Menu

Mode Gelap
Peduli Hutan Muria, Ratusan Siswa MTs dan MA Safinatul Huda Ikuti Matsama Bareng Perhutani NU Sorong Papua Kirimkan Santri ke Jepara, Salah Satunya Kuliah di UNISNU Dimakamkan di Mayong, Ini Kisah Raden Ayu Mas Semangkin Sang Senopati Perang Lereng Muria Rayakan 1 Muharram, NU Ranting Bulungan Gelar Doa Bersama Pawai Obor Warga NU Desa Bawu Sambut Tahun Baru 1446 Hijriyah, Momentum Perkuat Semangat Hijrah ke Arah Kebaikan

Headline · 7 Jun 2024 11:08 WIB ·

The Root of The Peak dalam Konsep Keilmuan


 The Root of The Peak dalam Konsep Keilmuan Perbesar

Oleh Rifka Nafilatun Nafichah*

nujepara.or.id – Kedalaman makna akan suatu hal tidak pernah tersentuh melalui interpretasi yang dangkal. Dalam konteks kebendaan terdapat sebuah keistimewaan dan keindahan di setiap hal terkecil dari benda tersebut. Dalam konteks peristiwa terdapat sebuah sense yang disebut sebagai momentum, adapun momen itu tidak akan tersentuh tanpa kedalaman dan keluasan cara pandang. Sejauh ini, apa yang kita kerjakan pada hakikatnya adalah belajar, baik itu belajar secara teoretis maupun belajar secara praktis.

Aktivitas belajar ini yang menjadi privillage bagi entitas yang disebut manusia, karena tidak semua makhluk dianugerahi akal dan pikiran. Akan tetapi, banyak orang belajar sebatas memperkaya dan mendalami ilmu, tidak banyak yang menyadari betapa indah dan romantisnya Penghayatan akan Ilmu.

Kepada siapa saja yang sudah mampu menghayati ilmu pengetahuan, bersyukurlah, karena Tuhan menghadirkan kenikmatan dalam proses mempelajari kehidupan. Pribadinya akan selalu menyukai ilmu pengetahuan dan pengembangannya. Adapun pribadi yang kental akan ilmu, akan kuat dalam keimanan, ketaqwaan, adab, etika dan lain sebagainya.

Fundamentalnya Ilmu Pengetahuan

Manusia tanpa ilmu adalah kekosongan, keilmuan tanpa kemanusiaan adalah kecelakaan. Manusia dan ilmu adalah dua komponen yang inheren dan saling menghidupi. Bagaimana suatu Ilmu menjadi akar kesadaran manusia sebagai seorang makhluk. Bagaimana suatu ilmu memberikan pemaknaan akan perjalanan manusia sebagai makhluk Tuhan. Bagaimana suatu ilmu memberikan penerangan akan Ketauhidan. Hingga, bagaimana suatu ilmu menanamkan keberanian akan kebebasan. Peranan ilmu teramat vital mengantarkan manusia dari ketidaktahuan (jahiliyah) menuju kemajuan peradaban.

Ilmu juga tidak terbatas pada sumber teoretis, banyak dari kita yang merasa belum seutuhnya belajar sebelum memperoleh pemahaman dogmatis dari kurikulum pembelajaran. Sejatinya, ilmu adalah semua yang memahamkan kita dan diperoleh melalui perantara panca indra manapun. Kita dapat belajar dengan hanya melihat peristiwa menggunakan mata kita. Kita juga bisa belajar dengan mendengarkan apa-apa saja yang berdenging melalui pendengaran kita. Kita juga bisa belajar dari perasaan yang melingkupi nurani kita.

Keilmuan memiliki suatu tahapan (Stage of Knowledge) yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib, terdiri dari tiga tahapan mencakup:

Pertama, ketika mengetahui suatu ilmu maka ia akan sombong, tahapan pertama ini merupakan fitrahnya manusia sebagai makhluk yang sangat rentan akan kesombongan. Menariknya, fenomena hari ini memberikan sayatan tipis antara kesombongan dengan personal branding.

Kedua, ketika memahami suatu ilmu ia akan tawadhu’, orang-orang pada tahapan ini akan menjadi rendah hati karena menyadari bahwa keilmuan yang dimilikinya belumlah apa-apa. Mereka mulai menyadari keterbatasan dan menyadari adab-adab memperlakukan ilmu sebelum menjadi celaka bagi dirinya.

Ketiga, ketika ia menguasai suatu ilmu maka ia akan sadar bahwa dirinya tidak mengetahui apa-apa, tahapan ini adalah tahapan puncak yang menyadarkan manusia akan luasnya ilmu pengetahuan. Sehingga pengetahuannya menerangkan kepada betapa banyaknya ilmu yang belum ia ketahui.

Irisan Ilmu Pengetahuan dan Nafsu Duniawi

Disabdakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam Surah Al Mujadilah ayat 11 bahwa “Allah akan meninggikan orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Artinya, derajat dan kemuliaan adalah ganjaran bagi orang-orang yang berilmu.

Akan tetapi, fitrahnya manusia yang tidak luput dari kecacatan pikiran dan tindakan sehingga membuatnya rentan terjerumus dalam lingkaran nafsu duniawi. Tahap pertama dalam perjalanan keilmuan seseorang adalah tahap paling rentan untuk mengalami cidera dalam mencari ilmu.

