Menu

Mode Gelap
Peduli Hutan Muria, Ratusan Siswa MTs dan MA Safinatul Huda Ikuti Matsama Bareng Perhutani NU Sorong Papua Kirimkan Santri ke Jepara, Salah Satunya Kuliah di UNISNU Dimakamkan di Mayong, Ini Kisah Raden Ayu Mas Semangkin Sang Senopati Perang Lereng Muria Rayakan 1 Muharram, NU Ranting Bulungan Gelar Doa Bersama Pawai Obor Warga NU Desa Bawu Sambut Tahun Baru 1446 Hijriyah, Momentum Perkuat Semangat Hijrah ke Arah Kebaikan

Kabar · 19 Mar 2024 13:50 WIB ·

Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan?


 Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan? Perbesar

Oleh : Ir. Tri Hardono Dipl.HE, MT.
(Catatan untuk Solusi Atasi Banjir Kawasan Muria di Demak, Kudus, Jepara dan Grobogan)

nujepara.or.id – Banjir yang merendam sejumlah wilayah di Jepara, Kudus, Demak dan Grobogan pada pekan pertama Puasa Ramadan 1445 H membuat kita prihatin.

Sebab genangan air banjir tak hanya merendam puluhan ribu rumah warga dan berbagai fasilitas umum di empat kabupaten itu. Namun juga membuat ribuan warga harus meninggalkan rumahnya dan mengungsi untuk sementara waktu di sejumlah titik pengungsian.

Tak hanya itu, genangan banjir juga memicu jatuhnya korban jiwa. Data sementara, ada tujuh warga Kudus yang meninggal dunia seiring banjir yang menggenangi kawasan Kota Kretek.

Tentu saja, kita tak boleh berpangku tangan seiring bencana ini. Perlu adanya koordinasi mencari SOLUSI banjir yg terjadi sejak Februari hingga Maret 2024 itu.

Saya tertarik membaca artikel berjudul “Memahami Peta Kuno Selat Muria Berbasis Banjir” di portal Suara NU Jepara yang ditulis oleh Haji Hisyam Zamroni.

Ada sejumlah poin yang perlu kita cermati bersama sebagai berikut.

Memang benar bahwa “Eks Selat Muria” secara Geomorfologis (akibat sedimentasi Sungai Serang dengan Q100=1300 m3/dtk; dan sungai-sungai yang berhulu dari Gunung Muria) telah berubah menjadi daratan yang telah terhuni dan ada budidaya kehidupan manusia (Sebagai lahan ekonomi dan pertanian).

Rekayasa eks Selat Muria untuk Pengembangan Wilayah menjadi LAHAN Pertanian yg BEBAS BANJIR dimulai tahun 1898 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sungai Serang yang semula bermuara di Kedung (Jepara) DIPINDAH sebagai “FLOODWAY” ke Bungo (Demak).

Pemindahan alur sungai ini dimulai dari Bendung Pembagi Banjir Wilalung dan dikenal sebagai Kali Wulan atau SWD 1.

Bendung Wilalung dibangun pada tahun 1916, dimaksudkan untuk “Kolmatase Lembah Juana” (yang semula juga bagian dari Selat Muria), dengan digelontori debit banjir 400 m3/detik melalui Kali Babalan.

Dimaksudkan agar Lembah Juana tersebut bisa dijadikan lahan pertanian (dengan luas: 11.000 ha dan saat ini dikenal sebagai Daerah Irigasi (DI) Klambu Kanan – setelah disuplai air dari Bendung Klambu).

Setelah 70-an tahun kolmatasi dilakukan, dilanjutkan dengan Rekayasa Pengendalian Banjir di areal tersebut dengan ketentuan Debit Banjir yang semula dialirkan ke Lembah Juwana 400 m3/dtk kemudian DIPINDAH ALIRKAN melalui “Short Cut” Wilalung (1987).

Dan REMAIN Debit Kali Serang dialirkan melalui 2 Pintu Wilalung dan sebagian DITAHAN di Areal RETENSION BASIN Wilalung.

Kapasitas Kali Wulan dari Bendung Wilalung sampai dengan muara di Bungo Demak hanya didesain untuk 750 m3/dtk. Jika terjadi KELEBIHAN Debit (akibat debit Kali Gelis) maka DILIMPAHKAN ke SAMPING melalui “Side Spillway GOLENG” di Dukuh Goleng (Pasuruhan) Kudus.

Persoalan besarnya adalah SEDIMENTASI BERAT di Kali Serang dan Lusi yang mengalir ke hilir dan MENYEMPITKAN ALUR Kali Wulan dan memicu TUMPUKAN BERAT di muara dan MEMBENDUNG ALIRAN BANJIR DEBIT Kali Wulan.

Pada tahun 1983 sampai dengan 1987 telah dilakukan “Pekerjaan Pengendalian Banjir” dan dari tahun 1987 itulah kawasan tersebut telah bebas banjir.

Namun karena kurang terpeliharanya alur Kali Wulan dari proses sedimentasi itulah maka TERJADI BANJIR SEPERTI SAAT INI TERJADI. Dengan PENYEBAB UTAMAnya adalah TERBENDUNGnya MUARA Kali Wulan (dimana 70% sedimen yang terbawa dari hulu Sungai Serang dan Lusi MENUMPUK di muara Kali Wulan.

Sedangkan Pengembangan Daerah Irigasi Klambu Kanan (11.000 ha) selesai pada 1993-an telah SUKSES dgn berfungsinya Bendungan Kedungombo.

Untuk mengembalikan lahan-lahan pertanian dari Daerah Irigasi Jratunseluna dan bebasnya daerah tersebut dari bencana banjir maka sepantasnyalah ada KOORDINASI dari stakeholder terkait dari Kabupaten : Demak, Kudus, Jepara dan Grobogan di bawah Koordinasi PENANGGUNG JAWAB yang seharusnya yakni BBWS Pemali Juana.

Semoga lewat upaya itu, persoalan banjir yang kerap menggenangi wilayah Demak, Kudus, Jepara dan Grobogan ini bisa diurai dan tidak terjadi lagi di masa mendatang. (*)

Penulis Merupakan :
PNS di PPWS Jratunseluna sejak Nopember 1976 s/d Juni 2001 (25 tahun)
Dosen Fak. Teknik Sipil UNISSULA sejak Juli 2001 s/d pensiun Januari 2021 (20 tahun)

Artikel ini telah dibaca 67 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Peduli Hutan Muria, Ratusan Siswa MTs dan MA Safinatul Huda Ikuti Matsama Bareng Perhutani

19 Juli 2024 - 15:01 WIB

NU Sorong Papua Kirimkan Santri ke Jepara, Salah Satunya Kuliah di UNISNU

16 Juli 2024 - 16:16 WIB

Prihatin Pengguna Transportasi Umum Menurun, Mahasiswa Unisnu Ciptakan Aplikasi JETA

14 Juli 2024 - 22:46 WIB

Rayakan 1 Muharram, NU Ranting Bulungan Gelar Doa Bersama

10 Juli 2024 - 11:52 WIB

Pawai Obor Warga NU Desa Bawu Sambut Tahun Baru 1446 Hijriyah, Momentum Perkuat Semangat Hijrah ke Arah Kebaikan

10 Juli 2024 - 01:31 WIB

Peserta Pawai Obor Desa Bawu berjalan kaki menyambut Tahun Baru Islam 1446 H

YPM NU Jepara Boyong Empat Tropy Juara di Gebyar PAUD dan TPQ Tingkat Jateng

9 Juli 2024 - 09:41 WIB

Trending di Kabar