nujepara.or.id – Jika anda berkunjung ke komplek Masjid Astana Sultan Hadlirin Mantingan, tepat dari area parkir utama gerbang masuk. Melihat adanya tanda papan petunjuk yang mengarah ke sebuah komplek makam tokoh “Cikal Bakal” Desa Mantingan.
Letaknya persis berada di seberang jalan, atau tepatnya sisi selatan area parkir bus dan kendaraan roda 4. Sepintas di gang tersebut akan terlihat jalanan menanjak, dimana setapak jalan tersebut akan mengantarkan para peziarah menuju komplek makam.
Di ujung jalan, ada salah satu komplek bangunan yang bersanding dengan mushala kecil. Dimana Panembahan Ki Ageng Juminah atau Mbah Juminah di makamkan disana. Jika anda berjalan kaki, cukup sekitar 3-5 menit dari parkiran bis untuk menuju lokasi ini.
Beliau merupakan murid dari Syekh R. Abdul Jalil atau Sunan Jepara. Dalam versi lain, Syekh Abdul Jalil juga di kenal dengan nama lain Syekh Siti Jenar. Tokoh penyebar islam di tanah jawa yang dianggap konon berseberangan dengan Walisongo karena ajarannya.
Karena Syekh Abdul Jalil harus melanjutkan dakwahnya ke wilayah lain, Mbah Juminah kemudian dipercaya untuk melanjutkan dakwah Islam di Desa Mantingan. Yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Tahunan Jepara.
Mbah Juminah memilih singgah di Mantingan melanjutkan dakwah gurunya. Hingga kemudian Retno Kencono yang merupakan putri dari Sultan Trenggono Demak di nobatkan sebagai Ratu Jepara. Kemudian akhirnya mendirikan Masjid bersama sang suami R. Toyib yang dikenal dengan Sultan Hadlirin.
Pangeran Toyib sendiri merupakan putra Sultan Ibrahim dari Aceh yang bergelar Sultan Mukhayat Syah. Ia dikirim ke Demak untuk belajar ilmu pemerintahan dan agama Islam. Karena berjodoh, akhirnya ia menikah dengan Retno Kencono atau Ratu Kalinyamat.
Untuk menuju makam, jalan selebar 2,5 meter itu sedikit menanjak sekitar 100 meter. Lalu berbelok ke kanan sejauh 30 meter. Memasuki area makam, jalan paving dihiasi bunga yang tumbuh di tepi jalan masuk menandai makam sudah dekat.
Terlihat bangunan mushala dan makam, area makam berupa bangunan minimalis berukuran sekitar lima meter persegi. Cungkup makam tertutup kain kombinasi hijau dan putih.
Menurut ahli waris lokasi makam Mbah Juminah, Ali Efendi yang juga Ketua RT 12/6 Desa Mantingan, Tahunan, Mbah Juminah adalah murid Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara.
Diceritakan sebelum Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat membuat masjid di sekitaran bukit Mantingan, Syekh Abdul Jalil telah memilih wilayah tersebut sebagai pusat berdakwah. Kemudian Syekh Abdul Jalil melanjutkan perjalanan dakwahnya ke wilayah lain.
Mbah Juminah memilih menetap di Mantingan melanjutkan dakwah gurunya. Hingga kemudian Retno Kencono dinobatkan sebagai Ratu Jepara. Lalu Sultan Hadlirin menggantikan istrinya sebagai penguasa Jepara.
Merasa ajaran Islam juga diperjuangkan penguasa pasangan suami istri, Mbah Juminah ikut mengabdi berdakwah di sekitar Mantingan.
Di masa perang saat membantu Ratu Kalinyamat, Mbah Juminah dikenal sebagai ahli perbekalan perang. Ia disebut memiliki keahlian mengatur strategi perbekalan saat berperang di medan laga. Bahkan dalam sebuah catatan, pihak portugis menyebutnya memang ahli dalam hal tersebut.
Konon, usia beliau diperkirakan jauh lebih sepuh dan melintasi era peralihan Majapahit dan Mataram. Bahkan di tempat lain, beberapa nama yang sama seperti Panembahan Juminah juga dimakamkan di Girilaya. Entah kebetulan dengan nama yang sama ataupun orang yang sama, Wallahualam…..
Peringatan Haul Mbah Juminah di Mantingan sendiri dilaksanakan setiap tanggal 17 bulan Suro atau Muharram. Insya Allah tahun ini akan diselenggarakan pada 25 Juli 2024.
”Mantingan ini jadi lokasi penyepian Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat. Tapi sebelumnya Mantingan sudah dipilih Sunan Jepara untuk berdakwah. Muridnya, Mbah Juminah memilih menetap di sini. Baru datanglah Sultan Hadlirin yang kemudian mendirikan masjid,” kata Ali.