Menu

Mode Gelap
Mantan Rektor UNISNU Dr. Sa’dullah Tutup Usia, Sang Lentera Filsuf Santri Rayakan Harlah ke-79, Muslimat NUYPM NU Cabang Jepara Gelar Gebyar Lomba PAUD dan TPQ Bingung?? Mana Dulu, Aqiqah atau Kurban Dulu, Atau Bersamaan dengan Satu Kambing? PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan, Kini Lebih Modern Pengurus Ranting NU Lebak Resmi Dilantik, Komitmen Khidmah lanjutkan Perjuangan

Kabar · 2 Jun 2025 15:58 WIB ·

Mantan Rektor UNISNU Dr. Sa’dullah Tutup Usia, Sang Lentera Filsuf Santri


 Mantan Rektor UNISNU Dr. Sa’dullah Tutup Usia, Sang Lentera Filsuf Santri Perbesar

nujepara.or.id – Beliau dikenal dengan nama Dr. KH. Sa’dullah Assa’idi, Rektor UNISNU Jepara periode 2016-2024 ini lahir di Jember pada 17 Januari 1956.

Perjuangannya dalam membangun pendidikan tinggi NU di Jepara, mengakar hingga kita rasakan sampai sekarang. Seorang santri tulen yang kelak menjadi arsitek keilmuan dan pejuang intelektualitas kampus Nahdlatul Ulama di Jepara.

Ia adalah tokoh yang turut membidani lahirnya INISNU, yang sekarang kita kenal sebagai UNISNU Jepara. Beliau juga merupakan ketua Panitia Pendiri PTNU dengan nama Institut Islam NU (INISNU) Jepara di era 90-an.

Beliau merupakan salah satu perintis pendirian INISNU JEPARA dan penyusun serta penyaji makalah berjudul “Perintisan Pendirian Perguruan Tinggi NU”, yang disusun pada Desember 1987, dan menjadi naskah akademik dalam pendirian perguruan tinggi INISNU JEPARA.

Sebagai Ketua Panitia Pendiri INISNU, Kyai Sa’dullah memainkan peran kunci dalam menata fondasi kampus. Resmi beroperasi awal pada 1 Juli 1989, langkah demi langkah INISNU terus dijalankannya sesuai petunjuk YAPTINU.

Tak sekadar nama yang dicatat dalam dokumen, beliau hadir dengan seluruh energi dan dedikasinya. Tugas-tugas administratif, konseptual, bahkan spiritual ia lakoni secara bersamaan.

Sebuah model pemimpin pendidikan NU yang tidak hanya memimpin dari podium, tetapi juga dari surau, ruang kuliah, dan lorong-lorong mahasiswa. Silaturahmi dengan para kyai-kyai pun tak terlewatkannya, misalnya saja Almaghfurlah KH. Abdullah Salam hingga KH. Sahal Mahfudz Kajen.

Perjalanan beliau di INISNU tak berhenti di titik pendirian. Ia sempat memegang jabatan strategis sebagai Kepala Biro UKKA pada 1990-1992, Pembantu Rektor II tahun 2007-2011, Wakil Rektor I UNISNU 2013-2016, dan akhirnya dipercaya memimpin sebagai Rektor UNISNU Jepara selama dua periode berturut-turut, yaitu 2016-2020 dan 2020-2024.

Kiprah yang utuh dari fondasi hingga puncak, dari gagasan hingga pengelolaan. Bahkan ia sempat menggaet mantan Bupati Jepara H. Hendro Martojo sebagai Wakil Rektor 2 dalam mengelola UNISNU lebih profesional.

Namun, sejarah bukanlah jalur lurus. Kyai Sa’dullah sempat tidak terlalu intens di kampus Jepara di sekitaran 2000–2006. Justru pada masa itu, ia menjalankan amanah intelektual lain. Membantu memimpin STAIN Kudus sebagai Wakil Ketua III bidang kemahasiswaan mendampingi Prof. Dr. Muslim A. Kadir.

Inilah fase di mana Kyai Sa’dullah membuktikan kepeduliannya terhadap dunia aktivisme mahasiswa. Bukan hanya sebagai slogan, melainkan sebagai ruang kaderisasi nilai dan akal.

Bagi para aktivis mahasiswa di Kudus dan Jepara era 2000-an, nama Kyai Sa’dullah identik dengan pertemuan penuh makna, baik di ruang resmi maupun di beranda rumahnya, antara lain di Mejobo Kudus dan Batealit Jepara.

Tak jarang tensi kritik mahasiswa dipeluk dengan kehangatan dialog dan jamuan khas santri. Kehangatan silaturrahim dan prinsip bahwa kampus adalah ruang adab dan akal sehat selalu ia tanamkan kepada siapapun dikampus.

Ada satu kalimat beliau yang tak lekang di ingatan: “Dinamika kampus harus dibangun berdasarkan intelektual aktivis, namun hubungan dosen dan mahasiswa ciptakanlah seperti hubungan santri dan kyai.”

