JEPARA – Masyarakat umum, termasuk didalamnya kaum terpelajar, hanya bisa menonton saat partai politik melakukan beragam manuver dalam serangkaian komunikasi politik untuk menjaring bakal calon pemimpin. Otoritas penuh ada di parpol, bahkan siapa calon yang akan maju dalam suksesi kepemimpinan kini ditentukan oleh dewan pengurus pusat semua parpol.
Kondisi seperti itu kini menjadi hal yang lumrah di tengah system politik yang liberal dan cenderun transaksional. Dalam kondisi yang sulit, masyarakat dinilai perlu menghidupkan kekritisan, dengan cara terus mendorong bagaimana calon pemimpin tetap memiliki komitmen kerakyatan.
Hal itu dikemukakan mantan Bupati Wonosobo Kholiq Arief saat menjadi narasumber dalam seminar kempimpinan yang diselenggarakan dalam rangkaian konferensi cabang (konfercab) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di gedung NU Jepara yang berakhir, kemarin.
“Taruhlah sekarang masyarakat dihadapkan pada pilihan sulit. Calon pemimpinnya mungkin tak seideal yang diharapkan, maka langkah yang bisa ditempuh adalah ajak calon pemimpin itu untuk diskusi banyak hal. Dorong dan bawa agar ia memiliki komitmen kerakyatan yang jelas,” kata Kholiq Arief.
Masyarakat, kata dia, setidaknya hanya memiliki tiga pilihan dalam hidup, yaitu menggali kubur (menyendiri mempersiapkan kematian), melulu menikmati kicau burung di sangkar (memilih hidup nyaman untuk dirinya sendiri), dan perjuangan. “Jika memilih garis perjuangan, seperti apapun kondisinya harus tetap berusaha berjuang untuk kemaslahatan masyarakat,” lanjut dia.
Konsep komitmen pemimpin kepada rakyat harus untuk kemaslahatan rakyat seperti dikembangkan dalam fikih Islam mesti tetap dipegang meski sistem politik yang berkembang saat ini sudah sangat liberal. Ia juga menyebut konsep ratu adil yang dalam sejarah ada di Jepara melalui Shima Ratu bisa menjadi pembelajaran. “Konsepsi Shima Ratu itu harmonisasi makhluk hidup. Jadi pemimpin harus mendudukkan semuan elemen dalam satu sistem yang bekerja dengan baik,” kata Kholiq yang juga penulis buku Mata Air Peradaban itu.
Lebih rinci ia menjelaskan, pemimpin bisa melakukan hal-hal sederhana, yaitu beri kenyamana uat rakyat. Pandailah tersenyum, dan biasakan berkomunikasi dengan publik. “Kalau rakyat itu nyaman dengan infrastruktur, penuhi. Irigasi, air bersih, pelayanan rumah sakit maupun infrastruktur pendidikan,” katanya.
Muslim Aisha, ketua Ikatan Alumni (Ika)-PMII Jepara mengatakan, kelompok masyarakat tidak bisa hanya teriak soal pemimpin yang berkomitmen kerakyatan tapi tidak aktif dalam proses menjelang pilkada. Partisipasi memilih saja tak cukup. “Tetapi, efek demokrasi yang cenderung transaksional memang berat. Seorang tokoh pun saat ditanya soal calon pemimpin, analisisnya langsung soal kemampuan finansial. Ini memprihatinkan sekaligus tantangan,” kata dia.
Seminar dalam rangkaian konfercab tersebut juga dihadiri Ketua Tanfidziyah PCNU Jepara KH Hayatun Abdullah Hadziq. Konfercab kemarin menghasilkan keputusan Erkham Sobri terpilih sebagai ketua umum PMII Jepara yang baru, menggantikan Nur Fadli. (ms)