Putih di Desa Bandungharjo, Donorojo, Jepara, Kamis (7/9/2023).

Habib Lutfi Bersama Mas Wiwit dan Ribuan Warga Kirab Merah Putih Sejauh 4 Km, Ada Ribuan Doorprize

5 September 2023 - 01:29 WIB

Flier Kirab Merah Putih dan pengajian umum yang bakal dihadiri Habib Luthfi, Habib Umar Muthohar dan ribuan warga yang diprakarsai Mas Wiwit, panggilan akrab Witiarso Utomo.
Trending di Hujjah Aswaja
%d blogger menyukai ini: