nujepara.or.id – Haul KH. Ahmad Fauzan bin KH. Abdurrosul bin KH. Ahmad Sanwasi pada 2023 berlangsung pada Sabtu (28/10/2023). Haul KH. Ahmad Fauzan digelar dalam dua rangkaian acara dan dua lokasi berbeda. Pertama, ziarah masal di Pemakaman Suromoyo Kedungleper Bangsri. Kedua, Pengajian umum yang diselenggarakan di Masjid Darussalam, Kelurahan Saripan Kecamatan Kota.
KH. Ahmad Fauzan lahir di Dukuh Penggung Desa Gemiring Lor Kecamatan Nalumsari pada 1905. Terlahir dari pasangan KH. Abdurrosul dan Nyai Thohiroh binti Kyai Harun bin Kyai Muhammad Arif Sendangsari. Silsilah Kyai Arif atau kakek dari ibu yang dimakamkan di Desa Banjaran Bangsri diriwayatkan di masyarakat setempat berasal dari Hadramaut, yaitu Arif bin Hasyim bin Abdul Muhit bin Hasyim bin Syihabuddin bin Semith bin Arif bin Sholih bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Hamah bin Ainuddin bin Abdullah al-Adniy. Marga Al-Adniy atau Al-Adany dikenal sebagai salah satu dari fam sadah Ba’alawi yang meninggalkan Tarim menuju ke kota Aden di Yaman.
KH. Ahmad Fauzan wafat pada 12 Maret 1972, dan dimakamkan di Pemakaman Suromoyo Kedungleper Bangsri. Pemilihan tempat pemakaman setidaknya dipengaruhi dari salah satu keberadaan istri yang bertempat tinggal di Bangsri, sekaligus kedekatan dengan keluarga ibu yang berasal dari Desa Banjaran Bangsri. Pada lokasi lain, KH. Ahmad Fauzan menikah dengan istri yang bertempat tinggal di Saripan, Kecamatan Kota. Oleh karena itu, rangkaian kegiatan peringatan haul dilakukan secara “maraton” antara di Bangsri dan Saripan.
KH. Ahmad Fauzan mewarisi darah pejuang antikolonialisme dari kakeknya, KH. Ahmad Sanwasi, ulama Kasunanan Surakarta yang menjadi salah satu pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. KH. Ahmad Sanwasi menikah dengan Nyai Darojah binti Kyai Umar asal Ngroto Mayong. Kyai Umar merupakan salah satu panglima perang pasukan Pangeran Diponegoro dari wilayah Pantura, sekaligus ayah dari KH. Sholeh Darat Assamarany. Itu artinya KH. Ahmad Fauzan adalah keponakan dari KH. Sholeh Darat, yang terkenal sebagai salah satu guru Hadhratussyeikh Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan.
Semangat nasionalisme dari para kakeknya, terwarisi melalui aksi perjuangan langsung di medan perang. Salah satu aksi fenomenal adalah peng”asmaan” bambu runcing yang seringkali dilakukan di Masjid Darussalam Saripan dalam menghadapi Belanda dan Jepang. Hampir 2 tahun dipenjara oleh Belanda di era revolusi, karena dituding telah menghasut perlawanan dan menjadi pemimpin dari barisan kyai se-Karesidenan Pati melawan Belanda. Masa sulit itu berakhir setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
Setelah bebas dari penjara Belanda, KH. Ahmad Fauzan memimpin serta mengaktifkan NU di Kabupaten Jepara bersama sahabat karibnya, KH. Abdur Rosyid bin KH. Muhammad Zain bin Raden Ngabehi Brontodiwiryo atau dikenal Kyai Sulaiman dari Pati. KH. Ahmad Fauzan dan KH. Abdur Rosyid bersahabat sejak nyantri di pesantren KH. Kholil, Kasingan Rembang, yang kemudian hari menjadi ipar. KH. Ahmad Fauzan menikah dengan adik perempuan KH. Abdur Rosyid yang bernama Nyai Mukarromah. Hubungan kekeluargaan demikian berdampak pada soliditas serta massifnya pergerakan NU di Jepara.
Sejak 1952, KH. Ahmad Fauzan memimpin Kementerian Agama Kabupaten Jepara. Relasi antara keulamaan dan pemerintahan seolah menyatukan antara dakwah dan birokrasi. Dibuatlah kebijakan pengangkatan para kepala Kantor Urusan Agama (KUA) harus mampu membaca serta mendakwahkan Islam melalui kajian kitab kuning. Hampir bisa dipastikan bahwa semua kepala KUA sewaktu itu adalah pengampu sejumlah majlis taklim. Oleh karenanya setiap KH. Ahmad Fauzan melakukan program turun ke bawah, akan dilangsungkan bersama dengan idaroh atau rutinan pengajian di masing-masing KUA.
Keberhasilan KH. Ahmad Fauzan memimpin NU di Jepara, setidaknya dibuktikan dalam masa pemilu 1955. Partai NU berhasil menjadi pemenang mutlak di Jepara, mengalahkan PNI, Masyumi, dan PKI. Hal itu dikuatkan dengan penempatan ketua MWCNU yang mengisi jabatan sebagai Kepala KUA setempat untuk memerankan posisi sebagai “khodimul ummah”. Dampaknya, banyak berdiri madrasah-madrasah formal dalam segala jenjang di bawah naungan Kementerian Agama, yang diinisiasi pendirian serta status legalnya melalui Lembaga Pendidikan Maarif.
Sebagian besar putra dan putri KH. Ahmad Fauzan menjadi pelanjut perjuangan. KH. Chumaidir Rohman misalnya, salah seorang putra yang pernah menjadi Syuriyah PCNU Jepara sekaligus Ketua MUI Kabupaten Jepara. KH. Noor Rohman, putra KH. Ahmad Fauzan yang pernah mengenyam dan mengajar di salah satu universitas milik Kesultanan Brunei Darussalam, mengabdikan diri sebagai dosen senior di UNISNU Jepara sampai masa usia pensiun. Termasuk ketua PW GP Ansor Jawa Tengah saat ini, H. Sholahuddin Aly, yang merupakan salah satu cucu dari KH. Ahmad Fauzan.
(khamdan)