JEPARA – Untuk mendorong partisipasi warga khususnya pemuda dibidang penganggaran, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Jepara mengadakan pelatihan perencanaan dan pengaggaran desa inklusif, di ruang serbaguna DPRD Jepara, baru-baru ini. Pelatihan itu membekali pemuda agar paham dan terlibat aktif dalam perencanaan penganggaran di desa.
Pelatihan ini diikuti oleh beberapa elemen pemuda, yaitu kader peduli desa, IPNU/ IPPNU, PMII, Fatayat, dan lain-lain. Para pemuda diharapkan mau kembali melihat desa sebagai lahan untuk belajar sekaligus mengabdi, serta mau terlibat dalam proses-proses krusial dalam membangun desa, khususnya di bidang penganggaran. Nur Rohmad, project officer proggram peduli dari LakpesdamNU, Senin (26/9) menatakan, hal itu harus ditunjang dengan kemampuan teknis yang memadai untuk berpartisipasi serta mendorong anggaran supaya inklusif. Anggaran yang mencerminkan terakomodirnya berbagai kepentingan dan tidak mendiskriminasi kaum-kaum minoritas, baik minoritas secara sosial, ekonomi, keyakinan, politik, budaya dan lain-lainnya. “Setiap warga desa terlepas apapun latar belakngnya mempunyai hak yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan di desa,” kata dia.
Muhamadun, mewakili pengurus Lakpesdam NU Jepara mengutarakan hal-hal yang terkait dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, seperti pelatihan yang dilakukan pada kesempatan ini adalah salah satu fokus kerja pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Lakpesdam. “Jika hari ini sebagian pemuda masih sebatas menjadi penonton dalam proses-proses penganggaran di desa, harapannya ke depan mampu mewarnai untuk membahas anggaran. Kalau masyarakat pemahamnnya kurang bahkan tidak mau tahu tentang tentang proses-proses penganggaran maka anggaran rentan disalahgunakan,” kata Muhamadun.
Adib Akrom salah satu pemateri yang juga menjabat sebagai tenaga ahli pendamping desa Kabupaten Pati mengatakan salah satu filosofi penting yang harus dipahami dalam partisipasi di bidang penganggaran adalah: “Saya tahu, sadar, siap, dan melakukan”. Filosofi ini, kata Adib Akrom, berarti bahwa kerja-kerja pendampingan itu butuh proses, karena ternyata di tengah besarnya dana desa masih banyak pemuda yang tidak tahu.
Secara normatif, jelasnya peraturan tentang penganggaran desa sudah bagus, seperti tercermin dalam Permendagri No 114/2014 yaitu proses dan tahapan kegiatan penganggaran yang dilaksanakan pemdes harus melibatkan Badan Perwakilan Desa (BPD) dan masyarakat. Tapi, lanjut Adib Akrom, permasalahan di lapangan seringkali terjadi, misalnya musyawarah desa seringkali dihadiri oleh orang-orang yang sama dari waktu ke waktu. Banyak pihak yang tidak tahu akan adanya proses penganggaran di desa. Padahal Salah satu tujuan dari proses-proses penganggaran adalah berdaya, berdaya secara ekonomi, berdaya secara partisipatif, berdaya secara politik.
Sementara itu M Syariful Wai pemateri sesi kedua yang juga pernah aktif sebagai pengurus PP Lakpesdam, menandaskan anggaran tidak hanya soal apa yang harus dilakukan menurut peraturan, tetapi juga soal kesepakatan-kesepakatan di balik meja antar kekuatan-kekuatan politik yang ada. Ini memungkinkan terdapat kelompok masyarakat yang marginal dalam struktur sosial dimana mereka tidak mendapat perhatian. (ms)