nujepara.or.id – Kedungsarimulyo merupakan bagian dari kecamatan Welahan, yang terletak di wilayah paling selatan kabupaten Jepara. Dan berbatasan dengan kabupaten Demak, dipisah Sungai Serang sebagai batas wilayah.
Desa ini memiliki cerita yang sangat bagus dimana yang awalnya sangat tandus tanpa penghuni lalu dapat memberikan hasil yang cukup untuk kesejahteraan warganya. Dikampung inilah Mukhammad Siroj lahir dan dibesarkan.
Masirat, demikian panggialan akrabnya adalah sosok kepala sekolah yang dihormati dan dikenal luas di lingkungan Madrasah Islamiyah Alawiyah Miftahul Ulum Desa Kedungsarimulyo.
Lahir pada tahun 1965 di Jepara, ia tumbuh dengan nilai-nilai keislaman yang kuat dan semangat untuk mengabdi pada pendidikan. Sebagai kepala sekolah, Masirat dikenal sebagai figur yang ramah, mudah berbaur dengan masyarakat, dan selalu siap mendengar serta membantu.
Sifatnya yang rendah hati dan penuh perhatian membuatnya disukai oleh berbagai kalangan, mulai dari murid, guru, hingga masyarakat di sekitarnya. Komitmen Masirat dalam mencerdaskan generasi muda tak hanya menjadi inspirasi bagi rekan sejawatnya, tetapi juga menjadi teladan bagi murid-muridnya untuk terus menuntut ilmu dan berkontribusi bagi masyarakat.
Masa muda Masirat diwarnai dengan semangat belajar dan pengabdian. Ia menempuh pendidikan dasar di SDN Kedungsarimulyo, tempat ia pertama kali menanamkan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan agama.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Masirat melanjutkan perjalanan intelektualnya dengan mondok di Kalipucang, belajar di bawah bimbingan Kyai Damanhuri, seorang kiai karismatik pada masa kepemimpinan.
Di pondok tersebut, ia mendalami ilmu agama dan mengasah karakter yang kelak menjadi pondasi kepemimpinannya. Selama masa mudanya, Masirat juga aktif dalam kegiatan Gerakan Pemuda Ansor, sebuah organisasi yang berperan besar dalam membina semangat kepemimpinan dan pengabdian pada masyarakat.
Melalui Ansor, ia banyak belajar tentang pentingnya kerja sama, solidaritas, dan peran generasi muda dalam menjaga tradisi keislaman dan kemasyarakatan.
Sebelum diangkat menjadi kepala sekolah, Masirat mengabdikan diri sebagai pengajar di Masjid Baiturrahman, tempat ia mendidik anak-anak dan remaja dengan ilmu agama dan nilai-nilai moral.
Pengalaman ini memperkaya keterampilannya dalam mengelola lembaga pendidikan sekaligus mempererat hubungannya dengan masyarakat sekitar. Kombinasi pendidikan formal, pengalaman di pondok pesantren, dan aktivitas sosialnya menjadikan Masirat sebagai sosok kepala sekolah yang tidak hanya cakap dalam memimpin, tetapi juga dihormati karena kepribadiannya yang sederhana dan bersahaja.
Saat mengajar di Masjid Baiturrahman, Masirat tidak hanya berbagi ilmu agama dan nilai-nilai kebaikan, tetapi juga menemukan jodohnya. Di masjid itulah ia bertemu dengan seorang wanita yang kelak menjadi pendamping hidupnya, seorang sosok yang santun, salehah, dan sejalan dengan visi hidupnya.
Pertemuan itu tumbuh menjadi hubungan yang penuh rasa saling menghormati dan cinta, hingga akhirnya mereka menikah. Masirat selalu menyebut istrinya sebagai anugerah terbaik dari Allah SWT. Bersama, mereka membangun rumah tangga yang harmonis, penuh dengan nilai keikhlasan, kasih sayang, dan saling mendukung. Istrinya menjadi teman sehidup semati yang selalu setia mendampingi, baik dalam suka maupun duka.
Di luar tugasnya sebagai kepala sekolah dan pengabdian di masyarakat, Masirat dikenal sebagai sosok ayah dan suami yang teladan. Di rumah, ia menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Masirat hampir tidak pernah marah, bahkan dalam situasi sulit sekalipun. Sikapnya yang sabar dan bijaksana mencerminkan kepribadiannya yang selalu menempatkan keharmonisan keluarga sebagai prioritas utama.
Sebagai seorang suami, Masirat sangat menghormati istrinya. Kebersamaan mereka dibangun di atas dasar saling menghargai dan kepercayaan, menjadikan rumah tangganya sebagai teladan bagi banyak orang.
Masirat juga dikenal sangat menyayangi anak-anaknya. Ia senantiasa meluangkan waktu untuk mendampingi mereka, memberikan bimbingan, dan mendidik mereka dengan nilai-nilai agama dan moral yang kuat. Bagi Masirat, keluarga adalah tempat utama untuk berbagi kebahagiaan dan membangun generasi yang lebih baik.
Menjelang akhir hayatnya, Masirat menghadapi ujian berupa penyakit komplikasi yang cukup berat. Meskipun kesehatannya menurun, semangatnya untuk mengabdi tidak pernah pudar. Selama sakit, ia sering menyampaikan keinginannya yang kuat untuk tetap berangkat mengajar di madrasah.
Bagi Masirat, bertemu dengan rekan sejawat dan para muridnya adalah salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidupnya. Keinginannya yang tulus tersebut menunjukkan betapa besar cinta dan dedikasinya terhadap dunia pendidikan.
Meski tubuhnya lemah, ia selalu berusaha hadir di tengah-tengah mereka yang selama ini menjadi bagian penting dari hidupnya. Ia kerap memberi nasihat kepada orang-orang di sekitarnya agar tetap semangat dalam belajar dan mengajar, meskipun dirinya sedang berjuang melawan penyakit. Masirat wafat dalam keadaan yang meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang.
Keteladanannya sebagai seorang pemimpin, pendidik, dan pribadi yang penuh kasih sayang akan selalu dikenang oleh keluarga, rekan-rekan, dan murid-muridnya. Warisan semangat dan nilai-nilai hidup yang ia tanamkan akan terus menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.
Setelah berjuang melawan penyakit komplikasi, Masirat berpulang ke Rahmatullah dengan meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi keluarga, masyarakat, dan dunia pendidikan. Hari-hari terakhir hidupnya penuh dengan pesan moral dan nasihat yang menjadi pelita bagi orang-orang di sekitarnya.
Bahkan dalam kondisi lemah, ia selalu mengingatkan pentingnya belajar, mengajar, dan menjaga hubungan baik dengan sesama. Kepergian Masirat meninggalkan duka mendalam bagi banyak pihak, terutama keluarga, murid-muridnya, dan masyarakat Kedungsarimulyo. Namun, semangat pengabdian dan nilai-nilai luhur yang ia tanamkan menjadi inspirasi abadi.
Masirat dikenang sebagai sosok yang sederhana, penuh kasih, dan tak pernah lelah dalam memberikan yang terbaik, baik di bidang pendidikan, keluarga, maupun masyarakat. Nama dan jasanya akan terus hidup dalam doa dan kenangan orang-orang yang mencintainya.
Hidup adalah pengabdian tanpa henti berbagi ilmu, menyebar kebaikan, dan mencintai dengan tulus hingga akhir hayat.
Semoga Allah SWT menerima segala amal kebaikannya, mengampuni segala khilafnya, dan menempatkannya di surga-Nya yang tertinggi. Aamiin. (Alfina Amalia)