Oleh Ustadz Hisyam Zamroni*
nujepara.or.id – Dua hari terakhir ini di masjid-masjid dan mushola semarak merayakan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW yang diikuti oleh kaum muslimin baik tua, muda maupun anak anak. Mereka menggunakan beragam cara dalam merayakan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW; ada yang membaca Barzanji, Diba, Simtuth Durar, Burdah dan lainnya sebagai sebuah sarana untuk menperbanyak sholawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW.
Lalu pertanyaannya adalah bidengahnya di mana? Kadang kita tak habis fikir mengapa ada yang begitu massif sistematis dan progresif dengan menggunakan dalil yang “berbusa busa” mengatakan bahwa merayakan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW adalah bidengah. Alasannya karena perayaan seperti itu tidak ada pada zaman Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW.
Pertanyaan berikutnya adalah mereka itu memaknai perayaan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW itu apa? Tampaknya, mereka yang tidak suka dan yang suka dengan perayaan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW berbeda pemahaman dan pensikapan. Mereka yang tidak suka terhadap perayaan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW membayangkan secara “tekstual” bahwa dulu pada zaman Nabi masih hidup tidak ada perayaan maulid. Sehingga suatu perbuatan yang tidak ada pada zaman Nabi maka dikatakan bidengah.
Sebaliknya, mereka yang suka perayaan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW memaknai perayaan itu dengan makna “ekspresi cinta dan rindu” kepada Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW walau pun tidak pernah bertemu dengan kekasih Alloh SWT ini.
Nah, dari perbedaan pemaknaan dan pemahaman ini harus dikomunikasikan satu sama lain. Sehingga mereka yang tidak suka kepada perayaan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW paham dan mau memahami bahwa makna perayaan maulid bukan seperti yang dibayangkan yaitu sebuah perbuatan yang “asing” pada zaman Nabi sehingga pantas dilebeli bidengah. Akan tetapi harus dipahamkan bahwa perayaan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW adalah sebuah ekspresi cinta dan rindu.
Pada zaman sahabat ketika itu begitu cinta dan rindunya kepada Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW diekspresikan dengan cara bertabarruk melalui rambut, sisa air wudhu, keringat, cangkir, jubah Rosulullah SAW. Bahkan betapa para sahabat ketika akan wafat begitu bahagia karena akan segera bertemu dengan kekasih hatinya yang sangat dirindu yaitu Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW.
Cinta kasih dan rindu tersebut “diwarisi” oleh kaum muslimin sekarang yang masanya begitu jauh dengan kekasih hatinya yaitu Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW melalui ekspresi barzanjinan, diba’an, burdahan dan lainnya.
Metamorfosis cinta kasih dan rindu ini memang banyak yang salah memahami. Bahkan kurang bisa membedakan rasa cinta kasih rindu yang bertemu langsung dengan kekasih hatinya dan yang jarak waktunya jauh sekali dengan kekasihnya.
Siapa pun yang melarang bahkan membidengahkan perasaan suka cinta dan rindu kepada Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW pada moment bulan maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW maka hatinya tidak selembut daun sutra.
Marilah kita rayakan bersama maulid Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW dengan bersuka ria bahagia. Sebagai tanda bahwa kita begitu cinta dan rindu kepada Kanjeng Nabi Muhammad Rosulillah SAW.
*Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Jepara