Oleh Kiai Hisyam Zamroni*
nujepara.or.id – Salah satu modal dasar kekokohan menjalin silaturrahim adalah “menyapa” antarsesama dengan sapaan yang bagus sebagaimana dicontohkan di dalam Alqur’an; “Wala talmizu anfusakum, wala tanabazu bil alqobi, bi’sal istmul fusuqu ba’dal iman, wa man lam yatub faulaika humudzdzolimun”.
Sapaan paling kecil yang digambarkan oleh ayat di atas adalah “memanggil nama” teman kita, saudara kita atau bahkan orang lain dengan panggilan nama yang “menyenangkan” tidak dengan panggilan nama yang “buruk”. Hal itu dalam rangka mempererat seduluran dan menjalin silaturrahim. Ujung proses ini tidak terjadi saling ejek, menghina dan nyinyir satu sama lain.
Di Nusantara ini, ayat “bi’sal istmul fusuqu ba’dal iman” menjadi sangat “operasional” dan bahkan menjadi “budaya”. Di mana maknanya yang sangat fenomenal adalah bahwa orang Nusantara memiliki banyak nama yaitu nama sebelum aqil baligh/nama kecil (sebelum sempurna imannya) dan nama dewasa (setelah sempurna imannya/ba’dal iman), nama sebelum tindak haji (sebelum sempurna imannya) dan nama setelah tindak haji (bakdal iman), nama sebelum pergi mondok (sebelum sempurna imannya) dan nama setelah mondok (setelah sempurna imannya) dan lain sebagainya.
Contohnya adalah nama kecilnya asalnya “Paijo” diubah menjadi “Fauzun” atau “Fauzin”. Awalnya nama kecilnya “Soberi” diubah menjadi “Subur” dan lain sebagainya. Nama-nama tersebut setelah diubah mengandung inspirasi dan harapan baru agar meraih kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Olehnya, prinsip dari ayat di atas adalah “the name is a identity”; nama adalah sebuah identitas. Konsekuensinya “memberi nama” kepada seseorang memiliki “ritual” tersendiri yaitu dengan mengadakan “bancaan” yang juga sekaligus doa bersama agar “nama” yang disematkan itu memberikan pengaruh terhadap pola pikir, pola rasa dan pola laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari orang tersebut.
Sehingga oleh karena itu kita tidak boleh “memanggil nama” seseorang dengan “julukan atau laqob” yang jelek atau tidak menyenangkan, akan tetapi sebaliknya kita “memanggil nama” seseorang “diharuskan” dengan memanggil “julukan atau laqob” yang baik, santun dan bersahaja.
Bahkan di Nusantara, merupakan pamali jika memanggil nama seseorang dengan “nggapah” terhadap seseorang. Adabnya bahkan ada “stratifikasi sosial” yang positif semisal anak kecil memanggil dengan sopan kepada yang lebih besar, yang muda kepada yang lebih tua dan seterusnya.
Olehnya, ayat di atas bisa membentuk persaudaraan universal yang diawali dari sesuatu yang paling kecil yaitu “menyapa nama” saudara kita teman kita dan handai taulan dengan panggilan yang “menyejukkan”.
Semoga kita termasuk orang orang yang diberikan kekuatan utk menjaga silaturrahim antarsesama dengan memanggil nama teman-teman kita dengan panggilan yang santun dan bersahaja. Aamiin Aamiin Aamiin.
*Sekretaris Pengurus Syu’biyah Jatman Jepara