Menu

Mode Gelap
Mahasiswa PAI UNISNU ikuti Kuliah Komparasi Aswaja Komunitas Muslim di Negeri Beruang Merah, bareng Dr. Amy dari PCINU Federasi Rusia Tanggap Bencana, PCNU Jepara Gelar Rakor, Jalin Sinergi dengan Pemerintah dan Elemen Lainnya Belajar dari Kasus Gus Miftah : Dakwah Harus Mengutamakan Akhlak Arafani, Mahasiswi UNISNU Sabet Prestasi di Lomba Esai Hari Santri Lakpesdam PWNU Jateng Pengajian Umum Gus Muwafiq, Sedekah Bumi Desa Tanjung Jepara

Esai · 30 Apr 2022 07:18 WIB ·

Mudik dan Pemberdayaan Desa


 Mudik dan Pemberdayaan Desa Perbesar

nujepara.or.id-Mudik merupakan sebuah fenomena unik yang mungkin hanya terjadi di Indonesia dalam menyambut hari raya idul fitri. Sebuah aktivitas kembali ke kampung halaman setelah sekian lama berada di daerah perantauan. Tentu tidak ada yang dapat menjawab secara pasti siapa yang memulai atau sejak kapan tradisi mudik berkembang, yang jelas mudik adalah warisan luhur budaya bangsa Indonesia.

Kewajiban mudik menjadi spirit perjuangan dari masyarakat rantau perkotaan untuk mengenang kembali daerah asal yang telah ditinggalkan. Itulah pedesaan, suatu wilayah yang masih mengentalkan kearifan lokal dan kekerabatan masyarakatnya. Bahkan adanya persepsi kewajiban, para perantau yang melakukan mudik rela berdesak-desakan, mengantri tiket, atau menguras seisi tabungan tahunan hanya untuk mudik.

Mudik adalah simbol jihad masyarakat di semua kalangan karena memiliki legitimasi teologis tasawuf. Sebagaimana Islam Indonesia yang dikembangkan oleh para Walisanga dengan nuansa sufistik, mudik dijadikan momentum budaya dan agama sebagai upaya pengerahan totalitas seseorang untuk melakukan transformasi individu dan sosial. Tampilan budaya tersebut dibalut dalam anjuran menjalin silaturrahim dan konsolidasi masyarakat untuk membangun wilayahnya, yaitu desa.

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), masyarakat Indonesia adalah masyarakat tradisional yang berada di desa. Desa sendiri menunjuk pada suatu wilayah yang di dalamnya terdapat sumber-sumber produksi dan memiliki tata kelola yang diikat oleh aturan main setempat dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan. Oleh karena itu, desa sesungguhnya adalah suatu “negara kecil” yang bersifat otonom dan kemudian mengintegrasikan diri dalam negara integral bernama Indonesia.

Namun dalam perjalanan proses pembangunan selama ini, hak pengelolaan desa atas sumber daya yang ada di dalamnya sudah tercerabut dengan adanya model sentralisasi kekuasaan. Desa yang di zaman kerajaan memiliki kewenangan penuh atas pengelolaan sumber produksi dan sumber-sumber lainnya, di masa sekarang justru menjadi obyek pembangunan dari lembaga pemerintahan di atasnya dengan model sentralisasi.

Di sinilah mudik memiliki korelasi positif untuk mengawal pemberdayaan desa melalui forum silaturrahim. Pemudik tentu juga akan merasakan bahwa mudik adalah suatu kewajiban untuk menunjukkan rasa terima kasih atas perjalanan hidup yang selama ini telah dijalani, setidaknya introspeksi selama setahun berjalan. Mudik bukan sekadar bertemu keluarga, sahabat, dan kampung halaman, tetapi upaya mengingat asal mendapatkan kehidupan. Makna transformasi mudik tersebut pada akhirnya mempertegas eksistensi Tanah Air, daerah tempat lahir, atau mengenang kembali ”ibu bumi”.

Kecintaan kepada tempat lahir atau daerah asal seringkali menjadi pemicu konflik sosial. Namun, dalam dakwah Wali Sanga konsepsi terbuka tentang ”ibu bumi” dikembangkan menjadi rumusan ”cinta Tanah Air sebagai bagian dari iman”. Dalam konsep ini, kecintaan kepada daerah dan bangsa dimanifestasikan sebagai etos dan kekuatan yang akan saling menguatkan. Georger De Vos (1975) melukiskan sebagai ekspresi perasaan kontinuitas masa lalu berupa kesadaran berada dimana untuk hidup pertama kali.

