Oleh Kiai Hisyam Zamroni*
Ibadah tidak melulu mempunyai makna “menghamba” kepada Gusti Allah SWT. Disisi lain yaitu mempunyai makna sosial, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an;
“Innassholata tanha ‘anil fakhsyai wal munkar”.
Sholat merupakan rukun Islam yang memiliki makna yang sangat dalam yaitu proses “penghambaan” dan “penyapaan”. Dalam waktu waktu tertentu yang dilaksanakan oleh manusia sebagai hamba untuk menghadap Gusti Allah SWT.
Implementasi shalat dalam diri manusia adalah “memproteksi diri” dan “menghindarkan diri” dari aktivitas yang merugikan orang lain. Sampai pada tataran maksimal yaitu menghindari perbuatan keji, mungkar, dan merugikan orang lain “sekecil apa pun” bentuknya.
Dari sana kita dapat memahami bahwa ibadah “ritual wajib” memberikan dan mengajarkan kepada manusia dua peluang yaitu peluang “aqrab” atau dekat dengan Gusti Allah SWT dan peluang menjaga sillaturrahim antar sesama agar tidak terjadi gesekan yang tidak diinginkan baik fisik maupun psikis.
Olehnya, kita harus introspeksi diri dengan menggunakan rumus yaitu “rajin shalat” berarti “empati sosialnya tinggi” bukan sebaliknya “rajin shalat” berarti “nyinyirnya tinggi” kepada sesama dan orang lain juga tinggi.
Kesadaran religiusitas yang mencerahkan adalah saat kita mampu memadukan antara ritual ibadah dengan perilaku sosial yang baik dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta pribadi yang “harmoni” baik di dunia maupun di akhirat.
Semoga kita mampu mengimplementasikan shalat kita sehari hari dengan berbuat kebaikan dalam kehidupan sehari hari. Aamiin Aamiin Aamiin
*Sekretaris Pengurus Syu’biyah Jatman Jepara