Menu

Mode Gelap
Langkah Pencegahan Perundungan dan Kekerasan di Sekolah, Dosen PGSD UNISNU Jepara Gelar Workshop UNISNU Gelar ECoBESC 2024, Rektor : “Transformasi Ekonomi Digital menawarkan Peluang Besar bagi Generasi Muda” Rawon Ansor Tahunan Serius Perkuat Kaderisasi dan Penguatan Kemandirian Ekonomi Kader Hari Santri Nasional 2024, Ini Pesan dan Harapan Rais Syuriah PCNU Hingga Pj Bupati Jepara  Baznas Jepara Salurkan 400 Paket Sembako untuk Cegah Stunting

Islam Nusantara · 14 Nov 2022 05:07 WIB ·

Suluk Mantingan 8, “Naga Samudra” itu Seorang Perempuan dari Jepara


 Suluk Mantingan 8, “Naga Samudra” itu Seorang Perempuan dari Jepara Perbesar

nujepara.or.id – Suluk Mantingan yang digelar oleh PC LESBUMI NU Jepara merupakan kegiatan majelis ilmu, jagongan budaya, dan media silaturahim bagi pemerhati budaya khususnya di wilayah Jepara dan sekitarnya.

Forum gayeng yang juga bekerja sama dengan Yayasan Masjid Mantingan ini dilaksanakan sebulan sekali, tepatnya setiap malam bulan purnama di pelataran paseban Masjid Mantingan, Jepara dengan menghadirkan berbagai narasumber dari berbagai kalangan. Baik unsur budayawan, akademisi, serta santri sekitar.

Diskusi Suluk Mantingan yang kedelapan kali ini bertemakan “Ratu Kalinyamat Sang Naga Samudra”. Dalam diskusi ini, menghadirkan Ali Romdhoni yang merupakan dosen serta peneliti dari Universitas Wahid Hasyim Semarang didapuk menjadi narasumber utama.

Ketua Yayasan Sunan Prawoto Sukolilo Pati tersebut, juga aktif menulis berbagai buku sejarah diantaranya Kasultanan Demak Bintoro, Sunan Prawoto dan berbagai buku sejarah lainnya.

Turut hadir dalam diskusi, ketua divisi riset Lesbumi Jepara Ali Burhan, serta Dalang muda sekaligus Dewan Pembina Kebudayaan Lesbumi, Ki Hendro Suryo Kartika.

Ki Soleh Ronggowarsito pun membuka diskusi dengan tembang Suluk Asmarandana dengan judul Ratu Kalinyamat Sang Naga Samudra. Ali Burhan kemudian menyambung diskusi dengan pemaparan naskah sastra tentang Ratu Kalinyamat yang telah dipentaskan pada hari Pahlawan di Pesantren Lembah Manah Langon.

“Naskah sastra ini merupakan naskah yang bersumber dengan sejarah yang autentik, jadi tidak asal dongeng saja,” Jelas Ali Burhan menegaskan.

Memasuki diskusi inti, Ali Romdhoni menguraikan bahwa Ratu Kalinyamat yang merupakan putri dari Sultan Trenggono merupakan pemimpin wanita yang tangguh. Beliau adalah seorang Sultan dari Jepara yang mampu menyatukan berbagai kekuatan militer laut di nusantara untuk menghalau kekuasaan Portugis di Malaka.

Oleh karena ketangguhan beliau maka tidaklah berlebihan kalau kita menjuluki beliau sebagai Sang Naga Samudra, yang artinya seorang Wanita pemberani yang menguasai lautan.

Penulis buku Istana Prawoto ini Lebih jauh lagi menguraikan bahwa meskipun Ratu Kalinyamat bergelar Sultana dan merupakan putri dari Sultan Trenggono pemimpin kerajaan Demak, beliau justru berperan menjadi jantung pertahanan Demak sekaligus musuh bebuyutan Portugis.

Ini tercatat pada catatan pelaut-pelaut Portugis. Selain menjadi Sultana beliau juga merupakan seorang Muslimah yang taat karena berguru dengan Sunan Kudus dan sunan Kalijaga.

Demak Bintara merupakan kerajaan yang mewarisi perpaduan tiga darah biru, yaitu darah keturunan Rasulullah, darah keturunan Champa, dan darah keturunan Majapahit. Oleh karena mewarisi keturunan tiga darah biru tersebut, tidak heran para keturunan Demak termasuk Ratu Kalinyamat menjadi pemimpin yang unggul dan memiliki sisi spiritualitas yang mumpuni.

Akademisi dari UNISNU Jepara sekaligus Pengurus Yayasan Sultan Hadirin, Sutarya menambahkan bahwa semangat perjuangan dari Ratu Kalinyamat tidak hanya unggul dari segi kepemimpinan militernya saja, akan tetapi keunggulan pada aspek kesenian.

“Ini terbukti dengan megahnya arsitektur dan artefak yang masih bisa kita lihat di Masjid Mantingan. Seni ukir juga sangat maju di era Kalinyamat,” ungkapnya.

Sutarya juga menekankan bahwa meskipun tahun ini Ratu Kalinyamat belum bisa dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, kita jangan berkecil hati. Semangat dan perjuangan beliau dalam berkesenian harus kita warisi. Meskipun sudah lebih dari lima abad berlalu.

Menutup diskusi Ki Hendro Suryo Kartika menyenandungkan do’a dan harapan kepada para peserta diskusi Suluk Mantingan untuk tetap beristiqomah dalam berkesenian dan berkebudayaan. Oleh karena kesenian dan kebudayaan merupakan benteng tangguh untuk menjaga keutuhan negara dan agama kita.

Oleh : Kurnia Widi Tetuko (O’ok)

Artikel ini telah dibaca 13 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Cerpen Gus Mus: “Gus Jakfar”

18 September 2024 - 08:41 WIB

RELIEF MASJID MANTINGAN: OBJEK POST-FACTUM YANG MENJADI SUMBER INSPIRASI

16 September 2024 - 16:18 WIB

Lakon ‘Sang Naga Samudera’ akan Pentas di Karimunjawa

14 September 2024 - 09:05 WIB

Panembahan Juminah Mantingan, Murid Sunan Jepara yang Ahli Strategi Perbekalan Perang

7 Juli 2024 - 11:20 WIB

Kisah Raden Kusen, Senopati Terakhir Majapahit Saat Menghadapi Gempuran Demak (2)

18 Maret 2024 - 23:03 WIB

Sedulur Papat Limo Pancer, Wejangan Ruhani Sunan Kalijaga

15 Maret 2024 - 00:06 WIB

Trending di Headline