oleh : Kiai Hisyam Zamroni
nujepara.or.id – Idul Adha merupakan moment “keberagamaan” yang memiliki ritual khusus yaitu ritual Ibadah Haji dan ritual Ibadah Kurban. Ibadah Kurban memiliki banyak dimensi yang sudah dielaborasi baik dari sisi spritual, sosial, ekonomi dan lain lain yang sedikit orang menganalisis Ibadah Kurban dipahami sebagai sebuah “respon historis” dari sisi zaman dahulu, pemberlakuan “manusia” sebagai “obyek kurban” yaitu manusia yang “dikurbankan”.
Peng-kurbanan “manusia” kepada dewa dewa dan ritual keberagamaan adalah “realitas historis” seperti pada tahun 3500 – 1100 SM Suku Kanaan di Libanon, Suriah dan Yordania meng-kurbankan anak anak sebagai persembahan kepada dewa Muloch, Mesir Kuno yang mempersembahkan gadis suci yang ditenggelamkan di sungai nil yang diperuntukan kepada penguasanya, pada tahun 2700 SM – 1450 SM Suku Minoan atau Yunani juga mempersembahkan anak-anaknya untuk para dewa, dan lain-lain. Peristiwa peng-kurbanan “manusia” sebagai sesembahan ini memberikan satu nilai bahwa “agama” atau kepercayaan memiliki “ajaran atau kebiasaan” yang “demonic” dan atau tidak ber-perikemanusiaan yang oleh Nabi Ibrahim direspon dan diganti menjadi peng-kurbanan “hewan pemeliharaan” yang memiliki nilai “etik” yaitu memanusiakan manusia.
Kurban yang ditawarkan Nabi Ibrahim adalah sebuah “respon historis” dari “realitas historis” yang telah dilakukan bahkan sudah menjadi “ritual atau ajaran” oleh kepercayaan – kepercayaan orang terdahulu bahwa harga dan nilai “manusia” bisa menjadi “tumbal” hidup dan kehidupan yang direspon serius oleh Nabi Ibrahim yaitu mengubah kurban dari “manusia” menjadi “hewan pemeliharaan” atau dengan kata lain menghentikan manusia untuk menjadi obyek yang dikurbankan dengan menawarkan ajaran “etik” yaitu memahamkan bahwa agama mengajarkan kebaikan kebaikan dan melindungi harkat martabat manusia yang memanusiakan manusia.
Dari sana kita pahami bahwa “nalar” Ibadah Kurban adalah nalar “kritik” terhadap pola pikir “agama” zaman dahulu yang menjadikan “manusia” sebagai “obyek kurban” dengan cara menggeser pola pikir keberagamaan dari pola pikir “demonic” menjadi pola pikir “etik”.
“Selamat Hari Raya Idul Adha”
Semoga kita mendapat keberkahan di bulan Idul Adha baik di dunia maupun di akhirat.. Aamiin Aamiin Aamiin.
Penulis: Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Jepara