Menu

Mode Gelap
Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat (25) NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan? Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!! Ngaji Burdah syarah Mbah Sholeh Darat  ( 2 )

Headline · 9 Jun 2023 14:06 WIB ·

Anekdot Sufi Kiai Ihsan: Digoda Satu Lafaz, Kehilangan Empat Istri


 Syekh Ihsan Dahlan al-Jampesi Perbesar

Syekh Ihsan Dahlan al-Jampesi

Oleh : Murtadho Hadi

nujepara.or.id – Saat Menduda “Lahirlah Sirojut-Tholibin”- Kebanyakan ulama sufi memberikan arti lebih pada hidup “membujang” (menduda), atau yang lebih dikenal dengan istilah azub : yaitu “hidup Legan”. Bahkan ulama sufi yang masyhur, Syaikh Sulaiman Ad-Daroni dalam pernyataannya mengatakan, “Man tazawwaja faqod rokana iladdunya” :; Seseorang yang menikah itu adalah termasuk orang-orang yang condong kepada dunia!.

Pernyataan itu lahir karena Syaikh Sulaiman Ad-Daroni melihat banyaknya para penempuh jalan yang setelah kehidupan pernikahan mereka justru tidak mengalami “kemajuan spiritual”, terjebak rutinitas, urusan-urusan sepele menjadi persoalan besar, sehingga “nalar” dan “hati” (bashiroh) menjadi tertutup dari melihat makna-makna dan cakrawala semesta ilahiyah.

Pernikahan hanya mungkin setelah sempurnanya ilmu (ba’da tamamil-ilmi) dan makrifat. Pada saat yang demikian, maka bergaul rapat dengan istri, anak-anak, dan kesibukan mencari nafkah (ma’isyah) tidak akan menggangu aktifitas batin dalam mendengar dan melihat “Ilham” yang tidak pernah terputus turun dari alam malakut.

Syaikh Abu Hamid Bin Muhammad Al-Ghazali adalah ulama yang paling berhati-hati membahas alasan : kenapa menikah itu dianjurkan (targhibu-fi), dan kenapa menikah itu dihindari (targhibu-‘anh)!
Lebih dari empat puluh halaman (pada jilid-2) dari Ihya’-nya dialokasikan membahas masalah pelik ini: yaitu tentang “landasan aspek dasar dari dalil Nash kenapa menikah dan tidak menikah”, “kemanfaatan menikah” dan “perangkap-perangkap pernikahan” bagi para murid yang menghendaki jalan wushul.

Hidup Legan itu Produktif.

Hidup “legan” itu produktif, tampaknya berlaku untuk Kyai Ihsan Jampes. Sebab di waktu menduda itu lahirlah “Sirojut-Tholibin”, yaitu ketika masa-masa sendiri ditinggal istri (ataukah Kyai Ihsan kurang “kerasan” ditemani istrinya?) Wallahu A’lam! Yang jelas “jalan kesendirianlah” yang ditempuh Kyai Ihsan. Sehingga dalam kesendirian itulah beliau lebih mempunyai banyak waktu untuk mereproduksi (mengungkap kembali) semua ingatan dalam pikirannya untuk selalu berkarya.

Di Usia Relatif Muda

Selama delapan bulan menduda itu, beliau merampungkan Sirojut-Tholibin. Sebuah karya setebal 800 halaman (dua Jilid)! yang merupakan penjelas (syarah) dari kitab “Minjhajul-Abidin”-nya Imam Ghazali.
Beliau menuliskannya dalam usia yang relatif muda, yaitu pada usia 31 tahun, sebuah usia yang masih dikatakan “hijau” utuk penulis kitab-kitab tasawuf. Meskipun demikian, Kyai Ihsan mempunyai kematangan dalam gaya berbahasa, “kejernihan daya ungkap”, kecepatan dalam mengkomunikasikan pernyataan ulama-ulama terdahulu dan tiada ‘minder” dan rendah diri sedikitpun memposisikan pernyataannya di tengah ulama-ulama yang berseberangan.