Ketika kita sudah merasa mendapatkan ilmu dan merasa lebih pandai dari manusia yang lain, kita merasa memiliki cukup kapasitas untuk menjadi mulia. Pada saat inilah manusia mendeklarasikan dirinya sebagai manusia berilmu yang mulia. Bahkan semua manusia harus tahu dan mengenal figur berilmu itu, karena dialah yang akan menjadi penyelamat atas segala masalah keseharian.

Pada saat itu pula, kesombongannya hendak menyaingi kuasa Hyang Agung. Kesombongan yang dibina akan semakin berbahaya di kemudian hari. Ingatlah, bahwa untuk menjadi pribadi Fir’aun berawal dari kesombongan kecil yang beri kesempatan bertumbuh.

Bukan hanya kesombongan yang menodai perjalanan keilmuan, namun juga perasaan “sudah berilmu” dapat menjadi celaka bagi musafir ilmu. Banyak orang yang belum sempurna belajarnya merasa utuh keilmuannya. Mereka tampak menthes sehingga memegang amanah-amanah besar dalam kehidupan masyarakat hingga kehidupan wathon.

Kita dapat mengamati bahwa fenomena kehidupan hari ini yang selalu ganjil lantaran pincangnya keilmuan manusia. Salah satu yang kongkrit adalah hukum Indonesia yang tidak pernah berdiri tegak dan tidak pernah adil. Label “tajam ke bawah, tumpul ke atas” selalu konsisten menggambarkan fenomena penegakan hukum di Indonesia. Apabila kita telaah akar masalah kenapa hukum Indonesia tidak pernah sampai kepada kesejahteraan rakyat, dilatarbelakangi oleh kecacatan dari akar. Kiranya skemanya seperti berikut:

Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan yang hendak dicapai, adapun pencapaiannya membutuhkan peran pemerintah sebagai motivator, dinamisator dan stabilisator melalui fungsi-fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Peran pemerintah didukung dengan hukum sebagai landasan dan konstitusi sebagai penggerak penyelenggaraan negara sekaligus membatasi kesewenangannya.

Adapun kerangka hukum dan konstitusi itu dilahirkan dari kebijaksanaan ilmu. Oleh karenanya, alasan mengapa hukum dan konstitusi kita pincang adalah karena cacatnya keilmuan aktor-aktor dalam penegakan hukum dan konstitusi di Indonesia.

Perlu dipahami bahwa terdapat perbedaan makna antara “kecacatan ilmu” dengan “kecacatan keilmuan”. Sampai kapanpun ilmu itu sempurna, sehingga tidak ada istilah “kecacatan ilmu”. Adapun keilmuan adalah bagaimana manusia sebagai subyek yang menginterpretasikan ilmunya dalam kehidupan, “kecacatan keilmuan” sangat mungkin terjadi karena kesalahan manusia dalam menggunakan ilmu yang dimilikinya.

Untuk itu, “From the river to the sea, everything must clear from the root to the peak”. Artinya segala fenomena ganjil yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari harus diselesaikan secara holistik dari akarnya. Adapun akar dari segala hal adalah ilmu. Namun, bukan bermakna ilmunya yang ganjil, karena pada hakikatnya segala ilmu itu sempurna. Keganjilan itu ada pada pribadi manusianya.

Luasnya Samudera Ilmu

Ilmu menjadi perwujudkan abstrak yang memberi nyawa dalam kehidupan manusia. Keberadaannya tidak terbatas dan melintasi ruang-waktu. Sebuah ketidakniscyaan bagi manusia untuk menguasai segala ilmu karena terbatasnya kemampuan, dimensi waktu dan beragam limitasi lainnya sebagai seorang makhluk.

Limitasi penguasaan ilmu ini seharusnya tidak membuat manusia berhenti menjadi musafir ilmu. Karena dengan memahami ilmu tumbuhlah kebijaksanaan dan kesempurnaan menjadi makhluk Tuhan. Untuk mencapai titik kenikmatan dalam menggali ilmu, bukalah cara pandang yang lebih dalam dan luas, bukan sekadar mencari ilmu namun juga menghayati ilmu.

Dengan demikian, filosofi dari belajar ilmu pengetahuan akan sampai pada pemahaman kita dan menjadi pondasi yang kokoh bagi kita untuk mengimplementasikan keilmuan sesuai dengan arahan Gusti Sang Pencipta.

Ditulis di atas Bumi Ungaran, Semarang

*Penulis:
Rifka Nafilatun Nafichah, Mahasiswi Administrasi Publik Undip

Artikel ini telah dibaca 10 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Awal Muharram 1446 H Berbeda

8 Juli 2024 - 11:28 WIB

Ngaji Kifayatul Atqiya’: Hubungan Tarekat dan Syariat, Ini Penjelasannya

6 Juli 2024 - 10:13 WIB

Kunjungan PCNU ke UNISNU Jepara, Bahas Wacana Kerjasama Kedua Belah Pihak

3 Juli 2024 - 20:00 WIB

PAC Ansor Kecamatan Tahunan dan PR Ansor Mantingan Resmi Dilantik

27 Juni 2024 - 11:36 WIB

PC Fatayat NU, Perempuan-perempuan Tangguh Dibalik Pembangunan RSU Aseh Jepara

21 Juni 2024 - 20:31 WIB

Forum Lingkar Diskusi Nilai Hijrah (Li Dinihi): Mencari Sosok Pemimpin Jepara

21 Juni 2024 - 20:02 WIB

Trending di Headline