Oleh: Murtadho Hadi
Puisi yang berjudul “Gelombang Rasa” (Karya Karolina AF) mencoba mendedah masa lalu tapi sekaligus menyongsong hari esok yang penuh harap, melenggang dengan diksinya: “Dalam kenangan yang suram aku belajar makna kehidupan”.
Dalam setiap masa pasti ada ujian itulah kesadaran yang dibangun dari sang Aku Lirik (dari Sang penyair), melalui diksinya: “Badai pasti datang” tapi optimisme kembali dibangkitkan dalam kata “ombak pantai selalu terurai”. Bahwa ujian dan cobaan yang serupa “ombak” memang selalu datang bertubi-tubi, tapi oleh pantai yang landai (oleh jiwa yang lapang), ia akan terpecah dan terurai.
Ketika kesadaran itu belum cukup menggugah rasa, maka nyala jiwa itu dbangkitan lagi dan dipertegas melalui kebenaran teologis yang paling hakiki: Katanya, “Tak perlu risau takdirmu sudah tertulis bersama ribuan kisah semesta”.
Ketika upaya insaniyah sudah mentok, maka penting sekali menatap takdir, bahwa manusia memang dicipta dengan batas-batas ketentuan dan ketetapan dari Sang Pencipta (Al-Kholiq), dengan begitu al-insan akan selalu dalam kesadaran kehambaan dan bisa berdamai dengan “kenyataan”.
Puisi ini dengan apik, ditutup dengan “kesadaran semesta”: Bahwa senja kan sirna/terganti oleh gelapnya malam/Fajar kan melebur bersama sinarnya mentari pagi.
Di sini, terpenting dan peringatan bagi para penyair pemula: bahwa para penyair itu boleh terbang dengan daya ‘khoyal” dan melapangkan aktivitas batiniyah, tapi ketika “pengalaman itu hendak ditulis” tetap harus sesuai kaidah kebenaran di dalam ilmu. Kasarnya tidak boleh menabrak pakem “Pendapat umum”. Contoh diksi yang menggangu dalam diksi di atas Adalah: “Ruh di kepala…” Naah pernyataan-pernyataan yang senada baiknya dihindari. Karena benarkah ruh itu di kepala? Barangkali yang dimaksud adalah pikiran yang ada di kepala. Blunder seperti itu banyak terjadi, dan maaf terkadang bukan hanya pada penyair pemula. Intinya, seorang sastrawan pun harus punya basis pengetahuan meskipun pengalaman-pengalam itu ditulis dengan: “metafor”, pasemon, dalam bait-bait yang puitis!
Salam Kepada Semua Santrawan.
(Murtadho Hadi, Sastrawan dan Budayawan Tinggal di Jepara)
Gelombang Rasa
Oleh: Karolina Akfi Falizha
Dalam kenangan yang suram ku belajar makna kehidupan
Melangkah pasti meski kadang ragu menyelimuti hati
Riuh dikepala selalu menemani hari yang sepi
Tak bisa dipungkiri, banyak kicauan burung yang mengusik
Kupu-kupu yang beterbangan menghadang tuk bisa terbang tinggi
Badai pasti datang, ombak pantai selalu terurai
Tak perlu risau takdirmu sudah tertulis, bersama ribuan kisah semesta
Terus terbang tinggi, tetap menapakkan kaki
Senja kan sirna terganti oleh gelapnya malam
Fajar kan melebur bersama sinarnya mentari pagi