HADIRI HAUL: Rois Syuriah PWNU Jateng Kiai Ubaidullah Shodaqoh (keenam dari kiri) saat menghadiri haul Kiai Miftah Abu di Desa Karangrandu Kecamatan Pecangaan, Jepara, Kamis (22/9) sore.
JEPARA – Tradisi yang baik dan terus dirawat akan turut menguatkan Islam. Keistikamahan dalam memegang teguh tuntunan para kiai, juga nguri-nguri dengan baik apa yang telah ditinggalkan untuk umat, juga merupakan hal penting dalam menjaga Islam. Sejarah panjang keislaman sebuah kawasan, bisa saja menjadi terkesan hilang jika tak ada yang merawat tradisi-tradisi baik dari generasi tertentu.
Hal itu disampaikan Rois Syuriah Pengurus Wilayah (PW) NU Jateng KKH Ubaidullah Shodaqoh tatkala memberikan tausyiah dalam Haul ke-1 KH Miftah Abu di Desa Karangrandu Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara, Kamis (22/9) sore.
Peringatan haul yang diselenggarakan di makam desa itu selaian dihadiri masyarakat setempat, di antaranya juga dihadiri KH Zamazi dari Desa Pecangaan Wetan dan Syuriah Majelis Wakil Cabang NU Pecangaan Kiai Sukarli. “Ngestoaken dawuh para kiai, nguri-uri tinggalanipun, menika penting. Tradisi ingkang sae menika saget nglindungi saha nguwataken sunnah,” tutur Kiai Ubaidullah.
Kiai Ubaidullah Shodaqoh dalam kesempatan itu menyampaikan : “Barang siapa yang mengerjakan dalam Islam Sunnah yang baik, maka ia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan barang siapa yang mengerjakan dalam Islam Sunnah yang jelek maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa orang yang mengikutinya sedikitpun.: (HR. Muslim)
Ia pun mencontohkan bagaimana Islam pernah ada dan besar di negeri Andalusia (Spanyol), jika dihitung dari era Thoriq bin Ziyad di Andalusia hingga era Sunan Kalijaga, Islam pernah Berjaya selama sekitar 700 tahun di Andalusia. Ada Istana Al Hamra yang bersejarah, juga munculnya ulama-ulama besar seperti Al Qurthubi, Muhyiddin Ibn Arabi, juga Ibn Malik. Namun setelah tahun 1.300 M, Islam di Andalusia seakan ditelan sejarah.
Mengapa? Sebab, kata Kiai Ubaidullah Shodaqoh, amat jarang ulama yang dimakamkan di Andalusia. Al Qurtubi tidak dimakamkan di Andalusia, Muhyiddin Ibn Arabi juga tidak. Para ulama Andalusia saat sepuh hijrah ke Timur Tengah seperti Mesir, juga Syiria. “Akhiripun tanah Andalusia sampun mboten wonten ingkang nunggu. Ulama jarang ingkang disareaken wonten Andalusia. Tradisi tak terjaga, sehingga Islam seperti tertelan sejarah,” lanjutnya.
Karena itu, ia berpesan, menjaga tradisi, termasuk salah satunya memeringai haul ulama itu sangat penting, sebagai bagian dari merawat tradisi yang baik dengan maksud menjaga apa yang sudah ditinggalkan. Kiai Ubaidullah berharap, peninggalan Kiai Miftah Abu yang semasa hayatnya menjadi salah satu sesepuh di NU, dirawat dan dijaga, agar terus bisa memberikan kemaslahatan ke masyarakat.
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Jepara Ahmad Sahil yang juga putra KH Miftah Abu mengatakan, Kiai Miftah tutup usia setahun lalu, di antaranya meninggalkan Yayayan Al Alawiyah yang menaungi madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, taman pendidikan Alquran, juga panti asuhan Tarbiyatul Aitam. Seluruhnya dihuni lebih kurang 1.000 anak didik. (ms)