Menu

Mode Gelap
Kisah Hidup Alex Komang, Putra Kiai NU yang Nekat Merantau ke Jakarta Untuk Menjadi Aktor Nama 41 Tokoh yang Dilantik Jadi Pengawas dan Pengurus Yayasan RSU Anugerah Sehat Jepara, Berasal dari Berbagai Latar Belakang Isra’ Mi’raj: Relasi Langit dan Bumi Ini Agenda Muskercab 3 PCNU Jepara, Simak Penjelasannya Kyai Mukhammad Siroj: Sosok Pendidik, Pengabdi dan Teladan Sehidup Semati

Headline · 5 Feb 2025 22:32 WIB ·

Fenomena Minuman Keras di Jepara, Antara Wisata Halal dan Tantangan Regulasi


 Tangkapan layar video yang beredar. Perbesar

Tangkapan layar video yang beredar.

Oleh: Dr. Muh Khamdan


nujepara.or.id- Sebagai kota yang memiliki potensi besar untuk berkembang sebagai destinasi wisata halal, Jepara menghadapi tantangan besar terkait peredaran minuman keras (miras). Ironisnya, di tengah upaya Polres Jepara untuk memberantas peredaran miras, sebuah merek minuman keras, Kawa Kawa Anggur Hijau, justru menjadi sponsor utama dalam Parade All Star Muria Raya di Pantai Kartini Jepara.

Kawa Kawa merupakan produsen dan pemasok miras dengan kandungan alkohol sebesar 19-20 persen. Keberadaan brand ini sebagai sponsor utama dalam acara hiburan di Pantai Kartini, yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari pusat kota, menimbulkan pertanyaan besar tentang keberpihakan terhadap produk miras di Jepara. Padahal, pada 20 Desember 2024, Polres Jepara telah menunjukkan komitmennya dalam memberantas peredaran miras dengan melakukan pemusnahan 3.766 botol miras berbagai merek serta 1.117 liter miras oplosan.

Di sisi lain, Jepara memiliki landasan hukum yang jelas terkait larangan minuman beralkohol. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2001, yang kemudian diperbarui melalui Perda Nomor 2 Tahun 2013, secara tegas melarang siapapun untuk mengonsumsi minuman beralkohol dengan kadar lebih dari satu persen. Namun, dengan masuknya sponsor miras dalam agenda hiburan besar, muncul spekulasi mengenai kemungkinan perubahan regulasi di masa mendatang, dengan dalih investasi, pariwisata, dan perubahan budaya masyarakat.

Dalam konteks ini, peran Nahdlatul Ulama (NU) Jepara sangat penting dalam mengawal implementasi perda pelarangan miras. Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU memiliki kapasitas dan otoritas moral untuk memastikan bahwa regulasi yang berpihak pada moralitas masyarakat tetap ditegakkan. NU Jepara dapat berperan aktif dalam advokasi kebijakan, dialog dengan pemangku kepentingan, serta kampanye edukasi kepada masyarakat tentang bahaya minuman keras.

Tak kalah penting, GP Ansor sebagai organisasi kepemudaan NU yang memiliki komitmen terhadap ketertiban sosial, juga harus mengambil langkah konkret dalam memastikan Jepara bebas dari minuman keras. Jika memang berkomitmen, GP Ansor bisa berperan sebagai garda terdepan dalam menekan praktik peredaran miras ilegal serta memberikan edukasi kepada generasi muda agar tidak terjerumus dalam konsumsi miras.

Fenomena budaya baru yang muncul di kalangan buruh pabrik, seperti pesta minuman keras yang pernah viral saat Ramadan 2023, menjadi tantangan tersendiri bagi Jepara. Jika fenomena ini terus dibiarkan tanpa ada tindakan preventif yang nyata, maka dikhawatirkan akan semakin mengikis moralitas masyarakat dan nilai-nilai agama yang selama ini dijunjung tinggi. Oleh karena itu, organisasi kemasyarakatan berbasis agama, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah harus bersinergi dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari peredaran miras.

Menuju Jepara Kota Wisata Halal

Jepara memiliki berbagai destinasi yang dapat dikembangkan untuk menarik wisatawan Muslim global. Kepulauan Karimunjawa, dengan keindahan lautnya yang eksotis, menawarkan wisata bahari yang ramah Muslim. Konsep halal tourism dapat diperkuat dengan pengembangan hotel dan restoran yang menyediakan makanan bersertifikasi halal serta fasilitas ibadah yang memadai. Puluhan pantai seperti Pantai Kartini, Pantai Bandengan, Pantai Bondo, Pantai Pailus, Pantai Mpu Rancak, Pantai Teluk Awur, Pantai Pungkruk, Pantai Ombak Mati, Pantai Blebak, Pantai Ujung Piring, Pantai Suweru, Pantai Tanggul Tlare, dan Pantai Pulau Panjang juga bisa dikemas dalam paket wisata halal.

