nujepara.or.id – Lantunan kalimat thayibah terdengar cukup nyaring. Para jamaah terlihat begitu khusyu’ melantunkan Asmaul Husna. Uraian air mata juga mengiringi untaian doa yang dibaca oleh pimpinan majelis. Ada ketentraman yang bersemayam saat mengikuti majelis.
Itulah sedikit gambaran Majelis Asmaul Husna Desa Banjaragung Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Setiap malam Jumat Wage di mushalla Darul Musyawaroh diselenggarakan pembacaan wirid Asmaul Husna. Kegiatan religi tersebut terbuka untuk umum. Tidak hanya masyarakat sekitar, acara itu juga diikuti masyarakat dari luar daerah. Majelis tersebut sudah berjalan sejak puluhan tahun lalu.
Adalah K.H. Muhammad Afif Zubaidi sebagai perintis Majelis Asmaul Husna. Beliau adalah pendiri Pesantren Darul Musyawaroh pada awal 1970-an. Malam Jumat Wage merupakan waktu yang dipilih sebagai hari pelaksanaannya. Bagi masyarakat waktu itu, penggunaan hari pasaran Jawa lebih mudah diingat sebagai penanda. Setelah meninggal, kegiatan rutin itu dilanjutkan oleh para putranya, terutama K.H. Burhan dan K.H. Jauhar Hakimudin Afif.
Sebelum acara dimulai, pada sore hari, para santri melantunkan Kasidah Shalawat Burdah, karya Imam al-Bushiri. Acara selesai menjelang maghrib dan dilanjutkan shalat berjamaah. Usai salat berjamaah para jamaah diajak membaca kalimah thayibah yang meliputi wirid setelah salat, tahlil, ratib al-Hadad, dan ditutup pembacaan Asmaul Husna serta doa.
Acara dilanjutkan dengan salat Isya berjamaah dan pembacaan Maulid Simtuddurar karya Habib Ali al-Habsyi. Pembacaan maulid dikondisikan rapi dan tertib sebagaimana penyelenggarakan di kalangan para habib (habaib), durriyah rasul. Pada saat mahalul qiyam ada santri yang menghampiri jamaah untuk mengoleskan wewangian berupa minyak dan asap kayu gaharu. Alhasil, aroma yang khas menjadikan suasa majelis lebih khusyu’.
Di sela-sela pembacaan shalawat, ada mauidhah hasanah yang disampaikan oleh habaib atau pengasuh pesantren. Tema-tema yang disampaikan merupakan refleksi atau renungan yang bersifat menyadarkan. Semisal kesadaran atas pemanfaatan waktu atau umur, amal perbuatan yang merugikan, fadhilah wirid, dan masih banyak tema-tema lainnya.
Misalnya pada malam itu, Kamis (2/8/2019) malam, Gus Qodam, salah seorang putra dari pengasuh pesantren menyampaikan keutamaan puasa di bulan Dzulhijjah. “Ada kesunahan puasa dengan fadhlilah (keutamaan-red) yang besar mulai tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah,” paparnya di hadapan jamaah.
Berubah
Jumlah jamaah yang mengikuti Majelis Asmaul Husna mencapai ratusan. Secara umum jumlah tersebut tidak sebanyak ketika masih dipimpin oleh K.H. Afif Zubaidi. Tentu ada banyak faktor, misalnya tidak adanya kaderisasi dari para jamaah untuk mengajak anak atau tetatangga. Dan faktor lain yang tidak dapat diabaikan adalah mobilitas masyarakat yang semakin kompleks. Bisa jadi karena kesibukan pekerjaan atau urusan yang lain, mengakibatkan masyarakat belum dapat istiqamah hadir di majelis.
Rata-rata mereka yang hadir adalah para orangtua atau wali dari anak-anak mereka yang belajar di pesantren, para alumni santri, atau siapa pun yang memiliki ikatan dengan K.H. Afif dan pesantren. Bagaimana pun kondisi yang terjadi, para penerus, terutama keluarga mengupayakan agar majelis peninggalan dari pendiri pesantren dapat tetap lestari.
Kegiatan Asmaul Husna pada bulan berikutnya awal September diselenggarakan bersamaan dengan haul pendiri Pesantren Darul Musyawaroh, K.H. Muhammad Afif Zubaidi. Acara diselenggarakan pada Sabtu, 7 September 2019 di kompleks pesantren. Sebagai mauidhah hasanah adalah Habib Umar Muthohar dari Semarang. (M. Dalhar)