Oleh: Zakariya Anshori
nujepara.or.id- Mengambil keuntungan dari alam, baik hayati maupun non-hayati, diperbolehkan sepanjang tidak mempunyai dampak yang merusak kelestarian alam dan keberlangsungan biota yang hidup di dalamnya.
Tugas kekhalifahan kita sebagai manusia adalah menjaga dan merwat kelestarian alam. Sebagaimana peringatan Allah dalam Al-Qur’an, surah Al-A’raf ayat 56, wa laa tufsiduu fil ardhi ba’da ishlahiha. Yang artinya, “Dan janganlah kamu mengadakan kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya”. Baik perbaikan kondisi lingkungan atau keseimbangan ekosistem.
Terkait dengan keberadaan tambak udang di kepulauan Karimunjawa, Pemerintah dan DPRD Jepara harus benar-benar memiliki komitmen melakukan penataan lahan di Karimunjawa dan mengembalikan ke fungsi semula sebagai kawasan konservasi. Karena itu Perda tentang RTRW harus segera disahkan hingga tidak ada lagi yang main mata dengan perusak lingkungan.
Kontroversi tambak udang ilegal di Karimunjawa jelas-jelas bertentangan dengan peraturan pemerintah dan dilakukan pembiaran sejak 2018. Hal ini jelas merusak lingkungan dan tidak sesuai dengan proyeksi Karimunjawa sebagai Kawasan Stategis Pariwisata Nasional.
Karena, jika tambak udang ilegal di Karimunjawa yang saat ini berada di 33 titik terus dibiarkan, maka petani rumput laut, petani teripang, nelayan tangkap ikan teri, nelayan kepiting, nelayan budidaya karamba kerapu, nelayan budidaya karamba ekor kuning dipastikan akan terancam keberlangsungannya.
Namun yang paling dahsyat adalah kerusakan sumber daya alam laut yang menjadi daya tarik wisatawan. Ini ancaman riil masa depan Karimunjawa. Sebab jika daya tarik telah rusak, maka Karimunjawa tidak lagi mampu menarik wisatawan.
Ikon pariwisata karimunjawa harus dipertahankan dan dikembangkan menjadi destinasi wisata berbasis komunitas dan budaya lokal Karimunjawa. Banyak yang bisa dilakukan oleh para pekerja tambak untuk berkehidupan mulai mengembangkan kuliner asli Karimun, seperti: ikan bakar srepeh, bothok kepiting dan pindang khas Karimunjawa hingga bisa menjadi sajian di hotel dan resort yang ada di kawasan tersebut.
Oleh-oleh khas karimun seperti minyak kelapa, virgin coconut oil, terasi, ikan asin mestinya dikemas kekinian agar bisa dibawa secara praktis. Semua itu bisa dilakukan dengan tanpa merusak lingkungan. Pemerintah perlu melakukan pendataan terhadap mata rantai usaha pariwisata, agar ekonomi rakyat bergeliat tanpa melakukan tindakan illegal yang merusak lingkungan.
(Penulis adalah Aktivis Jepara, dan Pengurus RMI MWC NU Tahunan)