Beban psikologis dengan berbagai kenyataan di daerah masing-masing pada akhirnya akan memberi tugas serius bagi para pemudik untuk ikut membantu melanjutkan pembangunan daerah berdasarkan karakteristik wilayah dan kultur masyarakat lokal berdasarkan pengalaman di perantauan. Setidak-tidaknya pembahasan akan mengarah pada pemilahan jenis-jenis endogenous technology, antara lain teknologi budi daya flora dan fauna, teknologi pengolahan SDA terbarukan, teknologi herbal, bioteknologi, energi terbarukan, teknologi minyak dan gas bumi, teknologi pertambangan umum, teknologi pendukung industri pariwisata, teknologi kelautan, coastal engineering and management, teknologi perkapalan, teknologi material, teknologi informasi dan komunikasi, dan nanotechnology.

Pembukaan UUD 1945 yang jelas mengamanatkan pentingnya kesejahteraan umum sekaligus terwujudnya kecerdasan bangsa yang menyeluruh sebagai bagian dari tujuan berdirinya negara Indonesia seolah hanya isapan jempol kalimat konstitusi. Dalam situasi seperti itu, percepatan pemberdayaan desa melalui forum silaturrahim para pemudik yang terencana menjadi salah satu alternatif. hal demikian tentu sangat memungkinkan manakala para pemudik dihimpun untuk mengumpulkan buku bacaan guna pengembangan sanggar belajar masyarakat, forum tukar pemikiran dan pengalaman, kegiatan budaya kreatif desa, dan program berkelanjutan lainnya.

Mudik adalah media yang dapat dikembangkan sebagai kritik kebudayaan atau sebagai bentuk pemusnah budaya yang destruktif di daerah asal setelah mengalami pertarungan psikologis dan sosiologis humanistik di perkotaan. Transformasi nilai progresif tersebut tentu akan memberikan kesetaraan pembangunan yang penting dalam memajukan desa secara umum.

Harus disadari bahwa desa adalah ujung tombak negara dalam memberikan layanan kesejahteraan terhadap rakyat. Oleh karenanya, tanggung jawab aparat desa menjadi sangat besar dibandingkan dengan aparat pemerintahan di level atasnya, sehingga membutuhkan peran serta pemudik yang telah berinteraksi dengan kemajuan zaman di perantauan kota untuk memberikan masukan pemberdayaan desa.

 (Muh. Khamdan, Widyaiswara Kementerian Hukum dan HAM. Doktor Studi Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Kader NU Nalumsari)

Artikel ini telah dibaca 14 kali

Baca Lainnya

Tanggap Bencana, PCNU Jepara Gelar Rakor, Jalin Sinergi dengan Pemerintah dan Elemen Lainnya

9 Desember 2024 - 22:41 WIB

Jajaran NU - Peduli Bencana PCNU Jepara menggelar rakor seiring potensi terjadinya bencana imbas hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah Jepara dalam beberapa hari terakhir.

Semangat Kepahlawanan dan Jiwa Altruisme Sosial

8 November 2024 - 15:47 WIB

Ilustrasi pejuang perempuan.

MWC NU Tahunan Serukan Jaga Kondusifitas Selama Pilkada

2 November 2024 - 13:32 WIB

Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Tahunan Jepara KH. Ali Masykur menyerukan agar tetap menjaga kondusivitas selama proses Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) pada 27 Nopember 2024.

YPMNU Jepara Adakan Simulasi Manasik Haji

1 November 2024 - 20:32 WIB

Pengurus Yayasan Pendidikan Muslimat NU cabang Jepara menyelenggarakan Simulasi Manasik Haji.

Jagong Ngayeng di Hari Sumpah Pemuda

28 Oktober 2024 - 06:58 WIB

Ilustrasi Sumpah Pemuda

Romantisnya Hubungan NU dan Ba’alawi di Jepara, Pondasinya Dibangun Keturunan Habib Pengikut Pangeran Diponegoro

15 Agustus 2024 - 01:53 WIB

Katib Syuriah PCNU Jepara Kiai M Nasrullah Huda, Sekretaris Tanfidziyah PCNU Jepara Kiai Ahmad Sahil berfoto bersama dengan Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah MWC NU Nalumsari periode 2023 - 2028, Kiai Nurkhan dan Habib Sholeh usai kegiatan konferensi yang digelar Sabtu (18/2/2023).
Trending di Hujjah Aswaja