Ini bukan retorika belaka, ini adalah napas yang menghidupi setiap pertemuan, setiap pengkaderan, setiap keputusan kebijakan. Ia bukan sekadar birokrat kampus. Ia adalah guru. Bagi beliau, pendidikan tak berhenti di skripsi atau gelar, tapi harus menjadi jalan seumur hidup.

Kyai Sa’dullah adalah santri sejati, sebelum menjadi akademisi dan birokrat. Ia menimba ilmu di Pondok Pesantren Darul Ulum dan Bahrul Ulum Jombang. Ia mengkhatamkan keilmuan Qur’an dan Hadits di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Santri sekaligus sarjana. Tradisi sekaligus modernitas. Sebuah jembatan epistemologis yang kokoh dalam dirinya. Bahkan integrasi pendidikan filsafat di pesantren menjadi sangat relevan agar dapat melahirkan santri yang tidak hanya religius, tetapi juga pemikir kritis dan inovatif.

Dalam tubuhnya mengalir keikhlasan seorang santri, namun pikirannya bekerja laksana manajer kampus yang progresif. Di tangannya, kampus NU Jepara tidak sekadar menjadi lembaga pendidikan, tetapi menjadi rumah tumbuhnya intelektual muda NU.

Satu per satu kader muda didorong menempuh beasiswa, publikasi, dan forum ilmiah. Ia meletakkan batu pertama bagi lahirnya ekosistem ulama intelektual Jepara.

Tak sedikit alumni INISNU dan UNISNU yang kini menjadi dosen-dosen muda, peneliti, birokrat, hingga aktivis nasional. Jejaring intelektual muda NU di Jepara, yang belakangan mulai diperhitungkan secara nasional, tak bisa dilepaskan dari sumbangsih struktur dan kultur yang ditanam Kyai Sa’dullah sejak dekade 1980-an.

Sebagai Ketua Bidang Akademik YAPTINU (2011–2013), dan sebelumnya Sekretaris II Yayasan INISNU (1988–1995), beliau mengerti betul bahwa sebuah kampus NU tidak akan besar hanya dengan bangunan megah dan kurikulum modern, melainkan harus ditopang oleh niat tulus dan kerja kader yang serius.

Peran penting beliau beberapa dekade akhir ini pun tak sembarangan, terlibat langsung dalam pengusulan Pahlawan Nasional Ratu Kalinyamat. Bahkan masih aktif membersamai majelis IKA PMII dalam beberapa kesempatan, almamater “aktivisnya” kala muda.

Dalam diam, beliau juga sering membantu kader muda untuk melanjutkan studi dengan mencari jalan, mencarikan pintu.

Ia bukan pemimpin flamboyan. Ia lebih menyerupai pelita di gang-gang sunyi. Tidak selalu terang, tapi cukup memberi arah. Tidak mencolok, tapi selalu hadir. Ketika kami para mantan mahasiswa mencoba menelusuri jejak-jejaknya, yang kami temukan bukan pamflet atau piagam, melainkan cerita, pertemuan, dan pengaruh yang senyap namun kuat.

Wafatnya Kyai Sa’dullah bukan sekadar kehilangan bagi keluarga besar UNISNU Jepara. Ini kehilangan seorang figur jembatan, antara pesantren dan kampus, antara dosen dan mahasiswa, antara generasi pendiri dan kader penerus. Beliau telah menunaikan tugasnya dengan tenang dan penuh kesungguhan.

Kini, ketika kami berdiri di hadapan UNISNU yang terus tumbuh, kami tahu bahwa ada tangan, ada hati, dan ada doa Kyai Sa’dullah di setiap temboknya. Ia mungkin telah pergi, namun kami adalah saksinya bahwa nyala itu akan kami jaga, seperti ia pernah menjaga kami. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Artikel ini telah dibaca 3 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Rayakan Harlah ke-79, Muslimat NUYPM NU Cabang Jepara Gelar Gebyar Lomba PAUD dan TPQ

1 Juni 2025 - 12:15 WIB

Salah seorang peserta lomba vocal anak Muslimat NU menunjukkan kemampuan terbaiknya saat kegiatan Lomba PAUD dan TPQ yang digelar YPMNU Cabang Jepara, Sabtu (31/5/2025).

PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan, Kini Lebih Modern

31 Mei 2025 - 12:17 WIB

Pengurus Ranting NU Lebak Resmi Dilantik, Komitmen Khidmah lanjutkan Perjuangan

27 Mei 2025 - 22:20 WIB

Buka Peluang Kemitraan, KBRI Riyadh Jalin Kerjasama dengan UNISNU di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

27 Mei 2025 - 22:11 WIB

LOGIKA-SUFI BILANG: “IQTIFAAN-BIL-JATMAN NU!” 

13 Mei 2025 - 06:31 WIB

JATMAN

Enterpreneurship, Dari Musala ke Marketplace, Kiprah GP Ansor Mendorong UMKM Naik Kelas

13 Mei 2025 - 06:04 WIB

Ansor Jepara
Trending di Headline