Oleh Kiai Hisyam Zamroni*
nujepara.or.id – Semua mahluk yang ada di bumi dan langit khususnya manusia diciptakan oleh Gusti Allah SWT, maka disebut “hamba”. Kehambaan manusia di hadapan Gusti Allah SWT termaktub indah di dalam al Qur’an; “Wama Kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun.”
Kedudukan sebagai “abd” memiliki nilai dasar bahwa hakekat manusia adalah diadakan atau diciptakan sehingga manusia “ta’alluq” tergantung secara penuh kepada Yang Mengadakan atau Yang Menciptakan.
Konsekuensinya manusia memiliki kewajiban “mengabdi” atau “tunduk” kepada “Yang Menciptakan” yaitu tunduk dan patuh sepenuh hati kepada Gusti Allah SWT. Proses “ketundukan” ini dimanifestasikan dengan yang disebut “ibadah” yaitu proses “perjumpaan” yang intens antara manusia sebagai hamba dengan Gusti Allah SWT.
Namun seringkali kita melihat, kedudukan sebagai “hamba” tanpa sadar justru menjelma menjadi “macak” menjadi Gusti Allah SWT. Yaitu dengan menyatakan diri “agen” bahkan “menempati kedudukannya” Gusti Allah SWT dengan menafikan orang lain.
Atau juga dengan “mengkapling surga” yaitu tempat yang dijanjikan oleh Gusti Allah SWT untuk hamba yang muttaqin. Namun justru malah dikapling untuk dirinya atau kelompoknya. Sedang kelompok lain yang dianggap berseberangan dengan dirinya “dikapling” masuk neraka.
Kondisi “macak” menjadi Gusti Allah sangat tidak pantas dilakukan seorang hamba. Bahkan mestinya kehambaan kita haruslah total; tiada yang patut disembah kecuali Gusti Allah SWT.
Semoga kita menjadi hamba yang betul-betul menghamba secara total di hadapan Gusti Allah SWT. Aamiin Aamiin Aamiin
*Sekretaris Pengurus Syu’biyah Jatman Jepara