Menu

Mode Gelap
Kyai Mukhammad Siroj: Sosok Pendidik, Pengabdi dan Teladan Sehidup Semati Sorban Kiai Hijau dan Tali Tambang, Ini Makna Logo Harlah Ke-102 NU, Bisa Diunduh di Sini Jadwal Puasa Rajab 1446 H/2025, Beserta Niat dan Caranya Mahasiswa PAI UNISNU ikuti Kuliah Komparasi Aswaja Komunitas Muslim di Negeri Beruang Merah, bareng Dr. Amy dari PCINU Federasi Rusia Tanggap Bencana, PCNU Jepara Gelar Rakor, Jalin Sinergi dengan Pemerintah dan Elemen Lainnya

Kabar · 3 Apr 2023 04:01 WIB ·

Beda Gus Miek – Beda Mbah Shobib, Ihwal “Mendidik-Anak” dan “Membangkitkan Ekspresi-Kerinduan” yang Mendalam


 Beda Gus Miek – Beda Mbah Shobib, Ihwal “Mendidik-Anak” dan “Membangkitkan Ekspresi-Kerinduan” yang Mendalam Perbesar

Oleh Murtadho Hadi*

nujepara.or.id – Mendiidik anak-anak  dengan cara “mengambil jarak” dan membangkitkan “ekspresi kerinduan” yang mendalam di hati mereka (yang saya tahu) pernah dipraktekkan oleh dua sufi besar tanah Jawa : yaitu Gus Miek (KH. Hamim Jazuli) dan Syaikh Shobiburrohman (Mbah Shobib-Jepara).

Cara dua sufi besar tersebut hampir mirip, dan menurut cara pandang teori pendidikan modern sangat aneh, dan tidak lazim. Namun bisa dimengerti dalam kacamata Syara’ dan logika para sufi. Pada akhirnya, tidak banyak orang yang berani mempraktekkan ini. 

Baiklah tentang Gus Miek dan Mbah Shobib sedikit kami ceritakan (di momentum 7 Ramadhan 1444 H; yaitu Haul wafat Mbah Shobib yang ke-13 kali ini, sekaligus mengingat sosok Gus Fattah yang wafat dan belum genap setahun) ; 

Syahdan, suatu hari salah seorang dari putra Gus Miek (sebutlah Gus R) ketika masih remaja telah bertahun-tahun rindu ketemu sang ayah, dan ketika tiba waktunya bisa mendapati sang ayah di hari yang sangat di tunggu-tunggu (di sebuah acara,  di sela-sela Jadwal Gus Miek yang padat,  bukan di rumah Gus Miek  seperti lazimnya).

 Gus Miek mendapati putranya dengan wajah yang  sudah mengharu-biru, antara takut, gemetar karena perbawa (haebah) dari Gus Miek, namun juga hati telah  dibakar kerinduan, tapi Gus Miek hanya datar dan  dingin-dingin saja. 

Kepada Gus R,  seolah tidak mengenali, Gus Miek hanya bertanya ;

“Kamu anaknya siapa?”

Sang anak berusaha meyakinkan bahwa dirinya adalah putra Gus Miek. Dan jangan membayangkan pertemuan itu dengan “peluk cium” seperti lazimnya drama-drama layar kaca yang hujan tangis dan  mengharu biru. Gus Miek pun masih datar (dengan wajah yang diliputi sejuta misteri) namun serius bertanya, 

“Agamamu apa?”

Dan pertanyaan-pertanyaan yang (menurut sebagian besar orang sekarang, sangat aneh dan  tidak lazim!). 

Dan, oleh sikap Gus Miek itu , maka jadi pecahlah tangis sang anak. Namun lebih aneh lagi adalah sikap Gus Miek yang masih datar tidak datang membelai atau sekedar…, tapi kepada pendhereknya meminta tolong, ” Tolong, ini R (tidak menyebut Gus) diajak dulu keluar, kalau sudah reda tangisnya boleh menghadap!”

Nah, itulah Gus Miek. Apakah beliau kurang dan tidak sayang pada putra-putranya?

Lain Gus Miek, lain pula cara Mbah Shobib merawat dan mendidik putranya (Gus Fattah). Kepada putranya, Mbah Shobib seolah membuat “jarak”, aturan-aturan, dan “garis demarkasi” yang masing-masing tidak boleh dilanggar. 