Sebelum itu, di usianya yang ke-29 tahun beliau sempat merampungkan kitab Falak (ilmu hisab dengan pendekatan cakrawala dan perbintangan) yang berjudul “Tashrihul-Ibarot”, sebuah Syarah dari kitab “Natijatul-Miqot”-nya Kyai Dahlan Semarang.

Pergulatan Intelektual

Masa-masa sebelum Sirojut-Tholibin di tulis merupakan masa-masa “pergulatan” intelektual Kyai Ihsan. Oleh karena itu, bisa dimengerti kenapa banyak sekali pernikahan Kyai Ihsan yang kandas berakhir di tengah jalan. Tidak tanggung-tanggung beliau sempat menduda sebanyak 4 kali dalam waktu yang relatif singkat. Mengapa bisa?

Digoda Satu Lafazh

Kemungkinan yang kuat adalah bahwa para istri Kyai Ihsan banyak yang tidak kuat ketika kurang mendapat “perhatian”dari beliau. Sebab, pada masa-masa itu kyai Ihsan lebih banyak menyibukkan diri dengan masalah-masalah keilmuan. Sibuk mencari makna dari suatu lafazh atau digoda “suatu pertanyaan yang musykil” sehingga tidak enak makan dan tidur hingga berminggu-minggu adalah cerita yang lumrah bagi seorang ulama. Sedang mengurus pondok dan keluarga adalah masalah yang kongkret!.

Pernikahan-pernikahan Kyai Ihsan adalah upaya keluarga (lebih banyak inisiatif nenek beliau yang bernama Nyai Isti’anah) demi kelangsungan pondok yang membutuhkan figur “Ibu-Nyai”.

Mantan Istri Kyai Ihsan: Nyai Rodhiyah

Dan di antara mantan dari istri-istri Kyai Ihsan adalah Bu Nyai Rodhiyah (yang begitu berlepas dari Kyai Ihsan sangat “menderita” dan “prihatin” dan selalu bertirakat dan bermunajat kepada Allah: supaya bisa menikah dengan ulama yang Alim juga, maka Allah mengabulkan doanya sehingga menikah dengan Pendiri Pesantren Ploso: yaitu Syaikh Djazuli Usman).

Sedang Syaikh Ihsan sendirian barulah mantap setelah pernikahannya yang kelima, yaitu Nyai Surati yang diberkahi beberapa putra-putri dan yang menemaninya sampai akhir wafat. Sebelum itu, pada masa-masa menduda teman ber-saharul-layali Kyai Ihasan adalah “kopi” dan “rokok” yang menjadi kegemarannya.

Kitab Kopi Dan Rokok

Kegemarannya terhadap “kopi” dan “rokok” seperti tak lazim, hingga beliau pernah dikritik sesama kyai, “Kyai kok kegemarannya ngopi ngrokok!” Sehingga tak urung juga beliau pun menulis : “Irsyadul-ikhwan fi Bayani Hukmi Qohwati wad-Dukhon” atau mudahnya ; “Hukum kopi dan rokok” dalam pandangan para ulama. Sebuah syair bermatra Rojaz, yang diberi penjelasan oleh beliau sendiri. Kalau sosok seperti itu ada dan hidup sekarang: maka layak juga disebut: “Sastrawan” dan sekaligus “kritikus sastra!”.

(Penulis adalah Pengurus PC LTN-NU Jepara)

Artikel ini telah dibaca 620 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kritis, Kelahiran Anak Muslim Indonesia Melambat

5 April 2024 - 16:10 WIB

Memaknai Mudik: Sebagai Tradisi dan Ajaran Silaturahmi

5 April 2024 - 12:54 WIB

Tidak Pandang Suku, Agama dan Ras, NUPB Jepara Siap Bantu Korban Bencana

31 Maret 2024 - 21:57 WIB

Cinta Tanah Air Perspektif Maqashid Syariah

31 Maret 2024 - 11:11 WIB

Akulturasi Budaya Islam-Jawa Lewat Pujian Ba’da Tarawih

30 Maret 2024 - 01:51 WIB

Menyingkap Makna Perintah Membaca dalam Al-Qur’an

24 Maret 2024 - 11:48 WIB

Trending di Esai