Menu

Mode Gelap
Peduli Hutan Muria, Ratusan Siswa MTs dan MA Safinatul Huda Ikuti Matsama Bareng Perhutani NU Sorong Papua Kirimkan Santri ke Jepara, Salah Satunya Kuliah di UNISNU Dimakamkan di Mayong, Ini Kisah Raden Ayu Mas Semangkin Sang Senopati Perang Lereng Muria Rayakan 1 Muharram, NU Ranting Bulungan Gelar Doa Bersama Pawai Obor Warga NU Desa Bawu Sambut Tahun Baru 1446 Hijriyah, Momentum Perkuat Semangat Hijrah ke Arah Kebaikan

Esai · 21 Apr 2022 06:11 WIB ·

Disiplin Itu Kejujuran


 Disiplin Itu Kejujuran Perbesar

nujepara.or.id Agama (al-Din) mengajarkan bahwa kepercayaan (amanah) merupakan asas iman. Dinyatakan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW, “Tiada iman bagi yang tidak memiliki amanah” Amanah itu lawan dari khianah.

Tapi amanat bagi seseorang merupakan sendi utama untuk saling berhubungan dengan orang lain, atau interaksi dalam hal pendidikan, kemasyarakatan, agama, politik, budaya dan lainnya. Karena itu untuk membina hubungan kerja yang baik perlu sikap disiplin sebagai tanda kejujuran.

Memang amanat itu butuh sikap percaya, dan kepercayaan melahirkan ketenangan batin (sakinah) yang akan melahirkan keyakinan. Sebagai “kekuatan” dari sakinah tumbuh sikap mental berbuat disiplin, yaitu perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercayai sebagai tanggung jawabnya. Beginilah rasa beragama yang mampu kita rasakan.

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS Al-Anfal/8: 27).

Pesan Al-Qur’an ini menekankan “disiplin” bagi kita dengan status dan fungsi yang melekat pada suatu institusi dan aktivitas yang menjadi tanggung jawab kita agar tidak dikhianati. Disiplin itu kejujuran, apalagi Wahyu Ilahi yang menunjukkan.

Dikatakan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW. “Sesungguhnya termasuk dari ucapan kenabian (nubuwwah) pertama yang diperoleh manusia ialah (peringatan) ‘Bila engkau tidak punya rasa malu maka berbuatlah semaumu’.” (Riwayat Imam Bukhari).

Perlu disyukuri karena rasa malu merupakan bawaan manusia sejak lahir, rasa malu bisa mengantar pribadi manusia memiliki akhlak yang mulia, menghiasi amal ibadah secara istiqamah hingga tertanam dalam jiwanya cinta kebajikan Lillahi Ta’ala Karena itu al-haya’ minal-iman, rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.

“Barangsiapa merasa malu maka akan bersembunyi, barangsiapa yang bersembunyi maka akan berhati-hati dan barangsiapa yang berhati-hati maka ia akan terjaga,”.

Rasa malu memang perlu diusahakan (iktisab), dan dengan banyak membaca serta menghafal Al-Qur’an ditekankan.. tetapi tidak kalah pentingnya adalah pengamal pesan-pesan Al-Qur’an sehingga bisa ma’rifatullah (mengenal Allah), mengenal keagungan-Nya, sadar akan kedekatan Allah dengan makhluk-Nya, meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasi diri pribadinya.

“(Sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya,” (QS Almu’minun/23: 8).

Yang pasti rasa malu membuahkan kesucian diri (‘iffah) dan selalu menepati janji (wafa’), bahkan keperwiraan (muru’ah) yang membuahkan kejujuran (shidq) adalah memiliki pengaruh positif.

Menepati waktu termasuk al-wafa’, “Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS Al-Nisa’/4: 103).

Untuk menumbuhkan budaya disiplin yang identik dengan jujur, adalah rasa malu sebagai sumber akhlak terpuji bahkan bisa memenuhi amanat dan menjauhi khianat.

Tiba saatnya kita berikhtiar untuk memiliki rasa aman dan ketenangan batin atau sakinah dalam upaya menumbuhkan sikap disiplin. Dengan ikhlas mari kita mengosongkan qalbu dari sifat tercela, yaitu mengakui dosa dan menyadari bahwa kita mengkhianati amanat sebagai kewajiban yang kita langgar.

Semua kita sesali, Lillahi Ta’ala kita ikhlas memutuskan hubungan dengan masa lalu yang kelam, dengan penyesalan dan dengan pengawasan yang ketat terhadap diri pribadi sendiri terkait hal-hal mendatang, diikuti kita mujahadah (perjuangan) melawan sifat-sifat jiwa yang tercela dengan sifat-sifat yang terpuji, seperti bohong dilawan jujur, ingkar janji dilawan memenuhinya, egoisme dilawan pengorbanan sambil memohon bantuan Allah dengan berdzikir mengingat-Nya.

Rasa beragama sebagai upaya terapi diterapkan dalam mujahadah secara berulang-ulang. Karena pada saatnya yang tepat kita akan berubah. Memasuki benteng yang disiapkan Allah dan sejak saat itu pula kecemasan — betapa pun hebatnya — akan berubah menjadi ketenangan, keraguan-ketakutan –betapa mencekamnya — akan beralih menjadi ketenteraman.

Itulah tanda sakinah berada di dalam qalbu kita. Jujur untuk berbuat disiplin pun ringan. Semoga Allah SWT memberi taufiq kepada kita menuju jalan yang lebih baik. (B3)

Oleh : Rektor UNISNU Jepara, Dr. H. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag.

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

NU Sorong Papua Kirimkan Santri ke Jepara, Salah Satunya Kuliah di UNISNU

16 Juli 2024 - 16:16 WIB

Rektor Ajak Jaga Kebersihan Kampus UNISNU, Ikut Turun Langsung ke Sungai

29 Juni 2024 - 10:36 WIB

UNISNU Gelar Job Fair, Hingga Gelar Karya Satwulan Mahasiswa DKV

26 Juni 2024 - 07:28 WIB

Progress Lebih Cepat, Dilaksanakan Pengecoran Lantai Tiga RSU Anugerah Sehat Jepara

18 Juni 2024 - 09:22 WIB

Doa bersama dan pembacaan manaqib sebelum pengecoran RSU Anugerah.

Madin Al Fauziyah Banjaragung Gelar Live-in ke-3 di Papasan

17 Juni 2024 - 03:25 WIB

Madrasah Diniyah (Madin) Al Fauziah banjaragung melaksanakan kegiatan live-in di Desa Papasan.

Menelusuri Jejak Budaya Pulau Nyamuk, Lakukan Inventarisasi

10 Juni 2024 - 04:13 WIB

Salah satu obyek yang diduga cagar budaya di Makam Sumur Wali Pulau Nyamuk.
Trending di Hujjah Aswaja