nujepara.or.id – Saat bergegas sowan Mbah Mutamakkin dari Jepara lewat alas Keling ngampiri (menghampiri, red.) Mbah Modin Ahmadi Balong, riuhnya jalan raya, banyak mobil berduyun-duyun dengan tujuan yang sama. Sowan/ ziarah Mbah Mutamakkin Kajen.
Sambil menyetir mobil, sejenak saya berpikir bahwa ramainya para penziarah ke Mbah Mutamakkin karena ada relasi yang turun-temurun antara guru dan santri.
Para penziarah generasi awal adalah santri Mbah Mutamakkin yang kemudian mewarsikan kepada anak cucunya untuk mengaji di Kajen. Santri menjelma menjadi seorang kiai yang kemudian menuturkan tentang Mbah Mutamakkin dan mengajaknya untuk berziarah setiap waktu dan setiap moment.
Mata rantai relasi guru dan murid ini berlanjut dari abad akhir ke-17 hingga sekarang bahkan sampai hari kiamat kelak..
Reproduksi santri ini tidak hanya memproduksi para peziarah tapi yang lebih mengesankan adalah memproduksi ilmu-ilmu keislaman yang berkualitas dan berjejaring seantero dunia.
Jejaring keilmuan Kajen ini menarik untuk dijadikan bahan kajian pengembangan ilmu-ilmu keislaman yang terus berreproduksi dari waktu ke waktu dengan beragam corak pemikiran santri Kajen yang tentunya beragam corak pemikiran dan model dakwah yang dikembangkan oleh santri Kajen sesuai dengan realitas kehidupan yang dihadapi di daerahnya masing masing baik di pelosok-pelosok desa maupun di kota-kota metropolitan bahkan sampai ke luar negeri.
Dari sana lah kita melihat “Oase Mbah Mutamakkin Kajen” menetes terus ke mana mana atau trikle down yang sering kita sebut “barakah”.
Keberkahan Mbah Mutamakkin adalah menetesnya ilmu-ilmu keislaman yang ditanamkan kepada santri-santri beliau yang tetesan alirannya indah bercahaya menerangi jagad raya.
Semoga kita mendapatkan keberkahan dari Mbah Mutamakkin Kajen dan kita, anak cucu kita mampu meneruskan perjuangan beliau fiddiniy waddun-ya wal akhirah. Amin, Amin, Amin. (*)