Oleh Kiai Hisyam Zamroni*
nujepara.or.id – Sumpah pemuda adalah tonggak pergerakan kebangsaan Indonesia. Kebulatan tekad bertanah air, berbahasa dan berbangsa merupakan awal komitmen dan kesadaran pemuda Indonesia tentang pentingnya nasionalisme setelah ratusan tahun dijajah kolonialisme barat.
Nasionalisme yang digelorakan pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 menggugah kesadaran seluruh elemen masyarakat bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah sesuatu yang urgen atas dasar realitas perjuangan para pejuang yang gigih melawan penjajah.
Konsekuensinya Sumpah Pemuda merupakan “strategi baru” perlawanan terhadap kolonialisme yaitu dari perlawanan yang bersifat “lokal dan personal” bergeser menjadi perlawanan yang bersifat “sistemik strategik” kebangsaan. Perubahan strategi ini akhirnya “berbuah manis” dengan dideklarasikannya Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Penggalan sejarah di atas, memberikan inspirasi “heroik” terhadap pemuda Indonesia yang akan terus bergerak dari satu zaman ke zaman yang berbeda, dengan tantangan dan peluang yang juga berbeda.
Pertanyaannya adalah Now, where are you going young Indonesian? Pergeseran zaman membutuhkan pemaknaan dan pemahaman yang cerdas dan teliti. Pergulatan pemuda zaman kolonial menemukan strategi perjuangan melawan penjajah yang tentu berbeda pembacaannya dengan realitas tantangan dan harapan pemuda di zaman milenial.
Tantangan dan harapan pemuda zaman milenial sekarang ini membutuhkan “kecerdasan teknologi informasi” melalui media sosial. Media sosial merubah konstelasi filosofis yang semula “aku berfikir maka aku ada” menjadi “aku bermedsos maka aku ada”.
Tantangan sekaligus harapan pemuda di bidang teknologi informasi adalah niscaya sehingga pemuda harus mampu menguasai teknologi informasi dengan varian aplikasi yang beragam. Atau bahkan justru pemuda mampu menciptakan aplikasi teknologi informasi yang dapat digunakan dan diakses oleh masyarakat indonesia bahkan masyarakat global.
Perkembangan laju teknologi informasi melalui media sosial harus dijadikan “arah baru” perjuangan pemuda milenial. Media sosial sekarang ini tidak hanya menyuguhkan “hiburan” belaka, akan tetapi justru lebih dari itu yaitu menyuguhkan perkembangan ilmu pengetahuan, bisnis ekonomi, politik, budaya bahkan pada titik “liarnya” mampu menjadi sarana “ghozwul fikri” baik personal, kelompok bahkan negara bangsa yang menembus lintas agama dan budaya.
Konsekuensinya, pemuda harus mampu menguasai teknologi informasi modern dan cerdas memanfaatkannya untuk kemaslahatan manusia dan mencegah kerusakan dunia. Dampak negatif medsos yang salah satunya adalah menciptakan “ghozwul fikri” melalui dunia medsos yaitu berupa peperangan pola fikir, perilaku, budaya, politik, ekonomi, antar negara bangsa bahkan intern dan ekstern beragama melalui cara cara yang “liar” seperti penyebaran hoaxs, fitnah, dan lain lain .
Oleh karena itu, pemuda memiliki peran yang signifikan dalam mencegah peperangan “maya” ini sebagai sebuah “ijtihad baru” dalam memerangi kolonialisme baru di media sosial melalui konten-konten yang edukatif, santun dan inspiratif.
Pergeseran makna dan peran pemuda dari zaman ke zaman di atas, merupakan konstruksi pemahaman yang terus menerus up date dari kata indah : Subbanul yaum rijalul ghod yaitu pemuda hari ini adalah generasi baru yang “akan menjadi” pemimpin masa depan baik pemimpin negara, ekonomi maupun agama.
Pemuda Indonesia adalah kita, yang terus menerus berevolusi dan bergerak menjadi pemuda pelopor menuju tatanan baru Indonesia dan dunia.
Selamat Hari Sumpah Pemuda tahun 2022
*Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Jepara