Menu

Mode Gelap
Baznas Jepara Salurkan 400 Paket Sembako untuk Cegah Stunting Cerpen Gus Mus: “Kang Amin” Lakon ‘Sang Naga Samudera’ akan Pentas di Karimunjawa PC ISHARI NU Jepara akan Warnai Festival ‘Todok Telok’ di Karimunjawa dengan Shalawat Romantisnya Hubungan NU dan Ba’alawi di Jepara, Pondasinya Dibangun Keturunan Habib Pengikut Pangeran Diponegoro

Headline · 16 Sep 2024 16:18 WIB ·

RELIEF MASJID MANTINGAN: OBJEK POST-FACTUM YANG MENJADI SUMBER INSPIRASI


 Beberapa Panel Relief Medalion Masjid Mantingan Jepara. Perbesar

Beberapa Panel Relief Medalion Masjid Mantingan Jepara.

nujepara.or.id-Penelitian terkait relief masjid Mantingan tentu sudah banyak disajikan dan dengan mudah kita temukan melalui publikasi jurnal maupun buku hasil penelitian, namun hal tersebut belum banyak menarik perhatian kalangan industri kerajinan untuk mengangkatnya dalam berkarya.
Relief masjid Mantingan sendiri sejatinya adalah objek seni yang berkualitas tinggi dan dikerjakan oleh nenek moyang masyarakat Jepara pada masa lalu, mereka mempersembahkan karya terbaik pada masa itu untuk para penguasa atau dikenal sebagai seni feodal, pada masa itu mereka tentu menganggap bahwa karya itu adalah seni kualitas terbaik dan kualitas tertinggi pada masa itu.
Pada masa R.A. Kartini muncul kesadaran pentingnya mewadahi pada seniman ukir yang telah memiliki keahlian ukir secara turun-temurun untuk meningkatkan taraf hidup mereka, sehingga era itu dikenal sebagai tonggak dimulainya era industri mebel ukir Jepara.
Di Indonesia dikenal sepuluh ragam hias ukir tradisional yang lahir pada masa sekolah Openbare Ambarchtsschool (berdiri 1929), sekolah kejuruan yang terdorong oleh pendidikan ukir yang dirintis oleh R.A. Kartini, para guru dan siswa sekolah tersebut berhasil merumuskan ragam hias yang mereka jumpai di berbagai artefak pada candi-candi di Nusantara.
Pada masa R. Ngabehi Prodjo Soekemi yang memimpin Openbare Ambarchtsschool antara tahun 1929 sampai 1934 berhasil merumuskan ragam hias Majapahit dan Mataram, dan pada tahun-tahun selanjutnya ragam hias ukir tradisional berhasil diidentifikasi berdasarkan karakteristiknya, sehingga saat ini kita mengenal ragam hias ukir yang lain seperti ragam hias Surakarta, ragam hias Madura, ragam hias Pekalongan dan lain-lain yang dikenal sebagai sepuluh ragam hias atau motif ukir tradisional.
Seperti apa yang dilakukan pada para guru dan siswa Openbare Ambarchtsschool, maka ragam hias ukir Mantingan sepatutnya juga bisa diangkat menjadi bagian dari ragam hias ukir tradisional sebagaimana sepuluh ragam hias ukir tradisional lainnya yang telah menjadi ragam hias klasik.
Upaya untuk merumuskan ragam hias ukir masjid Mantingan perlu dilakukan dan dipublikasikan untuk memperkaya khazanah seni ragam hias Indonesia sehinga dapat dimanfaatkan sebagai seni ornamen yang lebih luas baik dalam industri kerajinan maupun elemen arsitektur.

Penulis : A. Subhan (Pengurus LTN NU Jepara)

Artikel ini telah dibaca 32 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Majelis Fulus yang Suka Tarik Fulus

9 Oktober 2024 - 20:03 WIB

Cerpen Gus Mus: “Bidadari itu Dibawa Jibril”

21 September 2024 - 10:14 WIB

Cerpen Gus Mus: “Kang Amin”

21 September 2024 - 09:48 WIB

Masjid Mantingan adalah Bangunan Hindu, Benarkah?

19 September 2024 - 11:56 WIB

Cerpen Gus Mus: “Gus Jakfar”

18 September 2024 - 08:41 WIB

POTRET NGEPAM BANSER NU KEDUNG DI PENGAJIAN RUTIN AHAD KLIWON MWC NU KEDUNG JEPARA

16 September 2024 - 09:13 WIB

Trending di Ansor