Selain wisata bahari, Jepara juga kaya akan wisata religi. Makam Sultan Hadirin beserta Ratu Kalinyamat dan Masjid Mantingan dengan sejarah Islamnya yang kuat, dapat menjadi magnet bagi wisatawan yang mencari pengalaman spiritual. Kombinasi wisata religi dan alam ini memberikan peluang besar bagi pengembangan wisata halal yang berkelanjutan. Maka sangat prihatin, jika potensi wisata halal yang begitu luar biasa mesti terkalahkan dengan peredaran minuman keras yang menciderai kearifan lokal Jepara itu sendiri.

Peran santri dalam lembaga DPRD menjadi krusial dalam upaya memperketat regulasi mengenai peredaran miras, terutama dengan adanya perubahan KUHP yang akan berlaku mulai Januari 2026. Dengan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai keislaman serta hukum modern, para santri yang duduk di lembaga legislatif dapat menjadi motor penggerak dalam mengharmonisasikan regulasi daerah dengan prinsip syariah serta dinamika hukum nasional. Mereka dapat memastikan bahwa regulasi tidak hanya modern dan sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi juga tetap menjaga identitas religius Jepara.

Selain itu, para santri di DPRD juga memiliki tanggung jawab dalam menjaga nuansa keislaman dalam pariwisata Jepara. Dengan posisi strategis mereka dalam perumusan kebijakan daerah, santri dapat mengawal agar kebijakan pariwisata tetap mengedepankan prinsip-prinsip halal dan ramah bagi wisatawan muslim. Mereka dapat mengusulkan regulasi yang memastikan bahwa kegiatan pariwisata tidak bertentangan dengan norma agama serta budaya lokal, sehingga Jepara dapat berkembang sebagai destinasi wisata halal yang berdaya saing.

Tak hanya dari segi regulasi, peran santri dalam DPRD juga dapat berkontribusi pada peningkatan pendapatan anggaran daerah (PAD) dari sektor pariwisata. Dengan mendorong konsep wisata halal, Jepara bisa menarik lebih banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang mencari pengalaman wisata yang sesuai dengan syariat Islam. Ini dapat dilakukan dengan mengembangkan fasilitas pendukung seperti hotel syariah, restoran halal, serta kegiatan wisata berbasis nilai-nilai Islam, sehingga sektor pariwisata dapat berkembang pesat tanpa harus bergantung pada sektor hiburan yang sarat dengan minuman keras.

Fenomena ini tentu menuntut perhatian dari berbagai pihak, khususnya organisasi kemasyarakatan berbasis agama, yang memiliki peran strategis dalam mengawal moralitas dan nilai-nilai religius masyarakat. Jika Jepara ingin benar-benar mewujudkan dirinya sebagai kota wisata halal, maka pengawasan dan ketegasan dalam menegakkan regulasi harus menjadi prioritas utama. Bukan tidak mungkin, jika dibiarkan, Jepara akan lebih dikenal sebagai kota wisata orkes yang lekat dengan peredaran miras, ketimbang kota wisata halal yang berlandaskan nilai-nilai syariah dan budaya luhur masyarakatnya.

Apakah Perda akan diubah untuk memberikan kelonggaran bagi peredaran miras? Ataukah masyarakat dan pemangku kepentingan akan berdiri teguh mempertahankan Jepara sebagai kota wisata halal? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat menentukan arah kebijakan dan identitas Jepara di masa depan.

(Muh Khamdan, Pembina Paradigma Institute, Anggota LTNNU MWCNU Nalumsari Jepara)

Artikel ini telah dibaca 31 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Munculnya Organisasi Berlabel NU, Aspirasi atau Fragmentasi?

3 Februari 2025 - 17:57 WIB

Kisah Hidup Alex Komang, Putra Kiai NU yang Nekat Merantau ke Jakarta Untuk Menjadi Aktor

30 Januari 2025 - 20:19 WIB

Nama 41 Tokoh yang Dilantik Jadi Pengawas dan Pengurus Yayasan RSU Anugerah Sehat Jepara, Berasal dari Berbagai Latar Belakang

27 Januari 2025 - 21:34 WIB

Isra’ Mi’raj: Relasi Langit dan Bumi

26 Januari 2025 - 23:01 WIB

Ini Agenda Muskercab 3 PCNU Jepara, Simak Penjelasannya

26 Januari 2025 - 22:14 WIB

10 Organisasi ini Pakai Embel-embel NU, tapi Ternyata Bukan Bagian dari Struktur PBNU, Warga Nahdliyyin Diminta Waspada

26 Januari 2025 - 21:10 WIB

Trending di Headline