Menu

Mode Gelap
Pesan dari Bandungharjo untuk Jepara: Pertebal Cinta Tanah Air Lewat Kirab Merah Putih, Malam Hari Langitkan Doa untuk Bangsa Bersama Habib Umar Muthohar dan Gus Muwafiq Lakpesdam PCNU Gandeng UNISNU Lakukan Riset Dampak Industrialisasi di Jepara Koreksi Master Kalender 2024, Lembaga Falakiyah NU Jepara Pastikan Sesuai Perhitungan Siswi MA Nahdlatul Ulama Tengguli Sabet Harapan 2 Ajang Lomba Esai Se-Jateng dan DIY Garam : “Misi Suci” Yang Sering Terkapitalisasi!

Kyaiku · 21 Apr 2022 16:58 WIB ·

Mengenal Ronggowarsito, Pujangga Besar Tanah Jawa : Ternyata Santri Kiai Hasan Besari


 Ilustrasi salah satu serat karya Ronggowarsito (dok.langgar.co) Perbesar

Ilustrasi salah satu serat karya Ronggowarsito (dok.langgar.co)

Oleh : Murtadho Hadi

nujepara.or.id – Sang Pujangga besar tanah Jawa, Ronggowasito. Siapa yang tidak mengenal dia. Pujangga Kasunanan Surakarta yang hidup pada tahun 1802-1873  ini ternyata adalah seorang santri dari Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari Ponorogo.

Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari merupakan pendiri pesantren Gebang Tinatar atau Tegalsari. Pesantren ini berada di di Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis, Ponorogo. Beliau melahirkan tokoh-tokoh besar di Nusantara. pertama Pakubuwana II, Sultan Kartasura yang berkancah dalam dunia politik. Kedua, H.O.S Cokroaminoto, tokoh pergerakan nasional pendiri Sarikat Islam, dan ketiga adalah Bagus Burhan atau Raden Ngabehi Ronggowarsito, sastrawan Jawa yang menciptakan kidung Zaman Edan.

Ronggowarsito dikenal sebagai pujangga keraton terakhir karena setelah itu, tidak ada pujangga yang mampu menyamai dirinya. Melalui karya-karyanya kita menjadi tahu bawa Ronggowarsito memberi perhatian lebih pada kajian tasawuf.

Ronggowarsito menulis Serat Wirid Hidayat Jati atau ajaran tentang “Martabat Tujuh” dalam kajian tasawuf. Karya lain Ronggowarsito adalah Suluk Sukma Lelana dan Maklumat Jati. Semua karya-karyanya mengajarkan tentang kesadaran seorang hamba untuk mencapai “wushul” atau maqom “qurb” (kedekatan) dan keakraban dengan Tuhan.

Bahkan menjelang wafatnya Ronggowarsito pun sempat menulis Serat Kalatida yang berisi uraian mendalam tentang “mengenali tanda-tanda zaman” dan pentingnya “tanggap ing Sasmito” (tanggap memahami gejala jangan sampai tertipu oleh kehidupan dunia yang semu, mengedepankan kearifan dan tetap mawas diri)

Kewaspadaan itu ditunjukkan melalui haliah zaman yang dianalisa Ronggowarsito, yang kemudian disebutnya sebagi zaman edan atau “zaman Kalabendu” di mana akhlak manusia mengalami degradasi. Halal-haram tidak lagi menjadi pertimbangan, manusia lebih suka menjadi “cecunguk-cecunguk” yang mendekati pos-pos kekuasaan dengan merendahkan martabat: menjual iman dan agama demi tahta (hubbur-riyasah) dan demi uang (hubbul-mal).

Pernyataan Ronggowarsito yang begitu terkenal dalam mengapresiasi zamannya adalah:

Amenangi zaman edan

Yen ora Melu edan

 ora keduman.

Ati tansah nelangsa!

Ananging dilalah kersane Allah

Sak beja-bejane wong kang lali

Isih Bejo wong kang eling lan waspada.

Yang kira-kira padanan bahasa Indonesianya sebagai berikut:

Menyaksikan zaman edan

Ketika tidak larut dalam kegilaan

Tak mungkinlah bisa mencecap kenikmatan

Maka hati jadi remuk-susah

Namun karena semata Rohmat yang kuasa

(Semata irodah Allah!)

Seberuntung nya orang yang pelupa

Masih beruntung orang yang tetap ingat dan waspada.

Sebelum itu, masa-masa santri Ronggowarsito kerap sekali diwarnai “kenakalan” karena Ronggowarsito (si anak bandel ini) lebih suka keluar pondok dan berkumpul dengan kaum abangan, suka berjam-jam nonton wayang dan seni pertunjukan.

Sehingga Kiai Hasan Besari sendiri yang sering menyusul santri bandelnya itu nyangkut di rumah-rumah penduduk. Akan tetapi dengan telaten Kiai Hasan Besari senantiasa mengajar ngaji dan menggembleng karakter muridnya. Sehingga kenakalan pada masa-masa kecil seseorang tidak selalu menjadi cerminan ketika dewasa.

Pada masa-masa terakhir hidupnya, Ronggowarsito memilih jalan Zuhud, dan tasawuf bukanlah hanya sekedar wacana dan retorika, melainkan jalan untuk berakrab-akrab dengan Allah; menuju inkisyaf dan makrifat yang Kamal.

( Murtadho Hadi, Sastrawan dan Budayawan. Wakil Ketua LTN PCNU Jepara)

Artikel ini telah dibaca 283 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kisah Aktivis NU yang Ditemui Mbah Hasyim Asy’ari

27 Juli 2023 - 08:32 WIB

Anekdot Sufi Kiai Ihsan: Digoda Satu Lafaz, Kehilangan Empat Istri

9 Juni 2023 - 14:06 WIB

Kisah Syekh Ihsan Al-Jampesi, Pengarang Kitab Sirojut Tholibin yang Menolak Tawaran Raja Mesir untuk Mengajar di Al-Azhar

23 Mei 2023 - 01:05 WIB

Ketika K.H.R Asnawi Kudus Berwasiat untuk Tidak Membanggakan Nasab

20 Mei 2023 - 01:03 WIB

Harlah 92 dan Haul Masyayih Masalikil Huda, Bakal Hadirkan Rais Aam PBNU

10 Mei 2023 - 06:17 WIB

Kyai Zahid Arafat, Ulama Organisatoris dan Sang Singa Podium

5 Mei 2023 - 02:44 WIB

Trending di Islam Nusantara
%d blogger menyukai ini: