Menu

Mode Gelap
Romantisnya Hubungan NU dan Ba’alawi di Jepara, Pondasinya Dibangun Keturunan Habib Pengikut Pangeran Diponegoro Resmi Dilantik, Ini Daftar Pengurus PWNU Jateng Masa Khidmat 2024 – 2029 Peduli Hutan Muria, Ratusan Siswa MTs dan MA Safinatul Huda Ikuti Matsama Bareng Perhutani NU Sorong Papua Kirimkan Santri ke Jepara, Salah Satunya Kuliah di UNISNU Dimakamkan di Mayong, Ini Kisah Raden Ayu Mas Semangkin Sang Senopati Perang Lereng Muria

Sejarah · 12 Jul 2024 13:09 WIB ·

Dimakamkan di Mayong, Ini Kisah Raden Ayu Mas Semangkin Sang Senopati Perang Lereng Muria


 Dimakamkan di Mayong, Ini Kisah Raden Ayu Mas Semangkin Sang Senopati Perang Lereng Muria Perbesar

nujepara.or.id – Salah satu wilayah di Jepara, yang dikenal dengan sentra industri gerabah dan genteng adalah Mayong. Namun, tahukah anda dengan adanya keberadaan makam Raden Ayu Mas Semangkin. Atau yang kemudian dikenal sebagai Ibu Mas atau Ratu Mas Kagaluhan.

Beliau sangat dikenal dikalangan masyarakat Desa Mayong Lor dan Mayong Kidul. Selain karena diyakini sebagai pendiri kedua desa tersebut, ternyata Raden Ayu Semangkin juga dikenal sebagai seorang putri raja dan senopati perang.

Khanif Hidayatullah, salah seorang pemerhati Budaya Jepara menjelaskan bahwa silsilah Raden Ayu Sumangkin adalah putri kedua Pangeran Haryo Bagus Mukmin atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Prawoto. Dia juga merupakan cucu dari Sultan Trenggono dan cicit dari Raden Fatah, Sultan Demak.

Kala itu, beliau ditugaskan untuk menjaga daerah di sekitaran lereng Muria. Dimana diketahui, wilayah Kerajaan Demak diantaranya menyebar di kawasan muria.

Pasca gugurnya Sunan Prawoto dan istri akibat pergolakan kekuasaan, Ratu Kalinyamat selaku saudarinya berperan dalam menyatukan keluarga kerajaan Demak. Ratu Jepara tersebut menjadi ibu asuh dari putra dan putri mendiang Sunan Prawoto yaitu Arya Pangiri, Rr. Ayu Mas Semangkin, dan Rr. Ayu Mas Prihatin.

Karena itulah, keluarga raja berpindah dari Puri Prawoto ke Istana Kalinyamat Jepara. Sejak belia, sebagai anak angkat Ratu Kalinyamat Rr. Ayu Mas Semangkin telah mendapatkan berbagai pelajaran di lingkungan kraton. Baik itu ilmu agama, ilmu kanuragan, dan ilmu kebatinan.

Selain tiu, Rr. Ayu Mas Semangkin juga berlatih pendidikan keprajuritan yang digeladi langsung oleh para tamtama militer pemerintahan Kalinyamat. Buah dari pendidikan dan pelatihan inilah, yang menjadikannya tampil sebagai seorang prajurit yang unggul. Atas pencapaian tersebut, ia kemudian diangkat menjadi senopati wanita di Kerajaan Kalinyamat.

Ketika sudah dewasa, Rr. Ayu Mas Semangkin beserta adiknya Rr. Ayu Mas Prihatin keduanya menjadi istri Raden Sutowijoyo yang kelak menjadi raja pertama Mataram Islam yang dikenal dengan Panembahan Senopati. Rr. Ayu Mas Semangkin mengikuti suaminya bertempat tinggal di Pajang.

Di pusat pemerintahan baru tersebut Rr. Ayu Mas Semangkin meningkatkan ilmunya dengan mengikuti pelatihan kemiliteran bersama dengan para pasukan pertahanan Pajang.

Pada 1570-an, Ki Gede Pemanahan (Ayah Panembahan Senopati) menjadi pemimpin daerah baru, karena mendapatkan Hutan Mentaok atas suksesi sayembara terdahulu. Keluarga besar Ki Gede Pemanahan berpindah dari Pajang di pemukiman baru yang dibangun yang dikenal sebagai Kotagede Mataram.

Wilayah Mataram Islam mulai berkembang pesat. Tahun 1587, Panembahan Senopati mengukuhkan dirinya menjadi seorang raja pertama kerajaan Islam Mataram. Pemerintahan baru di Jawa tersebut melakukan perluasan pengaruh politik ke berbagai wilayah.

Pada masa awal pemerintahan Mataram terjadi kerusuhan yang dilakukanan oleh sisa-sisa pasukan Surengpati Jipang. Kekacuan dan kerusuhan banyak terjadi di wilayah utara yaitu kawasan lereng Gunung Muria (Pati-Jepara).

Mengingat Jepara adalah tempat dimana Rr. Ayu Mas Semangkin dibesarkan dan dididik pada lingkungan Kraton Kalinyamat, ia mengajukan diri turun ke palagan menjadi senopati perang Mataram. Sebelumnya, Raja Mataram tidak merestui karena pertimbangan keselamatan Rr. Ayu Mas Semangkin. Akan tetapi, keyakinan dan keteguhan Rr. Ayu Mas Semangkin akhirnya ia direstui untuk menumpas kerusuhan yang terjadi di wilayah utara.

Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin bersama tamtama Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan diberangkatkan untuk bertugas menumpas pemberontakan tersebut. Ia bersama dengan pasukan serta empat perwira yang dipimpin oleh KRT Cinde Amoh, KT Roro Meladi, KRT Candang Lawe, dan KRT Samirono yang ditugasi untuk mengatasi pemberontakan Adipati Joyokusumo (Adipati Pragola I). Peristiwa ini berlangsung pada sekitar tahun 1600.

Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin menuju palagan untuk menghentikan kekacuan dan kerusuhan yang mengakibatkan ketidaktentraman masyarakat. Himpunan kekuatan Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin akhirnya dapat menumpaskan para perusuh yang telah melakukan tindak kejahatan di kawasan lereng Muria serta mampu menjaga stabilitas politik negara.

Setelah menyelesaikan tugas kerajaan yang diemban, Rr. Ayu Mas Semangkin dan pasukannya tidak langsung kembali ke Mataram. Ia memutuskan untuk mendirikan pesanggrahan di sekitar barat daya Gunung Muria. Sedangkan, pasukan empat perwira memilih untuk tinggal di Sukolilo.

Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin beserta tamtama Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan memulai membabat hutan yang masih rimbun pepohonan. Pemukiman dibangun di tanah dataran rendah subur yang ditepi aliran sungai. Pemukiman tersebut kelak menjadi desa yang ramai yang dikenal dengan nama Desa Mayong.

Pembangunan pemukiman oleh pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin sebagai upaya untuk menjaga stabilitas kawasan Muria. Seiring waktu, didirikanlah padepokan untuk mengembangkan berbagai ilmu. Rr. Ayu Mas Semangkin, Ki Brojo Penggingtaan, Ki Tanujayan menjadi guru bagi masyarakat dalam mendalami ilmu agama, ilmu pertahanan, dan ilmu kehidupan. Selain dari pasukan Mataram sendiri, padepokan Rr. Ayu Mas Semangkin banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah untuk mencari ilmu.

Rr. Ayu Mas Semangkin bersama Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan menjalin hubungan baik dengan tokoh agama yang tinggal di utara desa yang bernama Datuk Singorojo. Ia merupakan seorang penyebar agama Islam. Selain mempelajari agama, padepokan Datuk Singorojo juga melatih masyarakat dengan ilmu ketrampilan dan ilmu kerajinan.

Bersamaan itu, turut serta belajar membuat kerajinan dengan Datuk Singorojo. Pelatihan dan berbagai ilmu yang diberikan membuat masyarakat terampil dan berinovasi dalam membuat kerajinan berbagai macam gerabah.

Masyarakat Rr. Ayu Mas Semangkin terus berkarya dan memproduksi kerajinan gerabah. Keahlian tersebut kelak menjadi identitas khas daerah Mayong sebagai sentra kerajinan gerabah dan keramik. Di wilayah yang dibukanya dinamakan Mayong Lor, sementara yang dibuka oleh Ki Tanujayan dinamai dengan Mayong Kidul. Nama inilah yang kemudian dikenal hingga sekarang, sebagai desa Mayong Lor dan Mayong Kidul

Kisah Rr. Ayu Mas Semangkin menjadi nilai histroris bagi daerah Mayong yang senantiasa dilestarikan. Masyarakat desa Mayong Lor yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Jepara mempunyai tradisi dan budaya yaitu “Haul dan Buka Luwur Ibu Mas Semangkin”. Pelaksanaan acara digelar setahun sekali pada tanggal 10-11 bulan Muharram atau Suro.

Haul dan Buka Luwur Ibu Mas Semangkin dimeriahkan oleh berbagai lapisan elemen masyarakat. Kegiatan tradisi dan budaya tersebut berlangsung dengan kirab budaya, pentas seni, tahlilan, pagelaran wayang dan dakwah pengajian.

Artikel ini telah dibaca 62 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Bulan Suro 2024, Perhitungan Kalender Jawa Lengkap Beserta Wetonnya

7 Juli 2024 - 12:29 WIB

Panembahan Juminah Mantingan, Murid Sunan Jepara yang Ahli Strategi Perbekalan Perang

7 Juli 2024 - 11:20 WIB

Trending di Islam Nusantara