Dari kiri: KH Amirul Wildan, KH. Ubadillah Umar, KH. Hayatun Nufus, Kiai Ulul Abshar (Foto: nujepara.or.id/abd)
JEPARA – Dalam rangka konsolidasi organisasi, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jepara mengumpulkan para Kiai yang menjabat pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) NU se-Jepara di Rumah Makan Pondok Roso Jepara Kota, Sabtu (19/03/2016) sore.
“Pertemuan ini dimaksudkan agar kita berorientasi kepada program NU, bukan kepada perorangan,” kata Rais Syuriah NU Jepara, KH. Ubaidillah Umar kepada 16 perwakilan MWC se-Jepara.
Selama ini, jelas Mbah Ubaid, -panggilan KH Ubaidillah Umar, NU sudah
disengkuyung (didukung) oleh elemen masyarakat dan pemerintah. Ini yang menurut Mbah Ubaid harus dilestarikan.
Soal Pilkada Jepara 2017, Mbah Ubaid tidak bisa memaksa pilihan masing-masing pengurus. Baginya, itu hak masing-masing. Namun, semua MWC yang ada harus menjaga persatuan agar NU tetap utuh dan selamat dari permainan politik praktis.
“Jangan sampai terbaca bahwa Syuriah dan Tanfidziyyah menggiring orang-orang kepada calon tertentu,” ujar Mbah Ubaid, didampingi Katib Syuriah PCNU Jepara, KH Amirul Wildan.
Sementara itu, KH Hayatun Nufus Abdullah al-Hafidz (Mbah Yatun), dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa NU sesungguhnya berpolitik kebangsaan, bukan berpolitik praktis lewat jalan kepartaian.
Kekhawatiran berlebih jika NU Jepara pada momen Pilkada 2017 akan dibawa ke ranah politik praktis, dengan mendukung calon perorangan tertentu, ditepis Mbah Yatun dan Mbah Ubaid sekaligus.
Menurut Mbah Yatun, pendekatan yang dilakukan oleh calon-calon bupati Jepara kepada tokoh-tokoh dan Kiai NU akan memecah belah kebersamaan warga NU.
“Kadang-kadang ada yang kebelet, akhirnya
keblosok-blosok. Kita me
manage politik siyasah NU yang halus, tidak penuh konflik. Inilah politik kebangsaan NU,” papar Mbah Yatun, didampingi Sekretaris Tanfidziyah PCNU Jepara, Kiai Ulul Abshor.
Untuk menjamin jika dalam politik kebangsaan tidak akan melemahkan NU, Mbah Yatun mengaransi dengan konsep-konsep yang sudah dicanangkan tanpa memecah-belah persatuan NU.
“Saya punya konsep yang menjamin persatuan agar kebijakan pemerintah daerah bisa menyentuh masyarakat. Saya ingin NU mendiri. Perangkat eksekusi sudah saya siapkan,” ujar Mbah Yatun disambut tepuk tangan hadirin.
Orientasi Manfaat Dalam roda organisasi, terang Mbah Yatun, jangan hanya bicara soal AD-ART. Tapi harus bicara soal kemanfaatan yang lebih (
anfa’) kepada masyarakat. Karena itulah, ketika ada kebijakan pemerintah, NU tidak boleh hanya jadi penonton. Jika tidak berperan aktif, dampak moral, sosial dan politik akan menjadi beban NU di kemudian hari. Padahal warga NU tidak mendapatkan kemanfaatan apa-apa.
“Kita harus peka. Kita tidak bisa membangun umat sendirian. Kepentingan yang
ammah (lebih luas)
monggo didahulukan. Menjaga keutuhan kebersamaan itu lebih penting dalam rangka kepentingan
ammah. Kalau tidak, ya
fala yarouna limashlahatil ammah/ kita tidak akan melihat kemaslahatan luas yang tercipta (
red),” tandas Mbah Yatun.
Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk penegasan kepada para pengurus MWC NU se-Jepara agar tetap menjalankan rekomendasi PCNU Jepara beberapa waktu lalu, yang salah satu poinnya “Mempertegas bagi pengurus NU yang melibatkan diri pada pemilihan kepada daerah baik bupati atau wakil bupati untuk mengundurkan diri.”
Hasilnya, semua pengurus harian MWC dari 16 kecamatan yang hadir, terdiri atas Rais Syuriah, Katib Syuriah, Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Tanfidziyah, menyatakan siap menjalankan rekomendasi PCNU Jepara.
“Lebih baik tidak ada bolduser. Itu kalau kita bersatu. Kami setuju rekomendasi PCNU Jepara,” papar KH. Nur Rohmat, perwakilan dari MWC Welahan.
Mbah Ubaid pun menegaskan kembali jika ada MWC yang tidak berorientasi kepada hasil rekomendasi PCNU, akan kena silinder. “MWC
dikandani sepisan ora ngandel, yo dipecat,” tegasnya.
Istilah “mengadili” yang digunakan oleh media cetak kemarin soal adanya oknum pengurus cabang yang mengundurkan diri itu sebetulnya hanya meluruskan masalah. “Tidak ada pemecatan. Kemarin yang melanggar itu kan pengurus PCNU. Yang memecat harusnya PBNU. Sama-sama pengurus PCNU hal itu tidak bisa dilakukan,” ujar Mbah Ubaid.
Peristiwa pengunduran diri pengurus cabang tersebut, tambah Mbah Ubaid, tidak lain kecuali dalam rangka untuk menjaga kebersamaan jamiyyah. “Sekarang ini, NU sudah kelihatan taringnya. Jika seluruh MWC seguyup, NU akan lebih kuat,” jelasnya.
Dalam hadits, sahabat Abdullah bin Abbas ra mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melihat cincin dari emas pada tangan seorang laki-laki. Kemudian Nabi mencabutnya dan membuangnya. Nabi kemudian bersabda: “Salah seorang dari kalian memakai bara api di tangannya.” Kemudian dikatakan kepada laki-laki itu setelah Rasulullah SAW pergi, “Ambillah cincinmu dan ambil manfaat darinya!” Ia berkata “Tidak, demi Allah. Aku tidak akan pernah mengambil sesuatu yang telah dibuang oleh Rasulullah SAW.” (H.R Muslim).
Hadits tersebut sempat dikutip KH. Ubaidillah Umar untuk mengambil ibarat atas pengurus MWC yang melanggar rekomendasi PCNU. “
Ali-ali (cincin) emas dibuang Nabi saja tidak diambil lagi oleh para sahabat. Karena mereka semua
manut Kanjeng Nabi,” simpulnya. (abd)