JEPARA – Dari kecil buka luwur di Jepara selalu yang membuka adalah bupati dan ditutup olehnya juga. Padahal, buka luwur bukan tradisi, tapi ritual. Ini berkaitan dengan sejarah. Bupati itu siapa, bukannya yang lebih layak adalah sesepuh?
Pertanyaan dan pertanyaan itu diungkapkan oleh Didit Hendro S, musisi Dudu Menging, kelompok musik kreatif asal Desa Jambu, Mlonggo Jepara, di tengah pentas dalam Selapanan Ahad Legi di depan Gedung NU Jl. Pemuda 51 Jepara, oleh Lesbumi NU, Sabtu (4/5/2016) malam.
Sebagai lembaga yang bergerak di bidang budaya, Lesbumi sangat strategis untuk mengembalikan situs-situs sejarah yang terkesan dipolitisasi.
Dudu Menging sangat berterima kasih atas undangan Lesbumi di Selapanan bertema “Menyambut Ramadan” itu. “Saya lebih suka jika laku di Jepara. Malam ini kami ada undangan di Bandung tapi kami cancel agar bisa datang ke Gedung NU ini,” kata Hendro.
Dudu Menging memiliki program tour 40 kota. Malam itu pentas ke 36. Di Jepara sendiri, lanjut Hendro, kelompok musik kreatifnya baru tampil 3 kali di Museum Kartini, Gedung Wanita dan Gedung NU Jepara.
Sebanyak 9 personil Dudu Menging itu sempat menampilkan 3 lagu religi: Tombo Ati, Lir Ilir dan Padhang Bulan. Lanjut pembacaan puisi.
Menurut Ketua Lesbumi, Ngateman, ada 3 kelompok musik yang tampil pada Selapanan Ahad Legi tersebut. “Trinada dari SMK 3 Jepara, Bandta dari Unisnu dan Dudu Menging, Mlonggo Jepara,” ujarnya. (Abd).