Baiklah! Sekedar menyingkat, Gus Fattah adalah satu-satunya putra laki-laki dari Mbah Shobib dengan Ibu Subekti yang tinggal (dan hidup sederhana) di Semarang. Jauh secara fisik di masa-masa kecil bahkan remaja, karena sering ditinggal bepergian oleh Mbah Shobib (sekali lagi ini yang bisa dilihat oleh kacamata orang awam), dan ketika beberapa kali Gus Fattah sambang ke Jepara (ingin bertemu Mbah Shobib) dalam beberapa kesempatan Mbah Shobib melarangnya. Bahkan pernah suatu kali, Gus Fattah belum sampai melewati pintu, Mbah Shobib dengan “nada tinggi” langsung menyuruhnya pulang. 

Ada sebagian orang yang tidak paham: beranggapan, bahwa Mbah Shobib “mengusir” Gus Fattah.

Aneh. Itulah Mbah Shobib. Satu hal yang mengganjal dan jadi pertanyaan: apakah Mbah Shobib kurang dan tidak menyayangi putranya?

Orang boleh berpikir macam-macam, tapi itulah cara dan strategi Mbah Shobib merawat dan mendidik Gus Fattah sehingga menjelma jadi sosok yang bijaksana, kalam yang “lembut”, wajah yang teduh dan “ketenangan” (yang bukan instan), melainkan pancaran sepiritualitas dari para pemilik “arbabul-bashiroh” dan “shohibus-sirri”.

Sebagai kata penutup: dari dua Sufi Besar (Gus Miek dan Mbah Shobib) bisa dipetik “i’tibar” dan “pelajaran” yang berharga yaitu;

1. Mereka berdua telah berhasil menanamkan “ekspresi kerinduan” yang mendalam di hati  putra-putra beliau, dalam bingkai “haebah” dan “ta’zhim”, sehingga “perintah” dan satu kata dari sosok yang dirindukan adalah menggerakkan semuanya.

2. Gus Miek hanya memastikan (secara syare’at) sudahkah anak-anaknya (Gus Dewa, Gus Sabuth, Gus Robet, ..) berada di “jalur yang benar”, sudahkah  beragama tauhid (seperti washiyat Nabiyullah Ibrohim A.S; “ma ta’buduna min ba’di”: Tuhan siapakah yang kamu sembah sepeninggal ku?) Tapi menurut telinga orang-orang yang membayangkan anak-anaknya ingin jadi ini ingin jadi itu pasti pertanyaan Gus Miek terdengar aneh!

3. Dengan berjarak,  Mbah Shobib dan Gus Miek, benar-benar memposisikan putra-putra mereka dalam penuh kesederhanaan, serba terbatas (dan ini adalah mujahadah, sekaligus tirakat yang tidak disadari bagi putra-putri mereka)

4. Mbah Shobib adalah sosok yang kaya. Di rumahnya banyak berjajar mobil. Di  banyak tempat dan kesempatan; masyhur sering bagi-bagi uang. Dari kantong jasnya mengalir uang, tapi tahukah anda, jika saku seragam Gus Fattah di Sekolah Dasar (SD) dan SMP sering-sering kosong tak seperti lazimnya anak-anak yang berlebih?

5. Mbah Shobib dan Gus Miek benar-benar “ketat”, meskipun kaya tapi tetap mengambil dan “menerapkan” jalan kefakiran bagi anak-anak dan keluarga mereka.

*Sastrawan dan Budayawan, Pengurus LTN-NU Jepara

Artikel ini telah dibaca 362 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kyai Mukhammad Siroj: Sosok Pendidik, Pengabdi dan Teladan Sehidup Semati

10 Januari 2025 - 11:36 WIB

Sorban Kiai Hijau dan Tali Tambang, Ini Makna Logo Harlah Ke-102 NU, Bisa Diunduh di Sini

8 Januari 2025 - 06:11 WIB

Logo Harlah Ke-102 NU.

Jadwal Puasa Rajab 1446 H/2025, Beserta Niat dan Caranya

31 Desember 2024 - 07:14 WIB

ILUSTRASI proses rukyat untuk menentukan awal bulan Rajab.

Mahasiswa PAI UNISNU ikuti Kuliah Komparasi Aswaja Komunitas Muslim di Negeri Beruang Merah, bareng Dr. Amy dari PCINU Federasi Rusia

13 Desember 2024 - 10:01 WIB

Tanggap Bencana, PCNU Jepara Gelar Rakor, Jalin Sinergi dengan Pemerintah dan Elemen Lainnya

9 Desember 2024 - 22:41 WIB

Jajaran NU - Peduli Bencana PCNU Jepara menggelar rakor seiring potensi terjadinya bencana imbas hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah Jepara dalam beberapa hari terakhir.

Belajar dari Kasus Gus Miftah : Dakwah Harus Mengutamakan Akhlak

6 Desember 2024 - 14:57 WIB

Trending di Kabar